Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Stabilitas Keuangan l Pembubaran Otoritas Keuangan di Inggris (FSA) Butuh Waktu 5 Tahun

Peleburan OJK Butuh Kajian Intensif

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pengembalian fungsi pengawasan perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI) bisa dilakukan dalam beberapa tahun ke depan setelah melalui kajian secara komprehensif. Indonesia bisa belajar dari pengalaman Inggris yang mengembalikan fungsi pengawasan industri keuangan dari Financial Service Authority (FSA) ke bank sentral atau Bank of England (BoE).

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Bhima Yhudistira, menyatakan pembubaran FSA di Inggris pada 2013 membutuhkan kajian sangat mendalam dari berbagai perspektif. Dia menambahkan pembubaran FSA kala itu dilaksanakan karena lembaga tersebut gagal menyelamatkan perbankan Inggris dari krisis keuangan pada 2008.

"Kegagalan FSA menyelamatkan perbankan dari krisis 2008 bukan berarti langsung saat itu juga dibubarkan. Baru lima tahun atau 2013 setelah ada keputusan final FSA dibubarkan dan dibentuk dua lembaga pengawas keuangan yang baru," jelasnya kepada Koran Jakarta, Senin (6/7).

Seperti diketahui, FSA merupakan lembaga mirip OJK di Indonesia yang dibentuk pada 1 Juni 1998 setelah ambruknya sejumlah bank besar, terutama Neal Banker dan Baring Bank. FSA menggantikan tugas dan wewenang BoE mengawasi industri keuangan, termasuk perbankan.

Ironisnya, keberadaan FSA tak sesuai harapan banyak pihak, menyusul kebangkutan sejumlah industri keuangan baik perbankan maupun nonperbankan pada 2007. Kondisi kian memburuk ketika sejumlah bank besar kolaps, seperti Northern Rock, Bradford Bingley, dan Royal Bank of Scotland Lloyds.

Karena itu, Inggris akhirnya membubarkan FSA pada 2013 dan mengembalikan fungsi pengawasan perbankan ke BoE. Bank sentral menjadi pelaksana makroprudensial supervision dan oversight microprudensial dengan membentuk tiga lembaga baru, satu komite dan satu komisi. Komite di sini adalah Financial Policy Committee (FCP) yang bertanggung jawab untuk memonitor secara menyeluruh isu keuangan dan makroekonomi yang mengancam stabilitas sistem keuangan dan mengidentifikasi risiko yang timbul. FCP dipimpin oleh Gubernur BoE yang dibantu oleh anggota independen.

Kisah kegagalan peran otoritas independen pengawasan industri keuangan juga terjadi di Korea Selatan (Korsel). Pada 1999, pemerintah Korsel memisahkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank of Korea (BoK) ke lembaga baru, Financial Supervisory Service (FSS).

Pengalaman Korsel


Namun, FSS akhirnya dinilai gagal. Karena itu, pemerintah Negeri Gingseng akhirnya mengembangkan sistem tripartit atau pembagian wewenang ke tiga lembaga. Kementerian Keuangan bertugas mengambil kebijakan ekonomi, sedangkan BoK fokus menjaga stabilitas inflasi. Semetara itu, Financial Services Commisions (FSC) bertugas mengeluarkan kebijakan perbankan.

Berdasarkan kabar yang berkembang, pemerintah sedang mempertimbangkan untuk mengembalikan pengawasan perbankan dari OJK ke BI. Pertimbangan tersebut muncul seiring ketidakpuasan Presiden Jokowi terhadap kinerja OJK selama pandemi Covid-19, termasuk terkait penyaluran kredit perbankan ke sektor ekonomi.

Namun, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Demokrat, Syarief Hasan, mengingatkan pemerintah lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan terkait OJK. Sebab, langkah yang kurang matang bisa mengakibatkan berbagai masalah baru di tengah kondisi perekonomian yang sedang kesulitan akibat pandemi Covid-19.

"Pemerintah agar melakukan pembenahan dan reformasi dalam tubuh OJK, bukan mengalihkan fungsinya ke BI," kata Syarief.

uyo/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Djati Waluyo, Antara

Komentar

Komentar
()

Top