Pemerintah Harus Berantas Premanisme Guna Memacu Investasi
Ketua Umum HKI Sanny Iskandar - "Mereka ingin itu supaya yang terkait dengan pabrik, dia kan butuh transportasi, catering atau apa, pingin beli ini, beli itu, mau bangun perluasan pabriknya atau apa, mereka itu minta diserahkan ke mereka."
Foto: istimewaJAKARTA - Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia mengaku mengalami kerugian hingga ratusan triliun rupiah karena investor membatalkan penanaman modalnya, bahkan ada yang keluar dari kawasan industri akibat tindakan premanisme dari organisasi kemasyarakatan (ormas).
Ketua Umum HKI Sanny Iskandar, seusai dialog optimalisasi kawasan industri, di Jakarta, Kamis (6/2) ormas tersebut sudah represif dengan mengganggu keamanan, karena masuk ke kawasan industri untuk melakukan demonstrasi. Mereka biasanya meminta diikutsertakan dalam proses pembangunan ataupun aktivitas pabrik.
“Mereka ingin itu supaya yang terkait dengan pabrik, dia kan butuh transportasi, catering atau apa, pingin beli ini, beli itu, mau bangun perluasan pabriknya atau apa, mereka itu minta diserahkan ke mereka,” kata Sanny.
Beberapa investor katanya sudah mengirimkan surat langsung kepada Presiden Prabowo Subianto terkait premanisme ormas, terutama di wilayah seperti Bekasi, Karawang, Jawa Timur, dan Batam.
“Modusnya memang begitu, mereka melakukan unjuk rasa dan segala macam untuk menutup kawasan, sehingga pabrik-pabrik itu nggak bisa keluar, barang-barang nggak bisa masuk, bahan baku nggak bisa masuk, barang jadi nggak bisa keluar,” jelasnya.
Malah ada satu ormas yang sudah melakukan penyegelan pabrik di kawasan industri.
“Kalau lihat fotonya tahulah, bajunya loreng-loreng dan segala macam. Ini yang nyegel bukan polisi, ini ormas. Jadi sudah sampai segitunya,” kata Sanny.
Dia pun meminta Pemerintah menjamin keamanan terutama beberapa kawasan industri yang merupakan objek vital nasional.
Menanggapi pernyataan HKI itu, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Daerah Istimewa Yogyakarta, Tim Aprianto mengatakan fenomena seperti itu bisa terjadi di mana saja apalagi kalau Pemerintah Daerah (Pemda) tutup mata, bahkan tidak mampu menertibkan ormas yang bertindak tidak sesuai prosedur.
“Kuncinya ada pada supremasi hukum. Supremasi hukum saat ini menjadi barang langka. Jangan sampai aparat penegak hukum (APH) atau oknum tertentu malah terlibat dalam premanisme seperti ini,” kata Aprianto.
Menurut dia, Pemda harus memberikan kemudahan perizinan dan menjamin kepastian hukum agar investasi dapat tumbuh dengan baik. Saat ini, masalah utama yang dihadapi dunia usaha di daerah bukan hanya premanisme, melainkan kompleksitas perizinan yang masih menjadi hambatan utama.
“Yang terjadi di daerah lebih banyak terkait perizinan yang masih kompleks. Kalau mau bicara premanisme, perlu ada bukti nyata. Misalnya, dalam proses perizinan AMDAL, banyak pengusaha yang mengeluhkan mekanisme yang panjang dan tidak terstruktur waktunya. Ini menyebabkan suap terjadi. Apakah suap ini bisa disebut premanisme?” tambahnya.
Bagi pelaku usaha yang tidak melakukan suap sering menghadapi proses yang sangat lama, bahkan bisa memakan waktu dua tahun dengan biaya mencapai 1-2 miliar rupiah tanpa kepastian yang jelas. Kondisi itu berbeda dengan negara-negara lain seperti Vietnam dan Timur Tengah, di mana kepastian hukum dan kemudahan berusaha dijamin negara.
“Investasi butuh kepastian, dan prasyaratnya adalah penegakan hukum yang tegas. Presiden seharusnya menjadikan supremasi hukum sebagai agenda utama agar tidak ada ketimpangan dalam penerapannya. Masalah suap dan premanisme yang menghambat investasi harus segera dilibas,” tegasnya.
Biaya Mahal
Sementara itu, peneliti ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengatakan keresahan HKI itu sebagai bukti ada masalah krusial dalam upaya meningkatkan investasi. Bukan di masalah tenaga kerja, tetapi dari pengutan tidak perlu seperti pungutan ormas.
“Pungutan seperti ini yang membuat biaya investasi di Indonesia menjadi mahal,”tegas Huda.
Kalau biaya ekonomi mahal, investor malas datang ke Indonesia. Bukan hanya ormas yang minta uang preman, tetapi birokrasi juga masih terjadi. Padahal kawasan industri perlu tenant untuk mengisi kawasan mereka.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Kepala Otorita IKN Pastikan Anggaran untuk IKN Tidak Dipangkas, tapi Akan Lapor Menkeu
- 2 Presiden Prabowo Pastikan Pembangunan IKN Akan Terus Berlanjut hingga 2029
- 3 SPMB Harus Lebih Fleksibel daripada PPDB
- 4 Danantara Jadi Katalis Perekonomian Nasional, Asalkan...
- 5 Polemik Pagar Laut, DPR akan Panggil KKP