Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perlindungan Konsumen - Sebanyak 41.306 Produk Tak Sesuai Ketentuan

Pengawasan Peredaran Makanan Diperketat

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memantau secara ketat penjualan pangan olahan selama akhir tahun, mengingat periode Natal dan Tahun Baru (Nataru) peredaran produk makanan ilegal meningkat. Pengetatan pengawasan dilakukan terhadap penjualan online maupun sarana peredaran konvensional seperti importir, distributor, dan ritel.

Kepala Badan POM RI, Penny K Lukito, mengatakan sebagai upaya memberikan keamanan dan ketenangan bagi masyarakat dalam berbelanja pangan olahan secara online, tahun ini intensifikasi pengawasan diperluas pada sarana gudang e-commerce, di samping pelaksanaan cyber patrol.

"Perluasan target sarana ini menyesuaikan pergeseran tren belanja masyarakat dari konvensional/ langsung menjadi serba-online, dengan target pengawasan pangan Tanpa Izin Edar (TIE) atau ilegal, pangan kedaluwarsa dan pangan rusak," ucapnya dalam konferensi persnya akhir pekan lalu.

Hasil intensifikasi pengawasan pangan olahan dari awal sampai pekan III Desember 2021 meliputi pengawasan pada 1.975 sarana peredaran pangan olahan yaitu pada 49 importir, 406 distributor, 1.511 ritel, dan 9 gudang e-commerce.

Dari jumlah tersebut sarana peredaran pangan yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) sebanyak 631 atau sekitar 32 persen sarana peredaran, yang terdiri dari 0,3 persen importir, 1,7 perden distributor, dan 30 persen ritel yang mencakup ritel modern dan tradisional. Terjadi penurunan sebesar 5,2 persem proporsi temuan sarana peredaran TMK pada 2021 dibandingkan 2020 (37,2 persen pada 2020 dan 32 persen pada 2021).

Pada periode ini juga ditemukan sebanyak 41.306 pcs produk yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK), dengan nilai keekonomian sebesar 867,426 juta rupiah. Temuan produk didominasi oleh pangan kedaluwarsa (53 persen), dan diikuti oleh temuan produk Tanpa Izin Edar/ TIE (31,3 persen) serta produk rusak (15,7 persen).

Jumlah temuan produk TMK dari 2020 ke 2021 secara signifikan mengalami penurunan. Penurunan temuan TMK tersebut mengindikasikan adanya peningkatan kepatuhan dan pemahaman pelaku usaha di bidang distribusi/ peredaran pangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Di samping itu, program jemput bola registrasi dan pendampingan/ pembinaan yang masif yang dilakukan secara berkala sepanjang tahun 2021 ini telah meningkatkan antusiasme pelaku usaha untuk memproses registrasi produk dan sertifikasi sarananya. Diharapkan melalui kegiatan tersebut semakin banyak produk yang memiliki izin edar dan jumlah sarana peredaran yang menerapkan Cara Peredaran Pangan Olahan yang Baik (CPerPOB) meningkat.

Produk Kedaluwarsa

Produk kedaluwarsa merupakan temuan tertinggi baik di importir, distributor maupun ritel. Produk TIE yang merupakan temuan di sarana peredaran konvensional maupun hasil pengawasan cyber patrol turun 4,3 persen dibandingkan pada 2020 (yoy). Sepanjang November-Desember 2021 juga ditemukan 3.393 link penjualan pangan olahan TIE.

"Temuan terbanyak adalah pangan kedaluwarsa, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya masih berada di wilayah timur Indonesia dan/atau lokasi terpencil. Tidak dapat dipungkiri, tantangan pengawasan pangan olahan di wilayah Indonesia yang sangat luas sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis," jelas Penny lebih lanjut.

Kepala Badan POM menyampaikan jika dibandingkan dengan data intensifikasi pengawasan pangan olahan tahun 2020 periode yang sama, hasil temuan produk TMK tahun 2021 hanya sebesar 49 persen dari temuan tahun lalu dan Penny memastikan bahwa tidak ada perbedaan perlakuan antara sarana peredaran konvensional maupun sarana peredaran online.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top