Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pemerintah Tangani Sampah Pilih Pendekatan Circular Economy

Foto : istimewa

Bagong Suyoto

A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Bagong Suyoto

Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas)

Ketua Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup dan Persampahan Indonesia (YPLHPI)

SAMPAH/LIMBAH ketika masih sedikit cukup ditangani di pekarangan sendiri, seperti yang dilakukan orang desa/kampung di seluruh Indonesia. Ketika sampah sudah semakin banyak, 8.000-10.000 ton per hari membuat pusing kepala. Apalagi timbulan yang banyak tersebut hanya ditumpuk dan ditumpuk di TPST/TPA.

Sampah yang semakin banyak itu lama kelamaan akan menimbulkan pecemaran lingkungan (udara, air dan tanah) massif, ancaman kesehatan masyarakat, merusak estetika, konflik sosial vertikal horizontal dan merendahkan harkat martabat mansuia. Pengelolaan sampah yang buruk akan menimbulkan tragedi lingkungan dan kemanusian.

Sekarang sejumlah kabupaten/kota di Indonesia mengalami kewalahan dan kedodoran menangani sampah dari berbagai sumber hanya bisa di tumpuk di pinggir-pinggir jalan, lahan kosong, dll. Buntutnya warga protes karena bau, penuh lalat dan belatung, serta air lindi mengalir ke aera sekitar! Karena TPST/TPA sampah dalam kondisi buruk, buka tutup alias darurat. Kasus tersebut melanda Yogyakarta, Bandung Raya, Kota Depok, Tangerang Selatan, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kota Pekalongan, dll.

Sehingga perlu solusi komprehensif, riel dan cepat dalam menangani permasalahan sampah. Sampah diproduksi semua orang. Maka pemilik sampah harus bertanggungjawab mengelolanya.

Dalam buku kajian "Daur Ulang Plastik dan Kertas Dalam Negeri", yang diterbitkan oleh Ditjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2021) meletakkan circular economy sebagai tema sangat urgen. Istilah tersebut menjadi trend dunia dalam menangani sampah. Karena di sini ada jawaban ekonomi dan ekologi.

Ekonomi sirkular (economy circular) merupakan salah satu prioritas pemerintah RI dalam upaya meningkatkan kualitas pengelolaan sampah dan mendorong pertumbuhan daur ulang. Pendekatan ekonomi sirkular memiliki tujuan utama untuk meminimalisasi beban sampah yang masuk ke lingkungan (solusi ekologi) - sekaligus mengoptimalkan nilai recovery dari berbagai jenis sampah untuk dimanfaatkan oleh industri (solusi ekonomi).

Salah satu tantangan utama mewujudkan ekonomi sirkular adalah kolaborasi. KLHK menyadari bahwa pendekatan hulu hingga hilir sangat penting, agar terjadi sinergi dari peran para pemangku kepentingan. Koordinasi dan keterlibatan lintas sektor dan lintas lembaga juga merupakan Langkah strategis dalam mencapai tujuan bersama.

Dalam konteks ekonomi sirkuler Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) menyusun "Peta Jalan dan Rencana Aksi Ekonomi Sirkular di Indonesia 2025-2045". Substansi apa yang dimaksud dalam roadmape itu.

Target-target implementasi ekonomi hijau dan ekonomi sirkular telah tertuang di dalam perencanaan pembangunan nasional ke depan, baik Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Dengan disertakannya ekonomi hijau dan ekonomi sirkular pada rencana pembangunan, maka ini menunjukkan komitmen jangka panjang Indonesia dalam melakukan transformasi ekonomi dari business-as-usual menjadi lebih berkelanjutan.

Ekonomi sirkular lebih luas dari sekedar pengelolaan sampah dan daur ulang. Prinsip utama ekonomi sirkular mencakup: (1) Eliminasi limbah/sampah dan pencemaran, (2) Menjaga sumber daya/produk di dalam siklus ekonomi dalam jangka waktu yang selama mungkin, dan (3) Membangun ekosistem yang regeneratif.

Selanjutnya, dalam penerapan ekonomi sirkular, produk dan material dipertahankan melalui proses seperti pemeliharaan, penggunaan kembali, perbaikan, produksi ulang, daur ulang, dan pengomposan. Ekonomi sirkular memisahkan hubungan linear antara aktivitas ekonomi dan konsumsi sumber daya, sehingga pada akhirnya meskipun ekstraksi sumber daya berkurang, pertumbuhan ekonomi tetap dapat meningkat.

Circular economy lahir dari tradisi intelektual, aktivis lingkuan bertemu dengan industry. Bahwa tradisi dan kultur baru penerapan pengelolaan limbah dengan pendekatan Circular Economy di berbagai belahan dunia merupakan era baru. Background historis konsep Circular Economy disajikan dalam kertas kerja "The Circular Economy: What, Why, How and Where", disusun Paul Ekins, Teresa Domenech, Paul Drummond, Raimund Bleischwitz, Nick Hughes, Lorenzo Lotti (UCL Institute for Sustainable Resources, University College London). Basis paper ini dari OECD/EC Workshop OECD/EC pada 5 Juli 2019 di Paris Perancis, dalam serangkaian workshop dengan tajuk "Managing environmental and energy transitions for regions and cities".

Ide circular economy punya dua muara besar, pertama berkaitan dengan flow of materials berkaitan dengan ekonomi, dan kedua perhatian terhadap kondisi ekonomi yang berdampak setiap alur tersebut. Kedua konsep arus utama kembali ke hari-hari awal gerakan lingkungan modern (the modern environmental movement) pada 1960-an dan 1970-an, telah memiliki hubungan simbiotik.

Peta Jalan dan Rencana Aksi Ekonomi Sirkular di Indonesia 2025-2045 mestinya dijadikan bahan untuk melakukan advokasi hingga aras paling bawah. Rencana aksi merupakan kebijakan pemerintah yang akan melakukan pengelolaan mengikuti hierarki dan prinsip dasar pengelolaan sampah.

Apakah peta jalan itu hanya bagus di atas kertas dan sulit dijalan di tingkat lapangan? Perlu dipertanyakan, apakah para perancang/penyusun peta jalan memahami permasalahan hingga tingkatan yang paling bawah? Apakah permasalahan yang ada diberi solusinya?

Persoalan pengelolaan sampah di tingkat sumber dan TPST/TPA akan lebih sulit dan komplek, apalagi penduduknya cukup padat dan tidak memahami circular economy. Dimana tidak ada infrastruktur pemilahan sampah di sumber. Artinya, sampah di tingkat sumber tidak ada perlakuan. Ketika dibawa ke tempat penampungan sementara (TPS) pun tidak ada perlakuan pemilahan.

Seterusnya sampah campuran dimuat truk, tetap tidak ada perlakuan khusus. Truk sampah yang digunakan tetap memuat berbagai jenis sampah, termasuk sampah tercampur sampah elektronik dan yang mengadung bahan beracun dan berbahaya (B3). Sampai di TPST/TPA sampah itu dibuang begitu saja, terus ditumpuk alias dipadatkan oleh alat-alat berat.

Alurnya, pemindahan dan penampungan sampah tanpa perlakukan pengolahan. Sejenis sistem linear: Kumpul-Angkut-Buang. Alur tersebut sedang berlangsung sekarang di hampir kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Sama sekali tidak ada alur circular economy.

Penerapan konsep, pendekatan dan strategi dalam konteks ini harus mengubah mindset, cara berpikir dan perilaku menusia. Bagaimana mengubah cara berpikir dan perilaku manusia dari yang masa bodoh menjadi peduli?

Cara mengubah pola pikir. Kita harus sadar dengan pola yang ada sekarang. Bahwa sampah yang tidak dikelola dan diolah akan merugikan diri sendiri, lingkungan dan kesehatan. Individu dan warga/komunitas harus diajak bicara. Kita harus mencari dukungan dan melibatkan banyak orang untuk berpikir positik. Mereka harus dipaksana keluar dari zona nyaman dan mengubah kebiasan tidak mau menjadi mau mengelola sampah. Dan jangalah takut gagal dengan apa yang kita lakukan.

Untuk mengubah perilaku. Kita harus memberi motivasi kuat. Bisa menunjukkan kenyataan dan dampaknya, jika sampah tidak dikelola dengan baik sesuai peraturan perundahan akan menyebabkan malapetaka sampah, manusia terkubur sampah, kampung terurug sampah, dll. Hal ini bisa diperlihatkan lewat visualisasi. Kemudian memberikan umpan balik dan dukungan positip. Dan, melakukan usaha keras dan kreatif mengelola sampah mulai dari yang kecil. Kita harus memberi contoh dan mengajak bekerja bareng di lapangan.

Circular economy sebagai bagian kebijakan nasional, pemerintah bisa melakukan rekayasa sosial dan memaksa penduduk untuk ikut serta menangani sampah mulai dari sumber. Pemerintah pusat dan daerah harus mensosialisasikan dan melakukan pendampingan secara berkelanjutan.

Pemerintah selama ini tidak paham keinginan dan kebutuhan para pengelolaan sampah di aras bawah, mulai dai warga, pemulung, pelapak, pencacah plastik sampai pabrik daur ulang skala kecil menengah. Pemerintah tidak membuat peta jalan, skema pendanaan, dukungan teknologi yang bersumber dari APBN. Karena bagi kelompok-kelompok pengelolaan sampah sangat sulit mengakses anggaran dari pemerintah. Ujungnya, nanti disuruh pinjam atau kredit ke bank.

Sejumlah pelapak sampah, pencacah plastik dan pabrik proses biji plastik di sekitar TPST Bantargebang dan TPA Sumurbatu mengungkapkan, bahwa dana yang dipakai atau dijalankan berasal dari pinjaman bank. Selama ini mereka mengelola sampah, mulai dari sampah hingga menjadi biji plastik dengan modal sendiri. Artinya, pemerintah tidak peduli.

Padahal apa yang mereka kerjakan sangat serius dan mengucurkan keringat merupakan implementasi circular economy. Mereka sudah berkorban begitu besar. Mestinya, mereka mendapatkan insentif dan penghargaan dari pemerintah.

Ketika harga pungutan berbagai jenis sampah, cacahan palstik turun draktis berbulan-bulan, pemerintah juga tidak peduli. Tidak ada pembelaan secara signifikan dari pemerintah. Mestinya pemerintah mencari sebab-sebab atau akar masalah turunnya harga tersebut. Kemudian melakukan intervensi, menjaga stabilitas harga.

Jika ingin sukses menerapkan circular economy, pemerintah harus menjaga, melindungi, memfasilitasi dan membantu kelompok-kelompok pengelola sampah hingga arus paling bawah. Mereka menciptakan lapangan kerja, pendapatan, bahkan berkontribusi besar terhadap perkembangan daur ulang di Indonesia. Artinya mereka berkontribusi terhadap pendapatan nasional.

Jika pemerintah tidak mempedulikan nasib mereka, circular economy hanya kata-kata tanpa hasil dan perubahan signifikan. Sampah tetap jadi masalah berkelanjutan di Indonesia!!*


Redaktur : Sriyono
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top