Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Masa Jabatan I MK Agar Segera Putuskan Soal Masa Jabatan Presiden-Wapres

Pembatasan Kekuasaan Jadi Fondasi Stabilitas Politik

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Jelang Pilpres 2019, MK kembali menguji pasal soal masa jabatan presiden/ wakil presiden. Putusan yang segera sangat penting untuk kepastian politik.

Jakarta - Keluarga besar relawan Jokowi lintas kelompok menyatakan sikap bersama dalam menanggapi tuntutan judicial review di MK terkait Pasal 169 huruf n UU Pemilu sebagai turunan dari Pasal 7 UUD NRI 1945. Pembatasan kekuasan ini dianggap menjadi salah satu pilar demokrasi Indonesia pasca orde baru.

Keluarga besar relawan Jokowi yang terdiri dari Seknas Jokowi, Gojo, Projo, Bara JP, Satu Indonesia, Buruh Sahabat Jokowi, Komunitas APT, Almisbat dan Pos Raya sepakat menganggap, bahwa Pasal 7 UUD NRI 1945 dan UU turunannya yakni Pasal 169 huruf n adalah hasil dari sebuah proses sejarah, dimana bangsa Indonesia sepakat untuk tidak lagi mengulang kesalahan massa lalu, bahwa periode kekuasaan tidak boleh tak terbatas.

Pembatasan inilah yang menjadi salah satu satu fondasi bagi stabilitas politik jangka panjang, suatu kondisi mutlak agar Indonesia mampu merebut kemajuan dan mendorong kesejahteraan rakyat. Sehingga dengan begitu akan menciptakan preseden buruk bagi pemimpin di masa mendatang, baik di tingkat nasional maupun provinsi dan kabupaten/kota. "Kalau sekarang pembatasan kekuasaan ini kita utakatik demi kepentingan satu dua kelompok, maka kita membuka kotak Pandora yang berbahaya," ujar Ketua Relawan Gojo Nusantara Rizal Mallarangeng, di Kantor DPD Golkar, Jalan Cikini, Jakarta, Selasa (24/7).

Menanggapi hal tersebut, Kuasa hukum Wakil Presiden Jusuf Kalla, Irmanputra Sidin dalam diskusi bertajuk 'Kontroversi Masa Jabatan JK' di Warung Daun menyatakan, putusan Mahkamah Konstitusi nantinya terhadap Pasal 169 huruf n yang merupakan turunan dari Pasal 7 UUD NRI 1945 itu tidak menentukan siapa wakil presiden terpilih melainkan hanya memberikan kepastian hukum.

Dalam konteks tersebut, ungkap Irman, tidak ada hubungannya antara pelaku dengan kekuasaan, tidak ada hubungannya dengan isu matinya regenerasi dan tidak ada hubungannya dengan otoritarianisme karena konstitusi sudah membatasi semua itu. Ia menegaskan mengapa Jusuf Kalla masuk sebagai pihak terkait, karena beliau (Jusuf Kalla) selaku warga negara sangat menyadari bahwa perdebatan terkait masa jabatan wapres hanya Jusuf Kalla orang yang tepat menyelesaikan itu tetapi sebagai pihak terkait untuk memberikan keterangan dari persepektif konstitusional agar bisa menstimulasi MK mengambil putusan secepatnya guna menimbulkan kepastian hukum jelang Pemilu 2019. Hal senada disampaikan oleh pakar hukum tata negara Margarito Kamis yang menilai, tersedianya norma hukum yang memungkinkan beliau (JK) menjadi wakil presiden kembali.

Terkait periode masa jabatan presiden/wakil presiden tidak pernah periode jabatan itu lahir dengan konteks berturut- turut atau tidak. Hal ini ia anggap sebagai tafsir politik, bukan tafsir hukum sehingga dimungkinkan menimbulkan perbedaan persepsi setiap Pemilu datang.

Cegah Absolutisme

Sebelumnya Pengamat Hukum dari Pukat UGM Oce Madril menjabarkan, bahwa akar sejarah reformasi adalah untuk merubah tata kelola masa kepresidenan yang berporos pada pusat kekuasaan yang terlalu kuat (executive heavy). Sehingga, kata Oce, bukanlah soal yang mudah untuk membatasi kekuasaan eksekutif kala itu.

"Itulah mengapa UUD 1945 punya akar kuat, kenapa rumusan pasal 7 seperti itu, dibuat sangat jelas dan tidak sumir. karena logika pembatasan itu adalah logika agar tidak terjadi tirani, itupun harus diatur berapa kali seorang penguasa boleh menjabat" kata Oce. Menurut Oce, mengapa hanya jabatan presiden dan wapres yang dibatasi secara konkrit didalam konstitusi? Dan mengapa harus dimasukkan angka 5 tahun dan tambahan hanya untuk satu kali masa jabatan? Karena di Indonesia sistem Presidensil yang akan berkaitan erat dengan konteks absolutisme kekuasaan di lembaga kepresidenan. rag/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top