Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pasal "Karet" UU ITE Diminta Dicabut

Foto : ISTIMEWA

internet

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) diharap dicabut karena bersifat karet atau lentur. Usul ini Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati, di Jakarta, Selasa (29/3).

"Pasal 27 selama ini menjadi momok korban kekerasan berbasis gender online. Sudah banyak korban yang malah menjadi pesakitan dan harus menanggung konsekuensi pidana," katanya.

Pemerintah dan Panitia Kerja (Panja) pembahasan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) di Badan Legislatif (Baleg) akan kembali kerja.

Pembahasan terhenti pada jenis-jenis tindak pidana. Salah satu yang menjadi perdebatan adalah pengaturan tindak pidana kekerasan berbasis gender online."Baleg DPR memperkenalkan tindak pidana pelecehan seksual berbasis elektronik pada Pasal 5 RUU TPKS. Namun DIM Pemerintah merekomendasikan penghapusan pasal tersebut," kata Maidina.

Pemerintah, mendalilkan penghapusan tersebut berdasarkan adanya UU ITE, utamanya Pasal 27 ayat (1) tentang larangan penyebaran konten melanggar kesusilaan. Karena itu, dia merekomendasikan pencabutan pasal tersebut untuk melindungi korban kekerasan berbasis gender online.

Menurutnya, Pasal 27 ayat (1) tumpang tindih dengan UU Pornografi dan KUHP. Dalam perumusan hukum pidana, tentu pembentuk UU harus menghindarkan tumpang tindih pasal. Isi KUHP dan UU Pornografi telah cukup untuk meng-cover setiap perbuatan criminal, sehingga tidak diperlukan Pasal 27 ayat (1) UU ITE.

Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi, merekomendasikan pentingnya pemantauan dan pengawasan yang bersifat independen dalam RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Tugas itu bisa dilakukan lembaga nasional yang terkait dengan HAM.

Misalnya, Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia dan Komisi Nasional Disabilitas. Itu bisa juga dilakukan lembaga pengawas internal di dalam sistem peradilan pidana. Di antaranya, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, Komisi Yudisial untuk konteks pelayanan publik.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top