Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Antisipasi Terorisme - Pemilik “Telegram” Akui Abai Disurati Kemkominfo

Pemblokiran "Telegram" untuk Keamanan Negara

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyatakan pemblokiran terhadap aplikasi media sosial (medsos) Telegram bukan merupakan keputusan serta merta, tetapi berdasar pengamatan lama.


"Pemerintah kan sudah mengamati lama dan kita kan negara yang mementingkan keamanan negara, keamanan masyarakat," kata Presiden Jokowi seusai memberikan kuliah umum di Akademi Bela Negara Partai Nasdem Jakarta, Minggu (16/7).


Ia menyebutkan, di medsos itu ditemukan ribuan yang dikategorikan dapat mengganggu keamanan negara dan keamanan masyarakat. "Bukan hanya satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tapi ribuan. Oleh sebab itu, keputusan itu dilakukan," katanya.


Jokowi mengatakan masih banyak aplikasi medsos yang lain yang bisa digunakan oleh masyarakat.


Mengenai adanya upaya menyaring yang dilakukan pengelola aplikasi medsos itu, Jokowi menyebutkan kenyataannya masih ada ribuan yang lolos dan digunakan, baik digunakan untuk membangun komunikasi antarnegara, untuk hal-hal yang berkaitan dengan terorisme.


Terkait kerja sama pengelola aplikasi dengan pemerintah, Jokowi mengatakan Kemkominfo sudah melakukannya. "Saya kira Menkominfo sudah menyampaikan tidak hanya sekali dua kali saja," katanya.


Sebelumnya, pemerintah Indonesia terhitung mulai Jumat (14/07) resmi memblokir layanan percakapan instan Telegram dengan alasan dapat membahayakan keamanan negara karena tidak menyediakan SOP dalam penanganan kasus terorisme.


Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) telah meminta Internet Service Provider (ISP) untuk melakukan pemutusan akses (pemblokiran) terhadap sebelas Domain Name System (DNS) milik Telegram.


"Pemblokiran ini harus dilakukan karena banyak sekali kanal yang ada di layanan tersebut bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom,

cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia," sebut siaran pers Kementerian Kominfo.


Durov Mengaku


Sementara itu, pemilik dan pendiri aplikasi Telegram, Pavel Durov, mengaku telah menerima pemberitahuan sebelumnya dari Kemenkominfo. Namun, karena tidak cepat memberi respons, vonis pemblokiran pun akhirnya harus diterima Telegram.


Dalam akun resminya, Durov mengakui jika pihak Telegram telah menerima pemberitahuan sebelumnya dari Kemenkominfo. Namun, karena tidak cepat memberi respons, vonis pemblokiran pun akhirnya harus diterima Telegram.


Durov mengakui bahwa banyak orang Indonesia yang menggunakan Telegram, bahkan kini jumlahnya mencapat jutaan.

"Saya kecewa saat mendengar Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia menyatakan akan memblokir Telegram.

Itu terjadi karena Kementerian sebelumnya telah mengirimi kami pesan melalui email tentang konten terkait terorisme di saluran publik Telegram dan tim kami tidak dapat memprosesnya dengan segera," tulis Durov.


Dia juga menyayangkan dirinya abai atas permintaan yang ada pada surat itu dan menyebabkan apa yang disebutnya sebagai miskomunikasi. "Untuk memperbaiki situasi ini, kami telah melakukan tiga langkah solusi," ujar Durov.


Adapun ketiga langkah yang dilakukan Telegram adalah memblokir semua kanal publik yang terkait dengan terorisme, seperti yang telah disampaikan Kemenkominfo, mengirim balasan melalui email untuk membangun komunikasi langsung dengan Kemenkominfo,

yang memungkinkan pihak Telegram dapat bekerja lebih efisien dalam mengidentifikasi dan memblokir propaganda teroris di masa depan,

dan membentuk tim moderator khusus yang menguasai bahasa dan budaya Indonesia sehingga penanganan atas laporan adanya konten terkait teroris dapat dilakukan lebih cepat dan akurat. Ant/fdl/AR-2

Penulis : Antara, Muhamad Umar Fadloli

Komentar

Komentar
()

Top