Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Politik Thailand I Analis: Putri Thaksin, Paetongtarn Shinawatra, Kembali Berpeluang Jadi PM

Pengadilan Pecat PM Srettha karena Kasus Etika

Foto : AFP/MANAN VATSYAYANA

Pemecatan Srettha l ­Foto dokumentasi pada 12 Mei 2023 memperlihatkan Srettha Thavisin (kanan) mengambil foto diri bersama dengan putri mantan PM Thaksin Shinawatra, Paetongtarn, di Bangkok. Pada Rabu (14/8), Mahkamah Konstitusi Thailand memecat PM Srettha Thavisin dan pemecatan ini membuka peluang bagi Paetongtarn untuk menjabat sebagai PM berikutnya.

A   A   A   Pengaturan Font

BANGKOK - Mahkamah Konstitusi Thailand pada Rabu (14/8) memecat Perdana Menteri Srettha Thavisin dari jabatannya dan mencapnya tidak jujur ??dalam keputusannya dalam kasus etika membuat kerajaan tersebut mengalami kekacauan politik baru.

Para hakim memutuskan bahwa Srettha telah melanggar peraturan dengan menunjuk seorang menteri kabinet dengan kasus pidana ke dalam kabinetnya. Keputusan tersebut diambil sepekan setelah pengadilan yang sama membubarkan partai oposisi utama, Move Forward Party (MFP), dan melarang mantan pemimpinnya berpolitik selama 10 tahun.

"Pengadilan memutuskan dengan suara mayoritas lima banding empat bahwa jabatan perdana menteri diberhentikan berdasarkan konstitusi karena dia tidak menunjukkan kejujuran dalam menunjuk menteri ini," kata Hakim Punya Udchachon saat membacakan putusan pengadilan.

Punya mengatakan bahwa Srettha pasti mengetahui tentang kasus pidana yang menerpa Menteri Urusan Kantor PM, Pichit Chuenban, pada tahun 2008 ketika ia mengangkatnya ke dalam kabinet.

Gugatan terhadap Srettha diajukan oleh 40 senator yang ditunjuk oleh junta militer yang menggulingkan pemerintahan terpilih Pheu Thai dalam kudeta pada 2014 lalu.

Srettha meninggalkan jabatannya setelah kurang dari setahun menjabat dan ia merupakan perdana menteri ketiga dari Partai Pheu Thai yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi. Mantan taipan properti berusia 62 tahun itu mengatakan dia sedih karena dicap tidak jujur, namun akan mematuhi keputusan pengadilan.

"Saya menghormati putusan tersebut. Saya tegaskan kembali bahwa selama hampir satu tahun saya menjalankan peran ini, saya telah berusaha dengan niat baik untuk memimpin negara dengan kejujuran," kata Srettha kepada wartawan di luar kantornya.

Politik Thailand telah mengalami ketidakstabilan kronis selama dua dekade, yang ditandai dengan kudeta, aksi protes jalanan, dan perintah pengadilan, yang sebagian besar dipicu oleh pertarungan jangka panjang antara militer, kelompok pro-royalis, dan partai-partai progresif yang terkait dengan patriark Pheu Thai, Thaksin Shinawatra.

Atas pemecatan Srettha ini maka Wakil Perdana Menteri Phumtham Wechayachai akan menggantikannya sebagai penjabat sementara sampai parlemen bertemu untuk memilih penggantinya yang bisa dilakukan paling cepat pada Jumat (16/8) mendatang.

Berdasarkan peraturan Thailand, PM baru harus dipilih dari daftar kandidat partai yang diajukan menjelang pemilu tahun lalu. Selain Srettha, calon dari Partai Pheu Thai antara lain putri Thaksin yang bernama Paetongtarn Shinawatra.

Menulis di situs beritaThai Enquirer, analis politik bernama Ken Mathis Lohatepanont mengatakan koalisi yang dipimpin Pheu Thai hampir pasti akan bertahan. Dia mengatakan bahwa jabatan PM kemungkinan besar akan jatuh ke tangan Paetongtarn jika dia menginginkannya, namun sebaliknya jabatan itu juga bisa jatuh ke tangan Anutin Charnvirakul, ketua Partai Bhumjaithai, yang merupakan bagian dari koalisi.

Penegasan Pheu Thai

Srettha sebenarnya merasa kecewa dengan penunjukan Pichit, seorang pengacara yang terkait dengan keluarga miliarder mantan PM Thaksin dan telah lama dihindari oleh kelompok konservatif pro-royalis dan elite pro-militer di kerajaan tersebut.

Pichit, yang dijatuhi hukuman enam bulan penjara pada tahun 2008 karena pelanggaran terkait korupsi, keluar dari kabinet dalam upaya menyelamatkan Srettha ketika kontroversi tersebut muncul awal tahun ini, namun pengadilan tetap melanjutkan kasusnya.

Srettha berkuasa kurang dari setahun yang lalu sebagai ketua koalisi yang dipimpin oleh Pheu Thai, setelah mencapai kesepakatan dengan partai-partai yang memiliki hubungan dengan militer. Keputusan tersebut menyoroti perpecahan lama dalam politik Thailand antara partai konservatif dan partai progresif seperti Pheu Thai dan saingan barunya, MFP.

Dalam waktu sepekan, mahkamah konstitusi telah memberhentikan PM terpilih dan membubarkan MFP, partai yang memenangkan kursi terbanyak pada pemilu tahun lalu.

Atas putusan mahkamah konstitusi itu, Partai Pheu Thai mengeluarkan pernyataan bahwa mereka bersumpah untuk terus bekerja untuk rakyat.

"Ini bukan pertama kalinya Pheu Thai menghadapi hambatan. Namun kami akan terus bekerja tanpa henti," kata pernyataan itu.

"Setiap kali kami terjatuh, kami akan bergerak maju dan kembali dengan keamanan yang lebih baik, demi kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat Thailand," imbuh partai itu. AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top