Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Prospek Bursa

Pendanaan dari Pasar Modal Bakal Tumbuh 12%

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan pendanaan melalui pasar modal Indonesia di tahun 2019 bisa tumbuh 10-12 persen. Proyeksi penghimpunan pendanaan di pasar modal pada tahun depan kemungkinan tidak akan jauh berbeda dengan tahun ini, berdasarkan kondisi dan analisis dari sisi makro maupun mikro.

Kepala Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen, mengatakan pendanaan melalui pasar modal masih akan tumbuh di tahun depan. Apalagi, dalam menghimpun pendanaan bagi emiten atau calon emiten, tentunya akan melakukan kombinasi sehingga tidak serta merta dari perbankan saja. Akan tetapi juga dari pasar modal melalui penerbitan surat berharga. "Kita memproyeksikan bahwa industri terutama untuk fundraising masih akan tumbuh sekitar 10-12 persen," ungkapnya di Jakarta, Rabu (19/12).

Bila melihat di tahun 2018, lanjut Hoesen, rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) bertambah sekitar 11 persen dari 7,6 triliun rupiah menjadi 8,45 triliun rupiah per hari. Diharapkan dengan berbagai inisiatif akan meningkatkan lagi turn over transaksi di Bursa. "Harapan kita masih akan tumbuh dan mungkin lebih dari 12 persen pertumbuhan rata-rata nilai transaksi harian," jelas dia.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, menjelaskan di tengah meningkatnya volatilitas di tahun ini, penghimpunan dana oleh korporasi masih relatif tinggi, khususnya untuk penerbitan surat utang. Hingga 17 Desember 2018, penghimpunan dana di pasar modal mencapai 162,3 triliun rupiah.

Dari sisi jumlah emiten baru telah mencapai rekor tertinggi sepanjang tahun ini sebanyak 59 emiten. Sedangkan dana kelolaan (Asset Under Management/AUM) di industri pengelolaan investasi per 14 Desember 2018 mencapai 734,9 triliun rupiah atau meningkat 8,01 persen dibandingkan akhir tahun 2017. Adapun untuk total AUM reksa dana saja mencapai 503,84 triliun rupiah di akhir November 2018.

Adapun per 14 Desember 2018, investor asing masih membukukan net buy sebesar 6,2 triliun rupiah. Perkembangan ini, menurut Wimboh, sejalan dengan yang terjadi di pasar keuangan domestik. Selain itu per 18 Desember 2018, koreksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mereda menjadi 4,31 persen secara year to date (ytd).

Bahkan yield Surat Berharga Negara (SBN) sudah mulai turun di kuartal keempat tahun ini, meskipun secara ytd yield masih naik 165 basis poin (bps). "Kami terus mencermati risiko yang mungkin terjadi pada pergerakan ekonomi baik di global dan domestik untuk menjaga agar kinerja sektor keuangan tetap tumbuh," imbuh dia

Menurut Wimboh, kenaikan yield mengurangi pendanaan di pasar modal. Sebab bila yield naik tinggi maka akan lebih mahal sehingga mendapatkan cash flow yang lebih sedikit.

Baca Juga :
Layanan Asuransi

"Tahun lalu yield 7 persen dan sekarang jadi 8 persen berarti 100 bps lebih mahal. Ini membuat orang wait and see" pungkasnya. yni/AR-2

Penulis : Yuni Rahmi

Komentar

Komentar
()

Top