Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pengelolaan Penghayat Kepercayaan Harus Berkelanjutan

Foto : istimewa

Para pejabat dari Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, berfoto bersama dengan para Penghayat Kepercayaan dalam acara Sarasehan Nasional Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Surabaya, pada hari Selasa (20/8).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Di tengah dinamika sosial dan budaya yang terus berkembang, keberlanjutan dalam pengelolaan penghayat kepercayaan menjadi salah satu fokus utama. Penghayat kepercayaan merupakan kelompok masyarakat yang memiliki sistem keyakinan dan praktik spiritual yang berbeda dari agama-agama mayoritas di Indonesia.

Meski kerap dianggap minoritas, peran mereka dalam menjaga keberagaman budaya dan spiritual di Indonesia sangatlah signifikan. Kelompok-kelompok penghayat kepercayaan mengandung nilai-nilai luhur yang diwariskan turun-temurun, yang tak hanya memiliki arti penting bagi komunitasnya tetapi juga berkontribusi pada kekayaan budaya bangsa. Untuk itu, dibutuhkan pengelolaan yang lebih terstruktur dan matang.

"Kita inginkan Direktorat Jenderal Kebudayaan naik kelas jadi Kementerian Kebudayaan," ujar dia dalam Pamong Budaya Ahli Utama Kementerian Pendidikan dan KebudayaanSri Hartini dalam Sarasehan Nasional Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada 20 Agustus 2024 di Surabaya, Jawa Timur, yang disampaikan melalui keterangan tertulis Rabu (22/8).

Baginya harapan Pernyataan ini tidak hanya sekadar ambisi institusional. Lebih jauh dari itu juga mencerminkan kebutuhan mendesak akan penguatan struktur kelembagaan untuk menjamin keberlanjutan dalam pengelolaan penghayat kepercayaan di Indonesia.

Selama bertahun-tahun, penghayat kepercayaan menghadapi berbagai tantangan, mulai dari stigma sosial hingga pengakuan hukum yang terbatas. Namun, pengakuan formal terhadap mereka, terutama setelah dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2017 yang mengakui penghayat kepercayaan dalam kartu tanda penduduk, merupakan langkah maju yang signifikan.

"Meski begitu, keberlanjutan dalam upaya pengelolaan dan dukungan bagi penghayat kepercayaan tetap menjadi kebutuhan mendesak," ungkapnya.

Direktorat Kepercayaan Terhadap Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (Dit. KMA), di bawah naungan Direktorat Jenderal Kebudayaan, telah berperan aktif dalam merajut persatuan dan memperkuat kesetaraan. Namun, dengan tantangan yang semakin kompleks, peningkatan status kelembagaan menjadi sebuah kebutuhan untuk memastikan bahwa nilai-nilai luhur yang dianut oleh para penghayat kepercayaan dapat terus dilestarikan dan dikembangkan.

Dengan adanya peningkatan status kelembagaan, seperti yang diharapkan oleh Sri Hartini, diharapkan Direktorat Jenderal Kebudayaan akan memiliki kapasitas yang lebih besar untuk mendukung dan memperkuat peran penghayat kepercayaan dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan.

"Keberlanjutan ini tidak hanya penting bagi kelestarian budaya, tetapi juga untuk merajut persatuan dan memperkuat kesetaraan dalam keberagaman Indonesia," paparnya.

Salah satu peserta yang hadir dalam acara Sarasehan ini Joko Witono dari komunitas Budha Jawi Wisnu menegaskan perlunya langkah yang besar dari Direktorat Jenderal Kebudayaan untuk menyelamatkan akar budaya bangsa melalui kepercayaan dan masyarakat adat.

"Konsep Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia pembangunan yang penting ini adalah serap aspirasinya dari bawah yakni bottom up, bukan top-down. Jadi saya berharap Dit. KMA ini turun kebawah jangan hanya berdasarkan laporan," ucapnya.

Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, sebelumnya menekankan bahwa ajaran penghayat kepercayaan memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam menjaga ketahanan sosial dan budaya, serta memberikan solusi bagi berbagai tantangan global.

"Dengan dukungan yang lebih kuat, Direktorat Jenderal Kebudayaan dapat lebih optimal dalam memastikan bahwa hak-hak para penghayat kepercayaan diakui dan dihormati, sekaligus memfasilitasi mereka dalam menghadapi perubahan zaman," terangnya.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top