Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Wisata Sungai Musi

Pagoda Sembilan Lantai di Pulau Kemaro

Foto : Wikimedia
A   A   A   Pengaturan Font

Sungai Musi sudah dikenal luas sejak zaman Kerajaan Sriwijaya. Sungai dengan panjang 720 kilometer ini melintasi dua wilayah provinsi yaitu mulai dari Bukit Kelam di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu dan hingga Selat Bangka, Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan.

Di Palembang, sungai ini membelah kota menjadi dua yaitu yang disebut Seberang Ilir di utara, dan Seberang Ulu di selatan. Kedua bagian tersebut dihubungkan oleh Jembatan Ampera yang merupakan ikon Palembang, ditambah dengan tiga jembatan lainnya.

Sungai Musi telah menjadi salah satu ikon dari Kota Palembang. Di sepanjang sungai ini bukan hanya terdapat Benteng Kuto Besak yang megah, namun beberapa destinasi wisata lainnya seperti Pulau Kemaro, Kampung Kapitan, beberapa tempat kuliner khas.

Pulau Kemaro berada pada jarak 6 kilometer dari Jembatan Ampera. Pulau tersebut terletak di daerah industri yaitu di antara Pabrik Pupuk Sriwijaya dan Pertamina Plaju serta Sungai Gerong. Letaknya agak ke timur dari pusat Kota Palembang, dengan alamat di 1 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang.

Luas Pulau Kemaro mencapai 79 hektare dengan ketinggian maksimum 5 meter di atas permukaan laut (mdpl). Pulau yang telah ada sejak zaman Kerajaan Sriwijaya ini meski hanya berupa delta, tidak pernah tenggelam saat aliran sungai sedang tinggi.

Selain kelebihan tersebut, Pulau Kemaro merupakan perpaduan budaya masyarakat Tionghoa serta adat istiadat dan kehidupan asli masyarakat Palembang. Daya tarik wisata sejarah yang ada di pulau ini adalah adanya peninggalan-peninggalan sejarah berupa pagoda berlantai 9, makam putri Sriwijaya, Klenteng Hok Tjing Rio, Kuil Buddha, pertunjukkan kesenian, dan ritual keagamaan khususnya yang dilakukan oleh umat Tridharma.

Yang paling menonjol diantaranya adalah pagoda berlantai 9 dengan tinggi 45 meter. Bangunan ini akan langsung terlihat dari arah hulu karena posisinya berada di bagian paling depan. Bangunannya memang baru dibangun pada 2006, namun sejarah pulau ini dengan budaya Tionghoa sudah ada sejak lama.

Sejarah peninggalan budaya Tiongkok di Pulau Kemaro erat dengan kisah putri dari raja Kerajaan Sriwijaya dan putra raja Kerajaan Tiongkok.

Di pulau ini terdapat sebuah makam putri Palembang bernama Siti Fatimah.

Menurut legenda setempat yang tertulis di sebuah batu di samping Klenteng Hok Tjing Bio, pada zaman dahulu, datang seorang pangeran dari Negeri Tiongkok, bernama Tan Bun An yang datang untuk berdagang. Ketika ia meminta izin ke Raja Palembang untuk menjalankan bisnisnya, ia bertemu dengan putri raja yang bernama Siti Fatimah. Kontan saja ia langsung jatuh hati pada pandangan pertama. Cintanya dibalas oleh Siti Fatimah yang juga mencintainya. Singkat cerita mereka pun akhirnya naik pelaminan.

Setelah itu Tan Bun An mengajak sang Siti Fatimah ke daratan Tiongkok untuk mengunjungi orang tuanya. Setelah beberapa waktu, mereka kembali ke Palembang. Bersama mereka disertakan pula tujuh guci yang berisi emas. Sesampai di muara Sungai Musi, Tan Bun An ingin mendapat hadiah emas di dalam guci-guci tersebut.

Tetapi alangkah kagetnya karena yang dilihat adalah hanya sayuran sawi-sawi asin. Tanpa berpikir panjang ia membuang guci-guci tersebut ke laut. Tetapi guci terakhir terjatuh di atas dek dan pecah. Alangkah kagetnya ia ternyata di dalamnya berisi emas.

Tanpa berpikir panjang lagi ia terjun ke dalam sungai untuk mengambil emas-emas dalam guci yang sudah dibuangnya. Seorang pengawalnya juga ikut terjun untuk membantu. Celakanya keduanya tidak kunjung muncul.

Setelah menunggu, Tan Bun An tidak kembali muncul ke permukaan, Siti Fatimah berusaha menolong dengan terjun juga ke Sungai Musi. Namun akhirnya ia turut hanyut juga. Untuk mengenang ketiganya dibangunlah sebuah kuil dan makam untuk ketiga orang tersebut.

Saksi Pertempuran

Pulau Kemaro juga menjadi saksi aktivitas perdagangan dan pertempuran dengan Belanda. Pada Perang Palembang I dan Perang Palembang II sepanjang awal abad ke-19, Kesultanan Palembang Darussalam mendirikan salah satu benteng maritim terkuat di atas tanah Pulau Kemaro bernama Benteng Tambak Bayo.

Alasannya dipilihnya pulau itu sebagai lokasi pertahanan lapis pertama karena kawasannya tidak pernah terendam air meski permukaan Sungai Musi sedang tinggi. Ini berbeda dari tempat lain yang sebagian besar merupakan rawa.

Benteng pertahanan di Pulau Kemaro menjadi kunci penting dalam mengontrol masuknya kolonial Belanda ke Palembang. Dalam berbagai invasinya, Belanda kehilangan banyak kapal dan anak buah karena pertahanan Benteng Tambak Bayo yang solid.

Namun Belanda akhirnya berhasil menduduki Palembang pada tahun 1821 dan semua benteng yang ada di sekitar Keraton Kuto Gawang sekarang wilayah Pusri diluluh-lantakkan oleh Belanda, termasuk Benteng Tambak Bayo. Bahkan tidak ada sedikitpun sisa-sisa bangunan benteng yang masih berdiri hingga saat ini.

Pulau ini pun pernah mengalami transformasi fungsi dari sejak tahun 1965 hingga sekarang. Antara 1965-1967 pulau ini menjadi kamp tahanan politik. Antara 1968-1997, pulau ini pernah menjadi pemukiman dan tempat ibadah. Sejak tahun 1968, pulau ini mulai dihuni oleh penduduk yang jumlahnya semakin meningkat.

Pada periode tersebut Pulau Kemaro mulai dijadikan sebagai tempat wisata religi. Banyak masyarakat yang telah mengunjungi Pulau Kemaro untuk berdoa, berziarah dan meminta peruntungan.

Lalu fungsi Pulau Kemaro tahun 1998-2007 adalah sebagai lahan pertanian. Ini terjadi seiring dengan pola pikir warganya yang semakin maju, didukung dengan lokasi yang berada di tengah-tengah sungai sangat mendukung untuk dibukanya lahan pertanian guna meningkatkan taraf hidup penduduk.

Selain itu sejak 2008 hingga sekarang Pulau Kemaro menjadi objek wisata religi.

Pagoda Sembilan memiliki delapan sudut seperti simbol Pat Kwa atau delapan trigram. Warna cerah pagoda tersebut seperti merah, merah muda, kuning, dan biru sesuai dengan makna simbol warna yang terdapat pada kepercayaan Tiongkok.

Selain pagoda ada klenteng yang telah ada sejak dulu. Klenteng Hok Tjing Bio atau lebih dikenal Klenteng Kwan Im dibangun sejak tahun 1962. Di depan klenteng terdapat makam Tan Bun An dan Siti Fatimah yang menjadi legenda bagi pulau ini.

Selain itu di tempat ini juga terdapat sebuah pohon yang disebut sebagai "Pohon Cinta" yang melambangkan cinta sejati antara dua bangsa dan dua budaya yaitu antara Putri Siti Fatimah dan Tan Bun An. Konon jika ada pasangan yang mengukir nama mereka di pohon tersebut maka hubungan mereka akan berlanjut sampai jenjang pernikahan. Itulah mengapa pulau ini disebut juga dengan Pulau Jodoh. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top