Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pemindahan Ibu Kota Negara

A   A   A   Pengaturan Font

Wacana pemindahan ibu kota dari Jakarta kembali mencuat setelah Presiden Joko Widodo menggelar rapat khusus di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/4). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengajukan tiga opsi kepada Presiden. Dari tiga opsi itu, Presiden Jokowi memilih opsi terakhir, yakni memindahkan ibu kota ke luar Jawa.

Ada tiga wilayah yang potensial menjadi ibu kota negara di luar Jawa, yakni Sumatera bagian timur, Kalimantan, dan Sulawesi bagian selatan, khususnya Sulawesi Selatan. Hingga saat ini, pemerintah belum memutuskan wilayah mana yang akan dipilih.

Tetapi, pemerintah telah menetapkan sejumlah kriteria yang harus dimiliki suatu daerah untuk menjadi Ibu Kota baru, di antaranya daerah tersebut harus memiliki lahan yang luas untuk membangun sebuah kota baru.

Untuk memindahkan ibu kota ke wilayah lain diperlukan lahan seluas 40.000 hektar dan dana mencapai 466 triliun rupiah. Lahan seluas 40.000 hektare dibutuhkan untuk menampung 1,5 juta jiwa penduduk baru yang terdiri dari seluruh aparatur sipil negara termasuk anggota TNI-Polri.

Selain itu, wilayah tersebut harus bebas bencana gempa bumi, gunung berapi, tsunami, banjir, erosi, maupun kebakaran hutan dan lahan gambut.

Pembahasan tentang pemindahan ibu kota ini telah dimulai sejak era Presiden Soekarno. Pada 1950, Soekarno mewacanakan Palangka Raya, Kalimantan Tengah, sebagai ibu kota alternatif. Tetapi, Soekarno pula yang menutup kemungkinan menjadikan Palangka Raya sebagai ibu kota. Dalam pidato peringatan ulang tahun ke-437 Jakarta, tanggal 22 Juni 1964, Soekarno akhirnya menetapkan Jakarta sebagai ibu kota negara lewat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1964.

Di era Presiden Soeharto, muncul kembali gagasan menjadikan daerah Jonggol, Bogor, sebagai ibu kota negara. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melangkah lebih maju dengan membentuk sebuah tim khusus yang bertugas mengkaji pemindahan ibu kota. Namun, selama dua periode pemerintahannya, hasil kajian tak pernah diungkap ke publik. Di era Jokowi kembali dilakukan pembahasan serius di Sidang Kabinet.

Pemindahan ibu kota memang perlu dibahas secara serius. Kian hari, beban Jakarta kian berat sebagai pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Jakarta telah menyedot jutaan orang dari berbagai daerah untuk datang dan tinggal. Alhasil, Jakarta yang pada era kolonial dirancang hanya untuk 600 ribu jiwa, hari ini dipadati oleh puluhan juta penduduk.

Kepadatan penduduk ini membuat Jakarta tak lagi ramah. Polusi, kemacetan, banjir, hingga kemiskinan jadi persoalan yang tak hanya mengancam warganya, namun juga menguras keuangan pemerintah provinsi dan pusat. Beban berat Jakarta inilah yang menjadi alasan Presiden Jokowi kembali mewacanakan pemindahan ibu kota ini.

Memindahkan ibu kota ke luar Jawa akan memudahkan penataan Jakarta dan kawasan mega-urban Jabodetabek. Selain itu, dengan dipindahkannya ibu kota ke luar Jawa maka secara tidak langsung pemerintah menghentikan pemborosan ekonomi akibat kemacetan yang menyedot dana puluhan triliun rupiah setiap tahun. Kemacetan tidak mungkin hanya bisa dipecahkan melalui pengadaan dan perbaikan prasarana dan sarana maupun teknik rekayasa transportasi metode mutakhir.

Baca Juga :
Bonus Thomas Cup

Pemindahan ibu kota akan menyelamatan lahan subur pertanian di Jawa dan menjaga konsistensi komitmen terhadap kebijakan ketahanan pangan nasional. Selain itu, langkah itu menjadikan Indonesia memiliki kota publik kelas dunia untuk mendekati kesejajaran dengan negara-negara lain. Pemindahan ibu kota juga dapat mewujudkan rasa adil dan menghilangkan diskriminasi pembangunan antarwilayah di tataran nasional sebagai modal untuk memperkuat kembali rasa satu bangsa.

Komentar

Komentar
()

Top