Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Lingkungan Hidup I RDF Jauh Lebih Hemat daripada ITF

Pemusnahan Sampah Disetop Buat Hemat Anggaran

Foto : ANTARA/HO-DLH DKI Jakarta

Arsip area pengeringan sampah lama untuk diproduksi menjadi bahan bakar alternatif (RDF) di TPST Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, Senin (13/2/2022).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta tak mau mengucurkan dana tiga triliun rupiah tiap tahun bila proyek pemusnahan sampah atau intermediatetreatment facility (ITF) Sunter. "Saya tidak mau menghabiskan dana tiga triliun tiap tahun untuk membiayai ITF," ujar Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, Kamis (10/8).

"Kalau dihitung-hitung masa iya setahun Pemprov DKI harus mengeluarkan tiga triliun," kata Heru. Biaya operasional yang dinilai terlalu besar itu membuat Heru memutuskan untuk menghentikan proyek tersebut.

Dia mengaku tidak anti dengan ITF, asalkan sifatnya kerja sama bisnis (business to business/B to B) dengan catatan tidak ada bebantipping feebagi Pemprov DKI. "Kita tidak punya uang buat biaya seperti itu," ucapHeru.

Tipping feemerupakan biaya yang dibebankan kepada pemerintah daerah untuk mengumpulkan sampah dari rumah ke tempat pengolahan. Ya, intinya Pemda DKI tidak sanggup bayartipping fee. Sementara waktu dia fokus ke RDFuntuk mengatasi persoalan sampah.

Pernyataan Heru ini bertentangan dengan ucapan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto. Sebelumnya, Asep menegaskan tidak akan membatalkan pembangunan fasilitasITF diSunter, Jakarta Utara.

"Tidak dibatalkan, tapi saat ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih fokus kepada pengolahan sampah menjadi bahan bakar atau refuse derived fuel alias RDF," kata Asep. Menurut Asep, RDF paling cocok untuk mengolah sampah Jakarta karena biayanya jauh lebih murah.

Pemprov DKI Jakarta sebenarnya sudah mengalokasikan anggaran sebesar 577 miliar dari APBD 2023 sebagai modal awal pengerjaan ITF Sunter. Namun, karena Pembangunan ITF dinilai memakan anggaran yang cukup besar maka harus dikesampingkan terlebih dulu.

Rasional

Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Jakarta, Ida Mahmudah, menilai pembangunan pengolahan sampah menjadi bahan bakar RDF terbilang rasional untuk mengatasi persoalan sampah Ibu Kota. "Saya menegaskan penanganan sampah dengan cara RDF menjadi pilihan terbaik dan rasional saat ini," kata Ida.

Sebagai mitra kerja Dinas Lingkungan Hidup, Ida mendukung kebijakan tersebut agar terus digencarkan. Dia juga minta Heru Budi Hartono segera mencabut penugasan pembangunan RDFdari PT Jakpro (Perseroda) dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya. Ida mendorong pengalihan ke Dinas Lingkungan Hidup DKI.

"Saat ini memang RDF belum bisa maksimal dengan target 2.000 ton per hari, tapi dalam beberapa bulan ke depan target tersebut akan tercapai," ungkapnya. Lebih jauh, Ida menambahkan, dengan pengolahan sampah RDF mencapai 2.000 ton per hari hanya diperlukan subsidi 54 miliar per tahun.

Sedangkan pengadaan fasilitas pengelolaan sampah dalam kota melalui ITF diperlukan biaya pengolahan (tipping fee) sekitar dua triliun per tahun. Jadi, tentunya RDFlebih ekonomis. Jika dirinci,tipping feemenghabiskan 800 ribu per ton. Jadi, bisa mencapai dua triliun per tahun. Bayangkan saja kontraknya hingga 30 tahun. Belum lagi, pembangunan ITF memerlukan biaya empat triliun hingga lima triliun rupiah.

"Belum lagi ada klausul kenaikantipping feemulai tahun ketiga yang bisa tujuh sampai sepuluh persen besarannya. Belum lagi residu dari ITF ini," ujarnya. Ida menilai penanganan sampah menggunakan ITF akan banyak menyedot Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang sejatinya uang rakyat.

Menurut hematnya, Penyertaan Modal Daerah (PMD) yang sudah dikucurkan untuk pembangunan ITF senilai 577 miliar bisa dialokasikan untuk pembangunan RDF. Maka dari itu, Ida mendukung pembangunan RDF Jakarta Barat dan Jakarta Utara.

Kalau DKI punya RDF di tiga wilayah kota saja, misalnya, Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur atau Jakarta Selatan, bisa menangani masalah sampah hingga 7.500 ton per hari.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Aloysius Widiyatmaka

Komentar

Komentar
()

Top