Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pencegahan Pandemi Lebih Urgen dari Perubahan Kurikulum

Pendidikan Nasional I Pengembangan Pelajaran Tidak Boleh Diskriminatif

Foto : Istimewa

Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, Said Hamid Hasan,

A   A   A   Pengaturan Font

Proses pembelajaran saat pandemi diarahkan agar sekolah mampu mengembangkan berpikir siswa. Dari sisi siswa dibebaskan memilih materi pembelajaran.

JAKARTA - Penanganan pandemi Covid-19 khususnya di sektor pendidikan lebih urgen dari perubahan kurikulum. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) diminta untuk fokus membina sekolah di masa pandemi sekarang. Penegasan ini disampaikan Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, Said Hamid Hasan, dalam sebuah webinar, di Jakarta, Minggu (25/7).

"Pada saat sekarang, yang diharapkan bangsa, kita membina sekolah pada masa pandemi karena tidak tahu kapan berakhir," ujarnya. Dia menyarankan, proses pembelajaran saat pandemi, dengan mengarahkan sekolah agar mampu mengembangkan berpikir siswa. Dari sisi siswa dibebaskan memilih materi pembelajaran.



"Anak-anak silakan memilih materi yang disukai. Untuk sekolah harus mengembangkan kemampuan berpikir dalam bersikap. Ini tidak bisa lewat internet kalau kita tidak punya dasar," jelasnya. Dia menekankan, perubahan kurikulum memang perlu, tapi tidak untuk saat urgen pada masa pandemi Covid-19. Sebab eksperimen atau perubahan dalam masa pandemi akan sulit dikembangkan dan disebarluaskan.

"Memperbaiki kondisi dalam masa pandemi jauh lebih urgen dari mengembangkan kurikulum baru," katanya. Sebagai informasi, Kemendikbudristek telah meluncurkan Kurikulum Sekolah Penggerak (KSP) pada 1 Februari 2021. Program ini dimulai tahun ajaran 2021/2222 unutk 2.500 sekolah di 34 provinsi dan 111 kabupaten/kota.

Jangan Diskriminatif

Lebih jauh, Said Hamid menekankan, pengembangan kurikulum tidak boleh diskriminatif. Dia mempertanyakan KSP apakah untuk menjadi kurikulum nasional atau hanya sekolah yang mengikuti program Sekolah.

Dia menyebut, kalau untuk Sekolah Penggerak saja, maka Kemendikbudristek telah melakukan diskriminasi pendidikan dan melanggar ketentuan undang-undang. Kalaupun menjadikan Sekolah Penggerak sebagai tempat uji coba atau piloting hanya boleh, selama sekolah tersebut mewakili karakteristik Indonesia.

"Kalau karakteristik tidak terpenuhi, akan sulit saat implementasi," ucapnya. Said menilai, desain Kurikulum 2013 diciptakan khusus untuk Indonesia, tidak untuk negara lain. Sebab, kurikulum nasional harus mampu menghasilkan manusia Indonesia.

"Jadi, kurikulum tidak boleh menghasilkan manusia Indonesia 'berwarna' negara lain. Itu tidak boleh. Kurikulum harus menghasilkan manusia Indonesia yang berwarna dan berpikir Indonesia," tandasnya.

Sementara itu, anggota Komisi X DPR, Ferdiansyah, menerangkan saat ini belum mengevaluasi mendalam atas Kurikulum 2013 sebagai dasar untuk membuat kurikulum baru. Terkait KSP, dia menyebut, kurikulum tersebut belum memiliki kajian akademik.

"Itu harus muncul agar ada benang merah kurikulum yang satu dengan lainnya. Kita tidak antiperubahan. Tapi dasarnya harus ada," terongnya. Ruf/G-1


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top