Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Paus: Dialog Antaragama dapat Menghapus Prasangka

Foto : Istimewa

Pemimpin Gereja Katolik, Paus Fransiskus, (kiri), dan Presiden Joko Widodo, di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (4/9).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemimpin Gereja Katolik, Paus Fransiskus, dalam pidato di hadapan Presiden Joko Widodo, segenap pejabat pemerintahan, pemuka agama, dan perwakilan diplomatik, di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (4/9), menyampaikan sejumlah isu termasuk upaya perdamaian dunia hingga bagaimana menjaga kerukunan hidup di tengah kemajemukan.

Dalam video yang dibagikan oleh Biro Pers Sekertariat Presiden, pria yang lahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio ini mengatakan, untuk memperkuat kerukunan yang damai dan berbuah yang menjamin perdamaian dan menyatukan upaya-upaya untuk menghapuskan ketimpangan dan penderitaan yang masih bertahan di beberapa wilayah negara, Gereja Katolik berkeinginan untuk meningkatkan dialog antaragama.

"Dengan cara ini, prasangka dapat dihapus dan suasana saling menghargai dan saling percaya dapat bertumbuh. Hal ini sangatlah penting untuk menghadapi tantangan-tantangan bersama, termasuk tantangan untuk melawan ekstremisme dan intoleransi, yang melalui pembelokan agama, berupaya untuk memaksakan sudut pandang mereka dengan menggunakan tipu muslihat dan kekerasan," jelasnya.

"Sayangnya, bagaimanapun, kita melihat di dunia saat ini, kecenderungan-kecenderungan tertentu yang menghalangi perkembangan persaudaraan universal."

"Di sejumlah daerah kita menyaksikan munculnya konflik-konflik kekerasan, yang sering kali adalah akibat kurangnya sikap saling menghargai, dan dari keinginan intoleran untuk memaksakan kepentingan sendiri, posisi sendiri dan narasi historis sepihak dengan segala upaya, bahkan kalaupun hal ini membawa kepada penderitaan tiada akhir bagi seluruh komunitas dan berujung pada peperangan dan banyak pertumpahan darah," katanya.

Paus Gereja Katolik ke-266 ini mengatakan, kadang-kadang, ketegangan-ketegangan dengan unsur kekerasan timbul di dalam negara-negara karena mereka yang berkuasa ingin menyeragamkan segala sesuatu dengan memaksakan visi mereka bahkan dalam hal-hal yang seharusnya diserahkan kepada otonomi individu-individu atau kelompok-kelompok yang berkaitan.

"Terlebih, terlepas dari kebijakan-kebijakan yang mengesankan, terdapat juga kurangnya komitmen sejati yang berorientasi ke depan untuk menerapkan prinsip-prinsip keadilan sosial. Akibatnya, sebagian besar umat manusia terpinggirkan, tanpa sarana untuk menjalani hidup yang bermartabat dan tanpa perlindungan dari ketimpangan sosial yang serius dan bertumbuh, yang memicu konflik-konflik yang parah," tambahnya.

Menurut Paus, berhadapan dengan tantangan-tantangan yang disebutkan di atas adalah sesuatu yang memberanikan bahwa falsafah yang menuntun ketatanegaraan Indonesia sungguh seimbang sekaligus bijaksana.

"Terkait hal ini, saya ingin menjadikan kata-kata dari Santo Yohanes Paulus II dalam kunjungannya tahun 1989 di istana ini sebagai perkataan saya."

"Dengan mengakui kehadiran keanekaragaman yang sah, dengan menghargai hak-hak manusia dan politik dari semua warga, dan dengan mendorong pertumbuhan persatuan nasional berlandaskan toleransi dan sikap saling menghargai terhadap orang lain, Anda meletakkan fondasi bagi masyarakat yang adil dan damai, yang diinginkan semua warga Indonesia untuk diri mereka sendiri dan rindu untuk diwariskan kepada anak-anak mereka"

"Jika terkadang di masa lalu prinsip-prinsip tersebut tidak selalu diterapkan, namun prinsip-prinsip ini tetaplah berlaku dan dipercaya, ibarat mercusuar yang menyinari jalan yang ditempuh dan yang memperingatkan tentang kesalahan-kesalahan amat berbahaya yang harus dihindari," ujarnya.

Paus berharap agar setiap orang, dalam kehidupan mereka sehari-hari, akan mampu menimba inspirasi dari prinsip-prinsip ini dan menerapkannya ketika melaksanakan kewajiban mereka masing-masing, karena opus justitiae pax, perdamaian adalah karya dari keadilan.

"Kerukunan dicapai ketika kita berkomitmen tidak hanya demi kepentingan-kepentingan dan visi kita sendiri, tapi demi kebaikan bersama, dengan membangun jembatan, memperkokoh kesepakatan dan sinergi, menyatukan kekuatan untuk mengalahkan segala bentuk penderitaan moral, ekonomi, dan sosial, dan untuk memajukan perdamaian dan kerukunan," ungkapnya.

Tak lupa di awal pidato, Paus menyampaikan apresiasi atas sambutan hangat pemerintah dan masyarakat, dan merasa senang dapat melawat ke Indonesia.

Ia juga memuji potensi maritim serta keragaman sumber daya alam, hayati, jyga budaya saling menghargai, serta aneka budaya, suku, agama dan bahasa yang ada di Indonesia.

"Adalah kerangka yang tak tergantikan, dan menyatukan, menjadikan Indonesia sebuah bangsa yang bersatu dan bangga," ujarnya.

Menurut Paus asal Argentina ini, semboyan Bhineka Tunggal Ika telah mengungkapkan realitas aneka sisi dari berbagai orang yang disatukan dengan teguh dalam satu bangsa.

Semboyan ini lanjutnya, juga memperlihatkan sebagaimana keragaman hayati yang ada di negara kepulauan ini adalah sumber kekayaan dan keindahan.

"Demikian pula perbedaan-perbedaan berkontribusi dalam pembentukan mozaik yang sangat besar, yang masing-masing keramiknya menciptakan karya besar yang otentik yang berharga."

"Kerukunan tercapai ketika perspektif-perspektif tertentu mempertimbangkan kebutuhan bersama dari semua orang. Dan ketika setiap kelompok suku dan denominasi keagamaan bertindak dalam semangat persaudaraan, seraya mengejar tujuan luhur dengan melayani kebaikan bersama," tutur Paus.

Menurutnya, masyarakat Indonesia memiliki kesadaran untuk berpartisipasi secara bersama dengan solidaritas sebagai unsur hakiki untuk memberi solusi yang tepat.

"Untuk menghindari kejengkelan yang muncul dari perbedaan, dan mengubah perlawanan menjadi kerja sama yang efektif."

Paus menyebutkan, keseimbangan yang bijaksana namun rentan ini, antara kemajemukan budaya yang luas dan ideologi - ideologi yang berbeda, dan cita- cita yang mempererat persatuan, harus dibela terus dari ketimpangan.

"Ini adalah ketrampilan yang dipercayakan kepada semua orang. Tapi secara khusus bagi mereka yang terlibat dalam politik, adalah yang harus memperjuangakan kerukunan dan rasa hormat atas hak-hak dasar manusia, pembangunan berkelanjutan, solidaritas dan upaya mencapai perdamaian, baik di dalam masyarakat maupun dengan bangsa-bangsa serta negara-negara lain."

Dia mengatakan, Gereja Katolik bekerja untuk melayani kebaikan bersama dan berkeinginan untuk menguatkan kerja sama dengan berbagai lembaga negara dan aktor-aktor lain dalam masyarakat sipil, mendorong pembentukan struktur sosial yang lebih seimbang dan memastikan pembagian bantuan sosial yang lebih efisien dan adil.

Berkaitan dengan itu, Paus merujuk pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Anda, yang menawarkan wawasan berharga bagi jalan yang dipilih oleh Indonesia yang demokratis dan merdeka.

"Pembukaan Undang-Undang Dasar Anda merujuk kepada Allah yang Maha Kuasa dan perlunya berkat Allah turun atas negara Indonesia yang baru lahir. Dengan cara yang sama, kalimat pembuka Undang-Undang Dasar Anda merujuk dua kali pada keadilan sosial: sebagai fondasi tatanan internasional yang diinginkan dan sebagai salah satu tujuan yang harus dicapai demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia," tuturnya.


Redaktur : Selocahyo Basoeki Utomo S
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top