Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pedagang Kecil Minta Kementerian Terkait Perhatikan Nasib Mereka

Foto : Istimewa

Pedagang sembako.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Paguyuban Pedagang Sembako Madura berharap kementerian-kementerian terkait berpihak pada pedagang kecil dalam menyusun aturan. Diharapkan penyelenggara negara lebih bijaksana dan adil dalam mengambil keputusan agar tidak mematikan usaha orang kecil.

Ketua Paguyuban Pedagang Sembako Madura Abdul Hamied menekankan bahwa regulasi saat ini yang melarang penjualan produk hasil tembakau kepada anak di bawah 18 tahun merupakan peraturan yang sudah tepat sasaran dan terbukti dapat diterapkan dengan baik di lapangan.

Namun menurutnya, zonasi larangan menjual 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak hanya membuat regulasi makin tumpang tindih dan menghalangi orang dalam mencari rezeki, "Toh, semua warga negara punya hak hidup dan hak atas pekerjaan yang sama, kan?" katanya, Jumat (19/7).

Pendapat pria yang kerap disapa Cak Hamied ini terkait dengan aturan larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Ketentuan ini tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan, yang merupakan aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan, pada pasal 434 ayat 1 huruf e.

Pemerintah, kata dia, harusnya dapat menengahi peraturan yang berpotensi jadi polemik ini karena banyak orang yang akan terdampak. "Kalau alasannya demi mengurangi jumlah perokok anak, maka yang ditingkatkan harusnya edukasi dan sosialisasinya, bukan malah menekan dengan larangan zonasi," ujarnya.

Cak Hamied mengatakan, para pedagang kecil, pemilik warung kelontong, dan sembako sangat memahami produk hasil tembakau adalah produk yang hanya boleh dikonsumsi oleh orang berusia 18 tahun ke atas. Para pedagang pun menyadari untuk tidak menjualnya pada anak di bawah usia 18 tahun.

Untuk konsumen dewasa, tegasnya, produk hasil tembakau itu produk legal. "Kami sadar bahwa rokok tidak untuk dikonsumsi anak di bawah umur 18 tahun. Tapi, bukan serta merta solusinya adalah dengan melarang penjualan," serunya.

Saat ini, diperkirakan ada sekitar 1.500 pemilik usaha sembako dan warung kelontong Madura yang tersebar di Jabodetabek dan sebagian Bali. Secara rata-rata, pemilik usaha memiliki sekitar 3-5 pekerja. "Bisa dihitung sendiri kalkulasi dampak dari pelarangan zonasi 200 meter ini bagi perekonomian masyarakat," tandasnya.

Menteri Kesehatan menyebutkan bahwa RPP kesehatan telah memasuki fase finalisasi dan agar segera disahkan pada bulan Juli. Pernyataan ini membuat pedagang semakin khawatir karena proses pengesahan RPP Kesehatan justru dilakukan secara tergesa-gesa tanpa adanya pelibatan pemangku kepentingan terdampak dan koordinasi dengan Kementerian lain. "Kami juga sangat menyayangkan tidak pernah dilibatkan oleh pemerintah mengenai poin zonasi tersebut," tambahnya.

Dikonfirmasi terpisah, menanggapi permohonan pedagang tersebut, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menjawab singkat. "Nanti ya, saya pelajari dulu ya. Terima kasih," ujarnya selepas menghadiri raker dengan Komisi VI DPR RI.

Cak Hamied melanjutkan, ia berharap kementerian-kementerian terkait dapat berpihak kepada para pedagang kecil dan memahami ancaman rancangan aturan zonasi penjualan produk hasil tembakau yang secara jelas memberikan efek domino negatif bagi para pedagang.

"Yang menyusun aturan itu, apakah tidak pernah cek, turun ke lapangan? Akan ada banyak sekali warung, usaha kelontong, pedagang yang terdampak. Zonasi 200 meter ini ketika diterapkan, yang bakal dipindah sekolahnya atau pedagangnya?" katanya.

Cak Hamied menekankan bahwa regulasi saat ini yang melarang penjualan produk hasil tembakau kepada anak di bawah 18 tahun merupakan peraturan yang sudah tepat sasaran dan terbukti dapat diterapkan dengan baik di lapangan.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top