Senin, 17 Mar 2025, 00:00 WIB

Pangan Mandiri Dimulai dari Sini, Hilirisasi Sorgum untuk Indonesia Harus Didorong

Pengembangan Sorgum I Petani merawat tanaman sorgum di kebun Sekemala Integrated Farming (Sein Farm), Ujung Berung, Bandung, Jawa Barat, Kamis (1/8/2024).

Foto: ANTARA/Raisan Al Farisi

JAKARTA – Badan Pangan Nasional (Bapanas) menegaskan pentingnya diversifikasi pangan sebagai strategi utama dalam mencapai kemandirian pangan nasional. Langkah tersebut dimaksudkan untuk mengurangi kebergantungan impor.

"Kita tidak bisa terus bergantung pada beras dan terigu. Saat ini, beras berkompetisi dengan alih fungsi lahan, sementara terigu kita masih 100 persen impor. Oleh karena itu, diversifikasi pangan menjadi kunci untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan," ujar Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Bapanas, Andriko Noto Susanto dalam acara Panen Bersama Sorgum di Teluk Jambe Timur, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, akhir pekan lalu, yang turut dihadiri oleh Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Menteri Kebudayaan Fadli Zon.

Menurutnya, salah satu langkah konkret yang sedang didorong adalah pengembangan sorgum sebagai alternatif pangan lokal yang potensial. Selain memiliki kandungan gizi tinggi, sorgum juga lebih adaptif terhadap perubahan iklim karena tidak membutuhkan banyak air dibandingkan padi. "Sekali tanam, sorgum dapat dipanen hingga tiga kali. Ini jelas lebih efisien dibandingkan jagung yang hanya panen sekali dalam satu siklus tanam," tambahnya.

Guna mendukung diversifikasi pangan, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2024 tentang Percepatan Penganekaragaman Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Implementasi regulasi ini diwujudkan dalam berbagai upaya, termasuk penanaman sorgum dan singkong di beberapa wilayah strategis. Terkait hal itu, Presiden Prabowo Subianto menempatkan hilirisasi sebagai perhatian utama agar komoditas tersebut dapat terserap oleh pasar secara optimal.

"Sorgum bukan hanya bahan pangan, tetapi juga bisa diolah menjadi gula, tepung, hingga pakan ternak. Ini adalah pohon industri yang seluruh bagiannya dapat dimanfaatkan," jelas Andriko.

Namun, dia mengakui tantangan utama dalam pengembangan sorgum adalah harga tepung pangan lokal yang kurang kompetitif. Untuk itu, Bapanas mendorong kebijakan yang dapat membuat harga tepung pangan lokal lebih kompetitif, baik melalui subsidi harga maupun regulasi yang mewajibkan industri besar mencampurkan minimal 30 persen tepung lokal dalam produk mereka.

"Kita perlu skema insentif agar industri makanan besar seperti Indofood ikut serta dalam penguatan pangan lokal," ungkapnya.

Lebih lanjut, Bapanas juga mengusulkan agar beras sorgum, jagung, dan sagu masuk dalam skema Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) yang selama ini hanya berfokus pada beras. "Jika beras sorgum bisa menjadi bagian dari cadangan pangan nasional, ini akan menciptakan pasar yang lebih luas bagi petani," ujar Andriko.

Kolaborasi Kuat

Di tingkat daerah, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci keberhasilan diversifikasi pangan. Hal ini juga disampaikan Andriko sebagai penekanan Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi yang menegaskan pentingnya membangun ekosistem yang baik dari hulu hingga hilir di mana penguatan UMKM, koperasi, dan kelompok tani harus dilakukan agar pelaku utama dan pelaku usaha dapat berkembang bersama. "Jangan sampai yang maju hanya industrinya, sementara petani sebagai pelaku utama tertinggal. Kita harus membangun ekosistem yang sehat dari hulu ke hilir," tegasnya.

Sebagai langkah konkret, Bapanas berkomitmen mendukung petani melalui penyediaan alat pengolahan sorgum serta kampanye dan edukasi tentang manfaat pangan lokal, yang pada akhirnya akan mengarah pada ekosistem diversifikasi pangan yang kuat.

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan: