Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penanganan Penyakit

PBB: 2024 Tahun Penentu untuk Akhiri AIDS sebagai Ancaman Kesehatan

Foto : AFP/PRAKASH MATHEMA

Para relawan menyalakan lilin yang disusun dalam bentuk pita merah saat acara kesadaran yang diselenggarakan pada malam Hari AIDS Sedunia di Kathmandu, beberapa waktu lalu.

A   A   A   Pengaturan Font

JENEWA - Badan PBB dalam penanganan kasus HIV/ AIDS (human immunodeficiency virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome), United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS), pada hari Senin (23/7), mengatakan keputusan yang diambil para pemimpin politik tahun ini akan menentukan apakah target untuk mengakhiri penyakit AIDS sebagai ancaman kesehatan masyarakat pada 2030 dapat tercapai.

Dikutip dari Medical Xpress, angka-angka dari tahun 2023 menunjukkan peningkatan global dalam jumlah infeksi baru, perawatan pasien HIV-positif dan penurunan jumlah kematian, tetapi UNAIDS memperingatkan kemajuan tersebut masih rapuh.

"Hampir 40 juta orang hidup dengan HIV, virus yang dapat menyebabkan AIDS," kata laporan terbaru PBB.

Sekitar 1,3 juta infeksi baru tercatat tahun lalu, meningkat 100.000 dibandingkan dengan tahun 2022, tetapi merupakan penurunan signifikan sejak puncaknya 3,3 juta pada tahun 1995.

Namun, tren jangka panjang masih jauh dari target UNAIDS sejumlah 330.000 infeksi baru tahun depan. "Angka kematian terkait AIDS juga turun, dari 670.000 pada tahun 2022 menjadi 630.000 tahun lalu," bunyi laporan tersebut.

Akses terhadap pengobatan antiretroviral merupakan masalah utama, dengan 30,7 juta pasien menerima pengobatan tersebut dibandingkan dengan hanya 7,7 juta pada tahun 2010. Namun, angka tersebut jauh dari target 34 juta yang ditetapkan untuk tahun 2025.

Paling Terdampak

Afrika Timur dan Selatan tetap menjadi wilayah yang paling terkena dampak, dengan 20,8 orang hidup dengan HIV, 450.000 terinfeksi tahun lalu dan 260.000 kematian.

Sambil mengakui kemajuan tersebut, kepala UNAIDS, Winnie Byanyima, mengatakan dunia belum berada di jalur yang tepat untuk mencapai tujuan lembaga tersebut pada tahun 2030.

"Ketimpangan yang mendorong pandemi HIV tidak ditangani secara memadai. Setiap menit, ada satu orang yang meninggal akibat penyakit terkait AIDS," kata Byanyima dalam laporan tersebut.

Stigma, diskriminasi, dan terkadang kriminalisasi mempengaruhi kelompok tertentu, mengakibatkan tingkat infeksi yang jauh lebih tinggi karena orang tidak dapat mencari bantuan dan pengobatan tanpa bahaya.

Secara global, prevalensi AIDS di antara orang berusia 15 hingga 49 tahun adalah 0,8 persen, tetapi 1,3 persen di antara narapidana dan 2,3 persen di antara wanita dan anak perempuan berusia 15 hingga 24 tahun di Afrika timur dan selatan.

Angka infeksi meningkat lebih lanjut di kalangan pekerja seks (tiga persen), orang yang menyuntikkan narkoba (lima persen), kaum gay dan pria yang berhubungan seks dengan pria (7,7 persen), serta kaum transgender (9,2 persen).

Byanyima mengkritik penolakan yang terkoordinasi dengan baik dan memiliki sumber daya yang memadai terhadap hak-hak LGBTQ, hak reproduksi, dan kesetaraan gender. Sementara beberapa negara di Afrika sub-Sahara telah menyaksikan infeksi baru turun lebih dari setengahnya sejak 2010.

"Kami juga memiliki wilayah, seperti Eropa Timur, Asia Tengah, dan Amerika Latin di mana kami menyaksikan infeksi baru bergerak ke arah yang salah dan meningkat, dengan stigma yang menjauhkan orang dari layanan," catat Byanyima.

Di Eropa Timur dan Asia Tengah, hanya setengah dari penderita HIV yang diobati, sementara angkanya 49 persen di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Menjelang pembukaan Konferensi AIDS Internasional ke-25 di Jerman, pada hari Senin, Byanyima dan kepala hak asasi manusia PBB, Volker Turk, menerbitkan pernyataan bersama minggu lalu. "Stigma membunuh. Solidaritas menyelamatkan nyawa," kata mereka.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top