Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pemanfaatan Gas Metana Percepat Transisi Energi

Foto : istimewa

Seminar Nasional Percepatan Peningkatan Pemanfaatan Gas Metana Sebagai Sumber Listrik, Bio-CNG dan Hidrogen di Jakarta, Rabu (31/1).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemanfaatan energi terbarukan berbasis Palm Oil Mill Effluent (POME) ke depan akan memberi manfaat ekonomi yang besar. Hal itu juga sejalan dengan agenda pemerintah dalam memenuhi komitmen Net Zero Emission (NZE) 2060 sesuai dengan Paris Agreement.

Dilihat dari aspek ekonomi, Project Management Section Head PT Dharma Satya Nusantara Tbk Setyoardi Purwanto menyatakan, itu dapat mengganti listrik PLN yang berbahan bakar diesel, genset, solar, dan LPG untuk digunakan di pusat perbelanjaan dan hotel.

Lalu, dari aspek transisi juga pemanfaatan POME dapat mengatasi perubahan iklim. "Sinergi yang baik antara pemerintah dengan sektor swasta menjadi kunci dalam tercapai target-target yang sudah ditetapkan," ungkapnyadalam Seminar Nasional Percepatan Peningkatan Pemanfaatan Gas Metana di Pabrik Kelapa Sawit Sebagai Sumber Listrik, Bio-CNG dan Hidrogen di Jakarta, Rabu (31/1).

Direktur Bio Energi Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Edi Wibowo mengatakan, sejauh ini industri batubara masih mendominasi pangsa pemanfaatan energi nasional, sedangkan pemanfaatan EBT (energi baru terbarukan) masih rendah.

"Kolaborasi serta kerja sama untuk pemanfaatan energi yang berkelanjutan diperlukan untuk memenuhi target komitmen Indonesia dalam mencapai target NZE 2060," ujarnya.

Sekretaris Jenderal Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) M. Hadi Sugeng saat membuka acara mengatakan, industri kelapa sawit merupakan industri untuk memenuhi kebutuhan pangan dan energi saat ini dan masa yang akan datang.

Tak hanya itu, industri ini merupakan industri yang nihil limbah (zero waste) dari emas hijau yang tumbuh subur di Indonesia, sehingga menjadikannya sebagai satu-satunya sumber daya alam terbarukan yang paling ramah lingkungan dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dunia yang kian meningkat.

"Jangankan produk utamanya, limbah sawitnya saja bisa menghasilkan gas metana yang bisa diubah menjadi sumber energi terbarukan," ungkapnya.

Sebelumnya Hadi menjelaskan, selain menghasilkan produktivitas yang sangat tinggi dengan penggunaan lahan paling efisien dibanding minyak nabati lainnya, kelapa sawit juga merupakan minyak nabati paling serbaguna. Selain itu, limbah kelapa sawit (janjang kosong, limbah padat dan cair) juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan antara lain energi, partikel board, pupuk, pakan ternak dan lain-lain.

Namun, menurutnya proses bisnis dari industri emas hijau ini mempunyai beberapa tantangannya tersendiri, di antaranya aspek lingkungan, yang salah satunya adalah upaya pengurangan emisi gas rumah kaca dalam bentuk pemanfaatan gas metana.

Hadi menjelaskan, tanaman kelapa sawit menghasilkan biomasa, seperti pelepah, tandan kosong, fiber, cangkang. Dalam proses produksi CPO (Crude Palm Oil) sebagian kecil biomasa ini terbawa dalam limbah cair dan harus dibusukan agar limbah cair memenuhi syarat Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biochemical Oxygen Demand (BOD) untuk dapat dilepaskan ke badan air atau dimanfaatkan sebagai pupuk. Proses pembusukan ini menghasilkan gas metana yang merupakan salah satu penyumbang global warming dengan potensi 27,9 kali dari emisi CO2.

"Dengan teknologi Methane Capture, gas metana dapat diubah menjadi energi yang dapat memangkas biaya produksi minyak kelapa sawit serta dapat mentransformasi menjadi energi yang digunakan sebagai pengganti bahan bakar ke tungku boiler atau diproses dan dimanfaatkan sebagai bahan bakar gas engine penggerak genset (listrik) hingga sebagai pengganti LPG atau Liquified Petroleum Gas," jelas Hadi.

Menurut pengamat lingkungan Petrus Gunarso, perlu dilakukan koordinasi antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK), khususnya yang menangani sampah dan limbah dengan Kementerian ESDM baik EBTKE maupun MIGAS (Minyak dan Gas Bumi) untuk implementasi pencapaian target Nationally Determined Contributions (NDC) sektor energi.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top