Pemerintah Dorong Hilirisasi Komoditas Rempah
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyebut rempah bisa diolah untuk industri bumbu, selain juga untuk masuk rantai pasok bagian industri farmasi, makanan-minuman, dan industri kecantikan.
Foto: ISTIMEWAJAKARTA - Pemerintah terus mendorong hilirisasi sejumlah hasil bumi seperti perkebunan, pertanian, perikanan, dan rempah. Komoditas tersebut tidak boleh lagi diekspor dalam bentuk bahan mentah, melainkan harus melalui proses hilirisasi guna mendapatkan nilai tambah ekonomi. Dalam sebuah diskusi di Bogor, Sabtu (12/10), Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyebut rempah bisa diolah untuk industri bumbu, selain juga untuk masuk rantai pasok bagian industri farmasi, makanan-minuman, dan industri kecantikan.
"Kita harus samakan visi semua pihak untuk merancang bangun desain program mengarah ke hilirisasi rempah," kata dia dalam siaran pers kementerian. Menurut Teten, teknologi untuk melakukan hilirisasi rempah juga tidak sulit, terlebih Kemenkop UKM telah membangun pabrik-pabrik skala kecil dan menengah untuk mengolah sumber daya alam yang ada menjadi produk setengah jadi atau jadi. Sebagai contoh, Teten menyebut nilam Aceh kini telah diolah menjadi minyak atsiri berkualitas tinggi yang memenuhi standar industri. Minyak nilam Aceh bahkan sudah bisa diekspor langsung ke Paris untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan parfum.
Indonesia, kata dia, saat ini memasok sekitar 80 persen kebutuhan nilam dunia untuk industri parfum. Selain nilam, juga sudah ada hilirisasi komoditas cabai yang diolah menjadi pasta. Begitu juga dengan cokelat yang sudah ada pabrik pengolahannya. "Rempah bisa dikembangkan dan diolah menjadi bumbu untuk masuk ke pasar dunia. Makanan Indonesia masih tertinggal bila dibanding Thailand dan Vietnam. Mereka jauh dikenal masyarakat dunia," kata Teten.
Dia mengakui saat ini industri rempah-rempah Indonesia masih menghadapi berbagai persoalan serius. Di antaranya, ketidakstabilan harga, kurangnya infrastruktur pendukung, permasalahan akses pasar, serta pengelolaan lingkungan yang kurang memperhatikan prinsip keberlanjutan. "Rantai suplai yang belum terintegrasi dengan baik membuat banyak petani rempah berada dalam situasi ekonomi yang sulit. Sementara produk kita sering kali belum mencapai potensi nilai yang optimal di pasar global," ucapnya.
Dominasi Tiongkok
Pada kesempatan sama, Ketua Umum Dewan Rempah Kejayaan Indonesia (DRKI) Tjokorda Ngurah Agung Kusuma Yudha mengungkapkan hasil survei yang menyebutkan total perdagangan rempah dunia hampir mencapai 42 miliar dollar AS per tahun.
Namun, kata Tjokorda, 80 persen perdagangan rempah dunia dikuasai oleh Tiongkok. Padahal, dari sisi produk dan industri rempah, Indonesia jauh lebih banyak. "Mayoritas milik kita, tapi diperdagangkan di Provinsi Yulin, China," kata Tjokorda. Oleh karena itu, Tjokorda berharap proses hilirisasi di industri rempah nasional bisa berjalan, seperti yang terjadi di hilirisasi sektor tambang. "Sekarang ini, ekspor rempah kita masih barang mentah, dan itu sendiri-sendiri atau negara terlibat di dalamnya. Pelaku usahanya melakukan jual beli sendiri, dan kita tidak pernah mendapat nilai tambah dari rempah ini," kata Tjokorda
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Antara
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Akhirnya Setelah Gelar Perkara, Polisi Penembak Siswa di Semarang Ditetapkan Sebagai Tersangka
- 2 Jakarta Luncurkan 200 Bus Listrik
- 3 Krakatau Management Building Mulai Terapkan Konsep Bangunan Hijau
- 4 Kemenperin Usulkan Insentif bagi Industri yang Link and Match dengan IKM
- 5 Indonesia Bersama 127 Negara Soroti Dampak dan Ancaman Krisis Iklim pada Laut di COP29