Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Keuangan Negara

Penarikan Utang Akan Bebani Generasi Mendatang

Foto : Sumber: Kemenkeu – Litbang KJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Upaya pemerintah menstimulasi perekonomian dari dampak pandemi Covid-19 dengan menarik utang baru dikhawatirkan akan menyebabkan stok utang semakin membengkak.

Bahkan dengan perkiraan terjadi penambahan utang rata-rata 100 triliun rupiah lebih tiap tahun, maka pada 2022 mendatang, utang sudah berpotensi mencapai 8.000 triliun rupiah lebih.

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, di Jakarta, Senin (8/2), khawatir dengan peningkatan utang tersebut karena akan membuat ruang fiskal semakin sempit karena anggaran untuk membayar cicilan dan bunga utang terus meningkat.

"Ruang fiskal pemerintah semakin sempit dan beban dari utang itu akan ditanggung generasi Indonesia mendatang," kata Esther.

Dia mengingatkan agar penarikan utang betul-betul menjadi alternatif terakhir, jika pemerintah sudah tidak punya upaya lain. Sepanjang masih bisa melakukan efisiensi belanja dan memaksimalkan piutang, maka utang hanya untuk menambal kekurangan dari efisiensi dan penagihan piutang yang belum tertagih.

Selain itu, pemerintah, jelasnya, bisa melakukan moratorium obligasi rekapitalisasi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang selama ini bunganya terus membebani anggaran. Padahal, dana tersebut untuk menalangi beberapa korporasi saat krisis moneter 1998 yang lalu.

"Jika yang dimoratorium seperti obligasi rekap yang digunakan untuk menyuntik segelintir pengusaha saat krisis moneter 1998, itu berarti pemerintah punya piutang kepada pengusaha tersebut. Pemerintah bisa menagih, kemudian dana tersebut digunakan untuk bayar utang," kata Esther.

Jebakan Utang

Sebelumnya, Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, mengatakan pemerintah Indonesia harus berupaya memulihkan ekonomi dengan mendorong moratorium utang yang membebani keuangan negara.

"Beberapa lembaga seperti Bank Dunia sudah menyerukan moratorium. Ini harus jadi momentum meringankan keuangan dengan mengajukan moratorium, jangan sungkan untuk mengajukan," kata Badiul.

Moratorium, jelasnya, lebih tepat ketimbang terus menarik pinjaman untuk membiayai defisit APBN yang membengkak. Jika tidak diikuti dengan strategi pengelolaan utang yang tepat, akumulasi utang akan terus membengkak dan berpotensi menjadi jebakan utang (debt trap).

"Moratorium utang harus dilakukan agar tidak mengarah ke kondisi yang buruk, seperti gagal bayar atau default yang menyebabkan reputasi negara lebih buruk ketimbang meminta moratorium," katanya.

Baca Juga :
Raker Kemenkumham

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih mempunyai kewajiban hukum menagih piutang negara yang berasal dari penyaluran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Kewajiban menjalankan hak tagih tersebut karena selama ini tidak pernah dilakukan, padahal tagihannya masih aktif karena Presiden sampai saat ini tidak pernah menghapus piutang tersebut.

"Itu jelas kok disebutkan di Undang-Undang Perbendaharaan Negara, dan itu menjadi kewajiban Menkeu menagihnya. Kenapa selama ini tidak ditagih?" katanya. n ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top