Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Rabu, 19 Mar 2025, 23:51 WIB

Pakar Politik Ungkap Kinerja Kejagung

Kejaksaan Agung RI

Foto: Istimewa

JAKARTA - Pakar komunikasi politik Effendi Gazali mengungkap fenomena tingginya apresiasi publik terhadap kinerja Kejagung di tengah krisis kepercayaan atas lembaga-lembaga penegak hukum.

Dia menyatakan, lembaga yang dipimpin ST Burhanuddin itu tampil beda karena berhasil menjawab keresahan publik dengan membalikkan istilah “no viral, no justice”.

“Kenapa publik memberikan apresiasi? Kadang-kadang kan kita suka dengar no viral no justice, tapi yang terjadi dengan kejaksaan sebetulnya justice dulu baru viral, kebalik gitu yah,” kata Effendi dalam keterangan, Rabu (19/3).

No viral, no justice atau “jika tidak viral, tak akan ada keadilan” merupakan istilah yang kerap muncul di media sosial. Istilah ini bentuk kritik netizen atas penegakan hukum yang dinilai lamban atau tidak sebagaimana semestinya sebelum suatu kasus menjadi viral.

Menurut Effendi, tindakan Kejagung justru menunjukkan kebalikannya. Penegakan hukum dijalankan secara independen, profesional, dan akuntabel dengan tujuan utama, yakni upaya menegakkan kebenaran dan keadilan.

Dengan prinsip mengutamakan kebenaran dan keadilan, tak heran bila Kejagung tampil lebih berani dan meyakinkan di mana hasil kerjanya bisa langsung dirasakan publik.

Gebrakan Kejagung bahkan kerap mengejutkan publik dengan terungkapnya kasus korupsi besar dan pelik seperti kasus Jiwasraya, Asabri, Duta Palma, PT Timah dan terbaru kasus tata kelola mintak mentah Pertamina yang rugikan negara hingga ratusan triliun rupiah.

*Respon Jaksa Agung*

Menanggapi hal itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin langsung memberi tanggapan. Dia menyebut kemepimpinannya lebih mengedepankan hasil kerja ketimbang sensasi.

Burhanuddin selalu menekankan jajarannya agar penegakan hukum dijalankan melalui proses yang adil, bertumpu pada fakta-fakta dan bukti yang kuat serta mengikuti prinsip hukum yang berlaku.

“Saya orang Sunda, punya prinsip caina herang laukna beunang (airnya bening, ikannya dapat), kami tidak mau ribut dulu, tapi yang terjadi ini loh saya punya hasilnya ini. Jadi gak usah ribut-ribut dulu, gak usah teriak-teriak dulu, tapi hasilnya yang utama,” kata Burhanuddin.

Dia juga menyampaikan akan sedih bila penuntutan suatu kasus oleh lembaganya ternyata harus kandas di pengadilan.

“Kalau gagal saya menuntut (perkara) saya berlinang air mata. Terakhir (sedih dan menangis) ya itu kasus Asabri,” ungkapnya saat menjawab pertanyaan salah satu panelis acara.

Burhanuddin juga mengaku bahwa dalam penegakan hukum khususnya pemberantasan korupsi banyak sekali tekanan dari pihak yang terafiliasi dengan koruptor. Bahkan, dirinya pernah mendapat ancaman dari pihak yang akan meluluhlantakkan Gedung Kejagung. 

"Datang seorang militer, dia bilang: kalau keluarga saya nggak dibebaskan saya luluhlantakkan," kata Jaksa Agung menirukan pihak pengancam.

"Silakan saja, gedung ini punya rakyat, punya negara, silakan saja kalau mau," jawab Jaksa Agung.

Tak hanya ancaman, Jaksa Agung juga mengaku pernah mendapat iming-iming uang dengan nilai fantastis, yakni Rp2 triliun untuk stop kasus namun dirinya menolak.

“Saya bilang, nggak ada, ini (perkara) tetap harus jalan, ini marwah kejaksaan dan marwah saya secara pribadi, saya pantang untuk surut," tegasnya. 

Lebih jauh, ia mengatakan jika dirinya makin ditekan akan makin membeku. Karena prinsip dirinya kalau telah melangkah harus dijalani dengan risiko apa pun.

"Usai saya dilantik, saya kumpulkan saudara-saudara termasuk TB Hasanuddin. Saya pesan: kalau kalian melakukan perbuatan pidana apalagi korupsi saya tidak akan peduli siapapun kalian," tandas Burhanuddin.

Redaktur: Sriyono

Penulis: Muhamad Ma'rup

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.