Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Regulasi Perkebunan - Sampai Saat ini, Ditjen Perkebunan Himpun 1.380 Perizinan

Pemerintah Digitalisasi Perizinan

Foto : ANTARA/SENO

Pekerja menata buah naga saat panen di Desa Sumberasri, Purwoharjo, Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (22/12). Buah naga tersebut dipasarkan ke Semarang, Solo, dan Jakarta dengan harga 5.500 rupiah per kilogram di tingkat petani.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Pertanian RI mengembangkan aplikasi Sistem Informasi Perizinan Perkebunan (Siperibun) untuk memperbaiki tata kelola sawit. Sebab, selama ini, tata kelola perizinan dan regulasi dianggap masih merugikan pelaku usaha perkebunan, terutama sawit.

Dirjen Perkebunan, Bambang, di Jakarta, Jumat pekan lalu, mengatakan sejauh ini jumlah perizinan yang dihimpun Ditjenbun mencapai 1.380 perizinan dengan jumlah pelaku usaha 2.121 perusahaan di 13 provinsi dan 97 kabupaten.

"Ada tiga fungsi Siperibun yaitu integrasi data dan informasi perizinan usaha perkebunan di skala nasional, membuat instrumen pembinaan dan pengawasan perizinan usaha perkebunan, ditambah lagi koordinasi dan informasi bagi kementerian/ lembaga, pemerintah daerah dan masyarakat," katanya.

Bambang menambahkan, pihaknya juga mengembangkan e-STDB melalui SK Dirjenbun Nomor 105/2018 mengenai Pedoman Penerbitan STDB. Selain itu, dibuat pula konsolidasi data-data perkebunan supaya dapat lebih bersinergi untuk mendukung program-program prioritas pemerintah. Karena itu, Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian membentuk Taskforce Database Pekebun.

Sebelumnya dalam Dialog Akhir Tahun Majalah Sawit Indonesia bertajuk Membenahi Tata Kelola Sawit Nasional, di Jakarta, Rabu (19/12) terungkap pemerintah diminta membenahi tata kelola sawit terutama dari aspek perizinan dan regulasi yang merugikan pelaku usaha perkebunan. Ketidakberesan tata kelola dalam hal perizinan menyebabkan banyak terjadi persoalan tumpang tindih penggunaan lahan di daerah.

Pengawasan Daerah

Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Bidang Urusan Organisasi, Kacuk Sumarto, mengatakan banyak regulasi di daerah seperti retribusi dan pungutan yang tidak sesuai dengan regulasi pemerintah pusat. "Sebaiknya perlu sinkronisasi dan pengawasan di daerah baik oleh pemerintah dan KPK," katanya.

Pihaknya meminta pemerintah pusat supaya dapat mengharmoniskan antara aturan di daerah supaya ada kepastian dan kejelasan bagi dunia usaha. Untuk dirinya mengusulkan semua pihak dapat duduk bersama sebagai upaya mengatasi persoalan tersebut dan memajukan Indonesia.

Menanggapi keluhan dunia usaha, Ketua Tim Koordinasi Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bidang Sawit Sulistyanto menyatakan persoalan ketidakjelasan regulasi di daerah maupun pungutan yang memberatkan dunia usaha akan menjadi perhatian lembaganya.

Berdasarkan data KPK, terjadi tumpang tindih HGU dengan izin pertambangan sebanyak 3,01 juta hektare. Tumpang tindih HGU dengan IUPHHK-HTI seluas 534 ribu hektare, dan tumpang tindih HGU dengan IUPHHK-HA seluas 349 ribu hektare.

Dalam temuan KPK, terjadi pengendalian izin tidak efektif (kasus tumpang tindih lahan) dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Sejauh ini tidak ada koordinasi antar pemerintah daerah dengan Kementerian/Lembaga dalam proses penerbitan dan perizinan.

Terkait hal itu, KPK membentuk 9 Koordinator Wilayah (Korwil) di 34 Provinsi, untuk menjerat kepala daerah dalam kasus tindak pidana korupsi. Salah satu tugas Korwil, kata Sulistiyanto, mengawasi berbagai aturan di daerah termasuk ketidakjelasan penerapan di satu daerah.

Menurutnya, pelaku usaha dapat juga memberikan laporan terkait ketidakpastian dalam sebuah regulasi daerah. "Silakan laporkan kepada kami kalau ada ketidakjelasan (aturan) di daerah," katanya.Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top