Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengembangan EBT

Pemerintah Perlu Batalkan Kontrak Energi Kotor

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah diharapkan segera memerintahkan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk segera membatalkan sebanyak mungkin Power Purchase Agreement (PPA), khususnya untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang bersumber energi primer batu bara.

"Jika Presiden komit dengan transisi ke energi terbarukan dan hijau, tentu konsekuensinya harus segera perintahkan PLN untuk membatalkan banyak PPA itu,"tegas Direktur Ekesekutif Ceri, Yusri Usman kepada Koran Jakarta, Senin (22/11).

Dia beralasan pembatalan itu diperlukan karena program pembangkit 35.000 megawatt (MW) justru membebani keuangan atau cash flow PLN. Selama ini, pembangkit independent power producer (IPP) menggunakan sistem take it pay. Artinya, digunakan atau tidak, PLN wajib membayar ke swasta. "Ini salah satu yang bisa berpotensi membuat PLN bisa bangkrut," terang dia.

Menurut Yusri, pemerintah bisa mengalihkan semua kebijakan ke energi terbarukan. Kemudian, pemerintah dapat memberikan insentif khusus dan mempermudah semua hambatan birokrasi bagi investor yang serius.

Dia menegaskan Indonesia merupakan negara yang paling lengkap memiliki potensi energi baru dan terbarukan (EBT), baik potensi panas bumi, matahari, air, angin, maupun gelombang laut.

Kemarin, Presiden Jokowi memberi arahan kepada Dewan Komisaris dan Dewan Direksi Pertamina serta PLN untuk segera membuat road map transisi energi segera mungkin, dari energi fosil ke energi terbarukan. Presiden dengan tegas mengatakan supaya secepatnya melakukan tahapan transisi dengan benar dan menggunakan tehnologi yang tepat dan efisien, maka kita akan beruntung.

Komitmen Kuat

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia menunjukkan komitmennya untuk berperan secara konstruktif dalam menangani perubahan iklim di banyak forum, terutama forum global. Untuk mendukung komitmen tersebut, pemerintah akan menerapkan mekanisme transisi energi dan pajak karbon untuk APBN berkelanjutan dan ramah lingkungan yang tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

"Kami mengambil beberapa tindakan kebijakan yang sangat sulit karena kami tahu bahwa ini bukan hanya bertahan dan pulih, tetapi kami benar-benar ingin pulih dengan lebih baik. Kami ingin pulih lebih kuat," kata Menkeu.

Pajak karbon berfungsi untuk memastikan bahwa Indonesia bergerak menuju ekonomi hijau yang lebih ramah lingkungan. "Skema pajak karbon ditujukan untuk mengendalikan peningkatan emisi gas rumah kaca di atmosfer," pungkas Menkeu.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top