Pembangkit Listrik Fosil Meningkat 4 Persen jika EBT Stagnan
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap di Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan.
Foto: ZUL KIFLI/AFPPARIS - Sebuah studi pada Rabu (5/10) menemukan bahwa pembangkit listrik dari bahan bakar fosil akan meningkat empat persen jika tidak ada peningkatan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) seperti tenaga angin, matahari, dan tenaga air. Pertumbuhan itu didorong oleh permintaan energi dunia pada paruh pertama 2022.
Seperti dikutip dari Channel News Asia, menyebutkan kalau sumber energi terbarukan dipandang penting dalam upaya global untuk memerangi perubahan iklim, dengan penurunan besar dalam biaya unit pembangkit energi angin dan matahari membantu mempercepat perpindahan mereka ke arus utama.
Tetapi dengan permintaan listrik global yang terus tumbuh, peningkatan energi terbarukan sejauh ini bertindak untuk membatasi jumlah pemakai di dunia yang beralih ke bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan tambahan tersebut.
Dalam analisis barunya, think tank energi Ember, membandingkan data dari enam bulan pertama tahun ini, termasuk invasi Russia ke Ukraina, dan awal dari krisis energi internasional.
Ditemukan bahwa permintaan listrik global tumbuh sebesar 389 terawatt jam (TWh) pada paruh pertama tahun 2022, sementara secara bersama-sama angin, surya, dan hidro meningkat sebesar 416 TWh.
Kabar Buruk
Ember mengatakan itu mencegah kemungkinan peningkatan empat persen dalam pembangkit listrik dari polusi bahan bakar fosil, sambil menghindari biaya bahan bakar 40 miliar dollar AS dan emisi 230 Mt CO2.
"Kita semakin dekat ke titik kritis di mana energi terbarukan dapat memenuhi peningkatan permintaan listrik global saat dunia bergerak ke arah yang lebih dialiri listrik," kata pemimpin program global Ember, Dave Jones.
Hal itu menunjukkan kalau tingkat pemanfaatan tenaga batu bara dan gas tetap tidak berubah.
"Kabar buruknya adalah kita harus sampai ke tahap di mana ada pemotongan dalam setiap tahun di sektor listrik global, itu dimaksudkan untuk menjadi sektor tercepat untuk mengurangi emisi dan kita belum sampai pada tahap itu," ujarnya.
Jones mengatakan harga yang lebih tinggi terutama untuk gas "di sini untuk tinggal", memperkuat daya pikat energi terbarukan.
Namun, laporan Ember juga mencatat peningkatan pembangkit listrik tenaga batu bara dan gas pada Juli dan Agustus, bulan-bulan di mana terjadi lonjakan penggunaan energi saat gelombang panas melanda sebagian besar dunia. "Emisi sektor listrik global masih mendorong tertinggi sepanjang masa ketika mereka seharusnya turun sangat cepat," kata Malgorzata Wiatros-Motyka, analis senior di Ember.
"Dan bahan bakar fosil yang sama yang mendorong kita ke dalam krisis iklim juga menyebabkan krisis energi global. Kami punya solusi: angin dan matahari ditanam di rumah dan murah, dan sudah memotong tagihan dan emisi dengan cepat," ungkapnya.
SB/CNA/E-9
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Presiden Prabowo Meminta TNI dan Polri Hindarkan Indonesia jadi Negara yang Gagal
- 2 Lestari Moerdijat: Tata Kelola Pemerintahan Daerah yang Inklusif Harus Segera Diwujudkan
- 3 Majukan Ekosistem Digital Indonesia, Diperlukan Kolaborasi Pemerintah dan Masyarakat
- 4 Utusan Presiden Bidang Iklim dan Energi Sebut JETP Program Gagal
- 5 Meksiko, Kanada, dan Tiongkok Siapkan Tindakan Balasan ke AS
Berita Terkini
- Fokus Investor Masih Tertuju di AS, Simak Prediksi IHSG
- Hari Ini, MK Gelar Sidang Putusan Dismissal 158 Perkara Sengketa Pilkada
- Cuaca Hari Ini, Sebagian Wilayah Jakarta Diguyur Hujan Siang hingga Sore
- Chelsea Naik Peringkat ke Empat Besar Setelah Kalahkan West Ham 2-1
- Lazio Kembali ke Empat Besar Usai Kalahkan Cagliari 2-1