Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Program Legislasi - Pasal Soal Penyebarluasan Penghinaan melalui Berbagai Media Dipending

Pasal Penghinaan terhadap Presiden Tetap Masuk RUU KUHP

Foto : Koran Jakarta/M Fachri

Bahas RUU KUHP I Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Enny Nurbaningsih (tengah), Anggota Tim Pemerintah Pembahasan RUU KUHP yang juga pakar hukum Muladi (kiri), dan Guru Besar Hukum Pidana UI, Harkristuti Harkrisnowo mengikuti rapat RUU KUHP dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (5/2). Rapat tersebut membahas isu-isu yang masih tertunda seperti pasal penghinaan terhadap presiden.

A   A   A   Pengaturan Font

Prokontra mengenai pasal penghinaan terhadap presiden akhirnya disepakati masuk dalam RUU KUHP

Jakarta - Polemik soal pasal penghinaan terhadap presiden yang mengiringi pembahasan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) tidak menyurutkan niat Pemerintah dan DPR untuk tetap memasukkan pasal ini ke dalam Rancangan KUHP. Namun, ancaman pidana dalam pasal ini akan dikurangi guna mengindari penyalahgunaan wewenang aparat penegak hukum.

Sementara pasal 240 yang mengatur pidana soal penyebarluasan, menyiarkan atau menempelkan, memperdengarkan konten melalui tulisan gambar atau apa pun termasuk teknologi informasi terkiat penginaan, dipending rumusannya dan di bawa ke rapat tingkat Panitia Kerja atau Panja Komisi III DPR Ketua Panja RUU KUHP, Benny K Harman yang pemimpin rapat Tim Perumus atau Timus, Senin (5/2) mengetok palu yang menandakan pasal tersebut tetap ada dalam draf RUU KUHP dengan pengurangam ancaman pidana.

Sebelum dicapai kesepakatan, Benny K. Harman sempat meminta pemerintah untuk menghapus Pasal 240 mengenai penghinaan presiden. Alasannya, pasal tersebut terlalu subjektif, sehingga berpotensi menjadi pasal karet. "Menurut saya apa perlu pasal ini? Isi penghinaan ini kan subjektif sekali. 240 enggak usah ya? Terlalu luas, katanya.

Ketua Tim Pemerintah Pembahasan RUU KUHP Enny Nurbaningsih mengatakan, Pemerintah menilai pasal tersebut sama sekali tidak memandang siapa sosok presidennya. "Kalau pasal ini dihapus. Apakah penghinaan terhadap presiden lain ini juga dihapus? Kan ada juga pasal ini, apa equal berlakunya?," ucap Eny.

Eny beranggapan, tidak tepat apabila pasal tersebut dihapus, sedangkan pasal penghinaan terhadap kepala negara lain tetap diterapkan. Rapat Panja RUU KUHP dengan Tim Perumus RUU KUHP ini digelar setelah sebelumnya menggelar rapat 17 Januari yang meminta pemerintah merumuskan mengenai pola pemidanaan.

Komisi III juga meminta pemerintah menyelesaikan 13 isu krusial, khususnya pasal-pasal tertentu agar tidak bertentangan dengan UU yang excisting. Benny K Harman menegaskan, pembahasan RUU KUHP ini telah berjalan sejak 2015. Dalam pembahasan tersebut, Komisi III sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU tentang MPR, DPR, DPD, danDPRD (UU MD3) telah melakukan serangkaian pertemuan dengan para ahli pidana dan penegak hukum untuk meminta masukan dan kemudian dimasukkan dalam tingkat Panja Komisi III bersama pemerintah. Kemudian diserahkan kepada tim perumus dan tim sinkronisasi.

Besaran Ancaman

Sementara itu Enny Nurbaningsih mengungkapkan, untuk merumuskan RUU KUHP ini harus menambahkan satu klausul, yang merupakan hasil kompilasi dari nilai-nilai yangdeterkandung dari Pancasila, UUD 45, HAM dan asas hukum umum yang timbul dalam masyarakat. Ini guna memudahkan kita dalam menafsirkan hukum agar berlaku secara nasional yang berlaku pula bagi masyarakat adat.

Enny Nurbaningsih, menegaskan, RUU KUHP dirumuskan berdasarkan delvi system , yaitu suatu sistem untuk menentukan besaran ancaman pidana berdasarkan penggolongan-penggolongan tindak pidana terlebih dahulu yang terdiri atas tiga penggolongan, sedang, ringan, dan berat. rag/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top