Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Proyeksi Pertumbuhan I Situasi Dunia yang Tidak Menentu Dapat Memicu Inflasi

PBB Perkirakan Ekonomi Global 2024 Bakal Suram

Foto : ISTIMEWA

Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB)

A   A   A   Pengaturan Font

NEW YORK - Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB), pada Kamis (4/1), mengeluarkan perkiraan ekonomi global yang suram untuk tahun 2024. Hal itu disebabkan berbagai tantangan, seperti eskalasi konflik yang meningkat, lesunya perdagangan global, suku bunga tinggi, dan meningkatnya bencana akibat perubahan iklim.

Dikutip dari The Washington Post, dalam Laporan Situasi dan Prospek Ekonomi Dunia 2024, PBB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global akan melambat menjadi 2,4 persen pada 2024, turun dari 2,7 persen di tahun sebelumnya. Angka tersebut lebih rendah dibanding sebelum pandemi Covid-19 dengan tingkat pertumbuhan 3,0 persen.

Perkiraan PBB itu lebih rendah dibandingkan perkiraan Dana Moneter Internasional (IMF) yang dirilis Oktober lalu yang memproyeksi pertumbuhan tahun ini 2,9 persen dari 3,0 persen pada 2023. Sedangkan Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) pada akhir November lalu memperkirakan ekonomi dunia melambat dari 2,9 persen pada 2023 menjadi 2,7 persen tahun ini.

"Prospek kredit akan lebih ketat dan biaya pinjaman yang lebih tinggi menjadi hambatan besar bagi perekonomian dunia yang dibebani utang, terutama di negara-negara berkembang yang lebih miskin, dan memerlukan investasi untuk pemulihan," sebut laporan PBB.

Direktur Divisi Analisis dan Kebijakan Ekonomi PBB, Shantanu Mukherjee, mengatakan kekhawatiran akan resesi pada tahun 2023 dapat dicegah terutama karena Amerika Serikat (AS), negara ekonomi terbesar di dunia, mengendalikan inflasi yang tinggi tanpa mengerem perekonomian. "Kita masih belum keluar dari zona bahaya," ujar Mukherjee.

Hal itu karena situasi dunia yang tidak menentu dan dapat memicu inflasi. Misalnya, guncangan rantai pasokan atau masalah ketersediaan atau distribusi bahan bakar dapat mendorong kenaikan suku bunga lagi untuk mengendalikan situasi. "Kami tidak memperkirakan akan terjadi resesi, namun karena adanya volatilitas di lingkungan sekitar kita, hal ini merupakan sumber risiko yang besar," katanya.

"Suku bunga yang sangat tinggi dalam jangka waktu yang lama dan ancaman kemungkinan guncangan harga berkontribusi pada tindakan penyeimbangan yang cukup sulit," kata Mukherjee.

Menurut laporan tersebut, inflasi global yang tercatat 8,1 persen pada 2022, diperkirakan turun ke level 5,7 persen pada 2023, dan semakin menurun jadi 3,9 persen pada 2024.

Kendati demikian, di sekitar seperempat negara berkembang, inflasi tahunan diproyeksikan melebihi 10 persen tahun ini.

Meskipun perekonomian AS berkinerja "sangat baik" pada tahun 2023, laporan tersebut mengatakan pertumbuhan negara itu diperkirakan akan menurun dari sekitar 2,5 persen pada 2023 menjadi 1,4 persen tahun ini.

"Di tengah menurunnya tabungan rumah tangga, tingginya suku bunga, dan pasar tenaga kerja yang melemah secara bertahap, belanja konsumen diperkirakan akan melemah pada tahun 2024 dan investasi diperkirakan akan tetap lesu," kata PBB.

"Meskipun kemungkinan hard landing telah menurun signifikan, perekonomian AS akan menghadapi risiko penurunan yang signifikan akibat memburuknya pasar tenaga kerja, perumahan, dan keuangan," katanya.

Lebih Menantang

Sementara itu, Eropa dilaporkan menghadapi prospek ekonomi yang menantang. PDB di Uni Eropa diperkirakan akan meningkat dari 0,5 persen pada 2023 menjadi 1,2 persen pada 2024.

"Peningkatan tersebut didorong belanja konsumen yang naik seiring dengan meredanya tekanan harga, kenaikan upah riil, dan pasar tenaga kerja yang tetap kuat," katanya.

Di Asia, ekonomi terbesar keempat dunia, Jepang diperkirakan akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang melambat dari 1,7 persen pada 2023 menjadi 1,2 persen tahun ini.

"Meningkatnya inflasi mungkin menandakan berakhirnya tren deflasi yang terus berlanjut selama lebih dari dua dekade di negara ini," sebut laporan itu.

Di Tiongkok sebagai negara ekonomi terbesar kedua di dunia, pemulihan dari penguncian akibat Covid-19 berjalan lebih bertahap dari yang diharapkan di tengah tantangan domestik dan internasional.

Dengan pertumbuhan ekonomi hanya 3,0 persen pada 2022, laporan tersebut mengatakan bahwa Tiongkok mengalami kemajuan pada paruh kedua tahun 2023 dengan tingkat pertumbuhan mencapai 5,3 persen.

Namun, kombinasi dari lemahnya sektor properti dan lemahnya permintaan eksternal terhadap produk-produknya akan mendorong pertumbuhan turun secara moderat menjadi 4,7 persen pada 2024.

Adapun di kawasan berkembang, PBB menyebutkan pertumbuhan ekonomi di Afrika diperkirakan masih lemah dengan sedikit peningkatan dari rata-rata 3,3 persen pada 2023 menjadi 3,5 persen pada 2024.

"Krisis iklim yang terjadi dan peristiwa cuaca ekstrem akan melemahkan hasil pertanian dan pariwisata, sementara ketidakstabilan geopolitik akan terus berdampak buruk pada beberapa subkawasan, terutama Sahara dan Afrika Utara," kata laporan itu.

PBB memperkirakan perekonomian Asia Timur akan mengalami perlambatan moderat dari 4,9 persen pada 2023 menjadi 4,6 persen pada 2024. Di Asia Barat, PDB diperkirakan akan tumbuh 2,9 persen pada 2024, naik dari 1,7 persen pada 2023 lalu.

Di Asia Selatan, PDB diperkirakan meningkat 5,3 persen pada tahun lalu dan diproyeksikan meningkat sebesar 5,2 persen tahun 2024. "Didorong oleh ekspansi yang kuat di India, yang masih menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia yakni 6,2 persen tahun ini, lebih rendah dari proyeksi pertumbuhan 6,3 persen tahun 2023," katanya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top