Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Rekayasa Iklim

Penangkap CO2 Bisa Cegah Pemanasan Global

Foto : REUTERS/Arnd Wiegmann

Foto dokumentasi pada 18 Juli lalu memperlihatkan fasilitas penangkap karbon dioksida (CO2) milik Climeworks terpasang di atap kilang insinerasi di Kota Hilwil, Swiss. Teknologi penangkap CO2 dinyatakan para ilmuwan bisa membantu mencegah pemanasan global.

A   A   A   Pengaturan Font

OSLO - Sejumlah Ilmuwan di Swiss, Kanada, Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Belanda, saat ini mulai mengkaji sebuah terobosan teknologi penangkap karbon dioksida (CO2) yang bisa merekayasa iklim sebagai bagian dari upaya mencegah pemanasan Bumi secara global.

Mulai dengan mengkaji penggunaan kipas angin raksasa untuk menyedot CO2 dan menyiapkan balon untuk menyebarkan gas kimia yang bisa meredupkan pancaran sinar matahari, teknologi-teknologi ini dipercaya bisa merekayasa iklim dan mendinginkan temperatur di permukaan Bumi.

Walau penerapan teknologi ini amat berisiko dan amat mahal, namun kajian kelaikannya amat penting agar bisa memenuhi target dari kesepakatan perubahan iklim Paris 2015 bagi mengatasi pemanasan global yang dipercayai para ilmuwan bisa menyebabkan banyak gelombang panas, kondisi curah hujan yang amat ekstrem, serta kenaikan permukaan air laut.

Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan target tersebut amat sulit dan tak semudah membalikkan tangan dengan mengurangi emisi dari pabrik-pabrik maupun kendaraan, apalagi Presiden Donald Trump menarik AS dari kesepakatan global tersebut.

"Para ilmuwan terus memeras otak untuk mencari jalan lain bagi menurunkan temperatur Bumi," demikian diwartakan kantor berita Reuters pada Rabu (26/7) saat reporternya membuat liputan di Zurich, Swiss, tentang kiprah perusahaan Climework yang mengembangkan teknologi penangkap CO2.

Climework memulai sebuah proyek perdana di dunia yang sejak Mei lalu menggunakan kipas angin raksasa untuk menangkap gas-gas rumah kaca dan menyaringnya menjadi gas yang memiliki nilai komersial. Untuk permintaan layanan "menangkap" CO2 sebanyak satu ton, Climework bisa meraup keuntungan senilai 600 dollar AS. Saat berproduksi dengan kapasitas penuh pada akhir tahun ini, Climework bisa menyaring 900 ton CO2 dalam kurun waktu setahun berproduksi.

Keuntungan Climework diambil dari penjualan gas yang berfungsi sebagai pupuk bagi perkebunan tanaman seperti tomat dan timun, serta menjual gas CO2 bagi sejumlah perusahaan minuman berkarbonasi. Saat ini pun Climework tengah menjajaki kerja sama dengan perusahaan pembuat mobil Audi yang berharap bisa menggunakan gas karbon untuk bahan bakar sintesis yang ramah lingkungan.

"Kami berambisi untuk menangkap satu persen dari emisi karbon global buatan manusia per tahunnya pada 2025 nanti dan memangkas biaya layanan jadi 100 dollar AS per tonnya," kata direktur dan penggagas Climework, Jan Wurzbacher. "Sejak ada Kesepakatan Paris, bisnis kami mengalami perubahan amat drastis dengan membludaknya investor," imbuh dia.

Redupkan Sinar Matahari

Teknologi rekayasa iklim terbaru lainnya yang saat ini tengah dikembangkan lewat sebuah proyek riset oleh ilmuwan dari Harvard University, AS, yaitu teknologi bagi meredupkan pancaran sinar matahari untuk "mendinginkan" temperatur di permukaan Bumi. Eksperimen teknologi ini baru akan diujicobakan di atas angkasa Arizona pada 2018.

"Jika Anda berkeyanian bisa menurunkan temperatur sebanyak 1,5 derajat, yang Anda butuhkan adalah sebuah teknologi geo-teknik surya," kata David Keith, ilmuwan dari Harvard.

Dalam eksperimennya, Keith bersama timnya akan melepaskan 2 kilogram material peredup sinar matahari seperti kalsium karbonat di atas ketinggian dengan menggunakan balon udara dan melihat efeknya mikrofisika di lapisan stratosfir.

Mendesaknya solusi untuk mengatasi peningkatan pemanasan global, para ilmuwan menyakini teknologi-teknologi rekayasa iklim ini bisa membantu dan memiliki risiko yang amat minim, walau masih diperlukan langkah-langkah bagi studi kelaikan dan kajian dampak bagi lingkungan hidup.

Selain metode yang dikemukakan ilmuwan di Harvard, ada metode geo-teknik lain seperti menciptakan awan yang bisa memantulkan sinar matahari dengan memancarkan kabut air laut, namun metode ini bersifat lokal. Rtr/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top