Nasional Luar Negeri Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona Genvoice Kupas Splash Wisata Perspektif Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pemilu 2024 Diprediksi Sarat Pelanggaran

Foto : ISTIMEWA

pemilu

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti memprediksikan empat pelanggaran yang perlu diwaspadai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), baik di tingkat pusat maupun daerah, dalam pelaksanaan Pemilu Serentak 2024.

"Kira-kira ada sekitar empat pelanggaran," kata Ray dalam podcast Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN) bertajuk "Seleksi Bawaslu: Menjawab Tantangan Pemilu 2024", sebagaimana dipantau dalam kanal YouTube RKN Media di Jakarta, Selasa.

Keempat dugaan pelanggaran pemilu tersebut, menurut dia, ialahpolitik uang, politik identitas, aparatur sipil negara (ASN) yang tidak profesional, dan keberpihakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada pihak tertentu.

Politik uang, kata Ray, merupakan pelanggaran selalu terjadi dalam setiap penyelenggaraan pemilu di Indonesia, khususnya sejak Pemilu 2014, Pemilu 2019, hingga Pilkada 2022. "Ini satu penyakit lama yang tidak kunjung sembuh," tambahnya.

Selanjutnya, terkait politik identitas, dia mengatakan jenis pelanggaran itu mulai muncul di Pemilu 2014, yang kemudian semakin marak terjadi di Pilkada DKI Jakarta 2017 serta masih ditemukan pula di Pemilu 2019 dan Pilkada 2020. "Tidak menutup kemungkinan pula pelanggaran itu terjadi kembali di Pemilu 2024," katanya.

Berkenaan dengan ASN yang tidak profesional, yakni berpihak pada calon tertentu, Ray menilai pelanggaran tersebut mulai terjadi di Pilkada 2020. Walaupun keberpihakan ASN pada calon tertentu di pemilu itu bisa dilaporkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), lanjutnya, namun aparatur negara itu tidak merasa takut terhadap sanksi atau hukuman yang diberikan. Sehingga, pelanggaran pemilu yang berkenaan dengan profesionalitas ASN bisa kembali terjadi di Pemilu 2024.

Sementara itu, soal keberpihakan KPU, dia menjelaskan pelanggaran tersebut mulai terjadi setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kembali menetapkan bahwa rekomendasi sanksi dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terhadap pelanggaran penyelenggara pemilu dapat diperkarakan di pengadilan tata usaha negara (PTUN).

Setelah putusan MK tersebut, beberapa gugatan yang diajukan ke PTUN sebagian besar menang, sehingga rekomendasi DKPP dianggap tidak terlalu mengerikan bagi pihak penyelenggara yang melakukan pelanggaran. "Oleh karena itu, mungkin karena hal ini, potensi pelanggaran di lingkungan KPU bisa terjadi," ujarnya.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top