Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Stabilitas Ekonomi

Pasar Ekuitas Global yang "Bearish" Belum Berakhir

Foto : ISTIMEWA

Logo perusahaan Goldman Sachs di lantai Bursa Efek New York di New York City, Amerika Serikat

A   A   A   Pengaturan Font

BENGALURU - Goldman Sachs, pada Senin (21/11), memperingatkan pasar ekuitas global yang bearish belum berakhir karena pasar belum melihat palung momentum penurunan pertumbuhan global, puncak suku bunga dan valuasi diturunkan untuk mencerminkan kemungkinan resesi.

Bank investasi Wall Street itu memperkirakan imbal hasil menjadi "relatif rendah" 6,0 persen hingga akhir tahun 2023 karena investor fokus pada laju pengetatan kebijakan moneter dan konsekuensi yang berdampak pada pertumbuhan dan pendapatan.

"Kami terus berpikir bahwa jalur jangka pendek untuk pasar ekuitas kemungkinan akan bergejolak dan turun sebelum mencapai titik terendah terakhir pada 2023," kata Goldman Sachs dalam sebuah catatan.

Pihaknya memperkirakan indeks S&P 500 berada di sekitar level 4.000 poin menjelang akhir tahun 2023, menyiratkan peningkatan kurang dari 1,0 persen dari level saat ini, karena tidak melihat pertumbuhan pendapatan.

Seperti dikutip darti Antara, Goldman memperkirakan laba untuk konstituen dalam indeks STOXX 600 Pan-Eropa turun 8,0 persen tahun depan, sementara memperkirakan pertumbuhan laba 3,0 persen untuk perusahaan-perusahaan di indeks TOPIX Jepang dan MSCI Asia-Pasifik di luar Jepang.

Ekspektasi Pasar

Bank investasi itu memperkirakan investor untuk mulai memperkirakan ekspektasi pasar bullish tahun depan. "Kami memperkirakan pasar akan beralih ke fase 'harapan' dari pasar bullish berikutnya di beberapa titik di tahun 2023, tetapi dari level yang lebih rendah."

Sebelumnya, Goldman Sachs memperkirakan 30 persen peluang ekonomi Amerika Serikat menuju resesi selama tahun depan, naik dari 15 persen sebelumnya, menyusul rekor inflasi tinggi dan latar belakang ekonomi makro yang lemah karena konflik Ukraina. "Kami sekarang melihat risiko resesi lebih tinggi dan lebih banyak di depan," kata ekonom Goldman.

Perkiraan terbaru muncul sekitar seminggu setelah Federal Reserve AS meluncurkan kenaikan suku bunga terbesar sejak 1994 untuk membendung lonjakan inflasi, dan ketika beberapa bank sentral lainnya juga mengambil langkah agresif untuk memperketat kebijakan moneter


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top