Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pencetus Aliran Mazhab Seni Rupa Baru

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pelukis yang lahir di di Blitar, Jawa Timur, 26 Mei 1951 ini adalah seorang seniman pelukis dan budayawan Indonesia. Terlahir dengan nama R. Soehardi ia adalah salah satu pelukis aliran ekspresioneis yang terkenal dan aktivis lintas seni dan kebudayaan di Indonesia. Tanggal 5 Desember 1978 merupakan babak sejarah bagi Hardi. Saat itu dia ditangkap dan meringkuk di tahanan Laksusda Jaya, karena lukisan foto dirinya, berukuran 60 x 30 cm, dengan pakaian jendral berbintang dan bertajuk Presiden tahun 2001, Soehardi.

Pamasangan foto dirinya di tengah pemerintah represif dan militeristik Orde Baru merupakan protes dan perlawanan, sekaligus tantangan kepada penguasa. Namun, berkat campur tangan Wakil Presiden Adam Malik saat itu, Hardi dibebaskan.

"Saya dikenal sebagai pencetus aliran atau mahzab 'Seni rupa Baru'. ikon nya presiden RI tahun2001. Karya tahun 1979. Karya saya bertolak dari masalah sosial politik. Saya pencatat sejarah dan aktif melakukannkoreksi lewat demonstrasi dan lain-lain," kata Hardi kepada Koran Jakarta .

Selain melukis, Hardi juga kerap menulis artikel sejak thn 1974, di Sinar Harapan, Kompas, Warta Kota , Majalah Hai , dan sejumlah media terkait persoalan aktual bidang seni, budaya, dan juga sosial politik.

Tulisannya tajam, tapi memberi alternatif solusi. Ditanya mengenai pembeli atau kolektor lukisannya, Hardi mengatakan, ratusan yang mengoleksi lukisan karya, "Kolektor besar yang membeli karya saya adalah Ez Halim, dia punya 150 karya saya. Lalu, Fadli Zon punya 40-an karya.

Seluruh kolektor saya lebih 200 orang sejak tahun 1975- hingga sekarang ," ungkapnya.

Hardi juga mengungkapkan, penemuannya atau mengkreasi pusaka Keris dan kujang yang dikenal sebagai Jangker, yang merupakan persembahan rekonsiliasi budaya atas trah Kerajaan Pajajaran dan Kerajaan Majapahit.

"Dari situ saya dapat gelar tertinggi dari Kraton Solo yaitu Kanjeng Pangeran Hardi Danuwijoyo..dan saya berani memakai gelar ini, karena saya sangat membanggakan bagi trah Jowo, melebihi gelar profesor,doktor dan gelar akademis lainnya," papar Hardi.

Dalam konteks kesenian, Hardi mengatakan, kesenian harus punya patron ,yaitu negara . "Bung karno , Suharto , adalah patron kesenian.karena itu kesenian apapun maju pesat ," katanya.

Menurut Hardi di era reformasi, negara sibuk bersiasat politik. Politisi dangkal menguasai media. Seni termarginalkan.Wayang Orang Mati, Ketoprak mati, Ludruk mati. Ini sangat menyedihkan bangsa tak punya identitas budaya, karena banyak yang mati. sur/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top