Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Fiskal I Sepertiga Penduduk Tidak Mampu Beli Makanan Bergizi

Pengenaan PPN Sembako Bakal Menambah Orang Miskin

Foto : Sumber: Kemenkeu - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Belanja pangan rumah tangga masyarakat berpendapatan rendah mencapai 56 persen.

» Pemerintah diminta membatalkan draf tersebut dan fokus mengejar pajak e-commerce dan raksasa teknologi.

JAKARTA - Rencana Pemerintah dan DPR mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen sebagaimana tertuang dalam draf revisi Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) yang tengah dibahas di DPR sangat kontroversial dan kontraproduktif. Draf tersebut jika diloloskan DPR dipastikan bakal menambah jumlah penduduk miskin berkali lipat karena bersamaan dengan krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Di saat pemerintah dihadapkan pada tantangan untuk memulihkan ekonomi, masyarakat dan dunia usaha justru butuh insentif agar lekas bangkit dari keterpurukan. Meski pemberian stimulus dan insentif memerlukan anggaran yang besar di tengah seretnya penerimaan negara, bukan berarti mencari sumber penerimaan lainnya seperti pengenaan PPN barang-barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan sebagai solusi.

Kepala Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan rencana pengenaan PPN terhadap kebutuhan pokok atau yang dikenal dengan sembako, akan meningkatkan harga pangan dan mengancam ketahanan pangan itu sendiri serta berdampak buruk kepada perekonomian Indonesia.

"Pengenaan PPN pada sembako akan mempengaruhi konsumsi masyarakat terutama yang berpendapatan rendah. Apalagi, lebih dari sepertiga masyarakat Indonesia tidak mampu membeli makanan yang bernutrisi karena harganya mahal. PPN akan menaikkan harga dan memperparah situasi di tengah pandemi karena pendapatan masyarakat berkurang," katanya seperti dikutip dari Antara.

Apalagi pangan berkontribusi besar pada pengeluaran rumah tangga masyarakat berpendapatan rendah yang mencapai sekitar 56 persen dari total belanja rumah tangga mereka. Dalam penerapan pungutan PPN biasanya ditarik atas transaksi jual beli barang dan jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang pada akhirnya akan dibebankan ke konsumen.

Lebih lanjut dijelaskan, berdasarkan Economist Intelligence Unit's Global Food Security Index, ketahanan pangan Indonesia sendiri saat ini berada di peringkat 65 dari 113 negara. Salah satu penyebab rendahnya peringkat ketahanan pangan itu karena keterjangkauan pangan. Keterjangkauan yang menurun akan mendorong lebih banyak masyarakat berpenghasilan rendah menuju ke bawah garis kemiskinan.

Semakin banyaknya masyarakat berpenghasilan rendah jatuh ke bawah garis kemiskinan terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2020. Jumlah penduduk miskin Indonesia bertambah 2,7 juta dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. "Jumlah penduduk miskin sudah mencapai 27,55 juta orang atau 10,19 persen penduduk Indonesia," katanya.

Mencederai Rasa Keadilan

Sementara itu, Peneliti Ekonomi Indef Nailul Huda mengatakan pengenaan PPN pasti mendorong kenaikan harga (inflasi), lalu menggerus daya beli masyarakat, sehingga konsumen mengurangi belanja. "Kebijakan ini sangat merugikan masyarakat bawah," kata Nailul.

Di sisi lain, pemerintah malah memberi insentif ke masyarakat berpenghasilan menengah ke atas bagi konsumen yang hendak membeli mobil dengan kapasitas mesin tertentu. "Ini mencederai rasa keadilan. Mereka yang mampu dibebaskan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) sementara yang kecil malah mau dipajaki kalau membeli sembako," kata Nailul.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat mengatakan pengenaan PPN 12 persen untuk sembako dan jasa pendidikan, jasa kesehatan akan berdampak langsung pada laju inflasi tahun ini dan tahun depan, meskipun belum berlaku tahun ini.

"Rencana kenaikan PPN terhadap sembako akan mendorong masyarakat membeli sembako di luar kebutuhan karena takut harganya naik. Potensi kenaikan inflasi 2021-nya berkisar naik 1 sampai 2,5 persen, sehingga inflasi 2021 bisa mencapai 2,18- 4,68 persen" kata Achmad Nur.

Dia meminta agar draf yang tengah dibahas di DPR itu dibatalkan dan pemerintah fokus mengenakan pajak ke pengusaha e-commerce dan perusahaan teknologi seperti Tik Tok, Gojek, Google, Facebook dan Apple.

"Indonesia sebaiknya ikut negara G7 yang sudah menyepakati pemberlakukan pajak yang lebih ketat terhadap perusahaan raksasa teknologi," kata Achmad Nur. n ers/SB/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top