Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Seruan Perdamaian

Paus Fransiskus Mendesak Semua Pihak untuk Menghentikan Pertikaian Bersenjata di Azerbaijan

Foto : TIZIANA FABI / AFP

Paus Fransiskus melambaikan tangan kepada para umat saat audiensi umum mingguan, di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, Rabu (20/9).

A   A   A   Pengaturan Font

VATIKAN - Pemimpin Gereja Katolik Seluruh Dunia, Paus Fransiskus, menyerukan semua pihak yang bertikai di Nagorno- Karabakh, Azerbaijan untuk "membungkam senjata mereka", setelah peluncuran operasi militer melawan pasukan separatis.

"Kemarin saya menerima berita mengkhawatirkan dari Nagorno-Karabakh, di mana situasi kemanusiaan yang sudah kritis kini diperburuk oleh bentrokan bersenjata lebih lanjut," kata Paus yang berusia 86 tahun itu di akhir audiensi mingguannya, Rabu (20/9)

"Saya menyampaikan seruan saya kepada semua pihak yang terlibat dan komunitas internasional untuk membungkam senjata mereka dan melakukan segala upaya untuk menemukan solusi damai demi kebaikan rakyat dan menghormati martabat manusia".

Dikutip dari Barron, Azerbaijan telah memperingatkan mereka akan "melanjutkan sampai akhir" operasi di wilayah Nagorno- Karabakh yang mayoritas penduduknya adalah Armenia, yang telah berperang dua kali dengan negara tetangganya, Armenia.

Paus Fransiskus, pemimpin Gereja Katolik sedunia, mengunjungi Armenia dan Azerbaijan pada 2016, dalam perjalanan yang berbeda, dan menyerukan "perdamaian yang stabil" di wilayah tersebut.

Pada Selasa, Paus memberi peringatan bahwa dunia berada di ujung perang nuklir seperti krisis rudal Kuba pada 1962.

Pesan tersebut disampaikan pada konferensi internasional memperingati 60 tahun dirilisnya ensiklik Pacem in Terris oleh Paus Yohanes XXIII.

Ancaman Nuklir

Dalam pesan tersebut, seperti dikutip Vatican News, Paus mengatakan konferensi berlangsung "saat dunia kita terus berada dalam cengkeraman perang dunia ketiga yang terjadi sedikit demi sedikit dan dalam kasus tragis konflik di Ukraina, yang bukan tanpa ancaman penggunaan senjata nuklir".

Paus Fransiskus membandingkan antara keadaan saat ini dengan saat dikeluarkannya Pacem in Terris kepada publik, ketika krisis rudal Kuba pada 1962 yang nyaris membawa dunia kepada kehancuran akibat nuklir.

Paus mendesak konferensi untuk fokus pada bagian dari Pacem in Terris yang membahas perlucutan senjata dan langkah mencapai perdamaian abadi, dan dia mengatakan bahwa "dunia tanpa senjata nuklir adalah mungkin dan penting".

Dia juga mengingatkan pernyataannya pada Peringatan Perdamaian Hiroshima pada 2019, dengan mengatakan "penggunaan tenaga atom untuk kepentingan perang tidak bermoral, bahkan memiliki senjata nuklir saja tidak bermoral".

"Senjata konvensional seharusnya digunakan hanya untuk keperluan pertahanan dan tidak menargetkan warga sipil," tutupnya.

Sebelumnya seperti dikutip dari Antara, para tokoh agama-agama di dunia berkumpul di Benteng Brandenburg, Berlin untuk mendoakan agama dan perdamaian, dan mengajak orang-orang untuk menghentikan perang.

"Hari ini kami merasakan tanggung jawab kami dan bersama-sama menjadi pengemis perdamaian. Tidak ada perang lagi untuk selamanya," ujar para tokoh itu melalui rilis yang diterima di Jakarta, pekan lalu.

Saat ini, perang berisiko menjadi hal yang abadi, berdampak pada populasi manusia bahkan menggunakan senjata yang membunuh banyak orang, menebar kesedihan serta menyebabkan dampak lingkungan yang buruk. "Kita mampu mengakhiri perang atau perang akan mengakhiri umat manusia," kata mereka.

Para tokoh dunia ini mengajak seluruh umat manusia untuk membebaskan diri dari mimpi buruk nuklir dan mewariskan generasi mendatang dunia yang damai. Tokoh-tokoh ini mengajak dunia membuat kebijakan baru tentang perlucutan senjata agar gemuruh senjata di dunia berhenti.

Para tokoh itu mengutip pernyataan Paus Fransiskus tahun lalu di Colosseum bahwa mereka yang menderita memiliki hak untuk memohon perdamaian dan hal ini patut didengarkan.

Para tokoh menganggap dialog saat ini, saat senjata masih digunakan, tidak melemahkan keadilan, namun menciptakan kondisi arsitektur keamanan baru bagi semua orang.

"Mari kita mulai dari dialog, yang merupakan solusi paling efektif untuk rekonsiliasi masyarakat. Kedamaian selalu mungkin," tutup mereka.

SB/Barron/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top