Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Produk Impor | Hanya 3 Persen Obat-obatan Diproduksi di Dalam Negeri

Pacu Kemandirian Sektor Kesehatan

Foto : ISTIMEWA

BUDI GUNADI SADIKIN, Menteri Kesehatan

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Penggunaan farmasi dan alat kesehatan (alkes) sampai sekarang masih didominasi produk impor. Karenanya, dibutuhkan keseriusan pemerintah untuk mendorong perkembangan produk obat-obatan dan alat kesehatan dalam negeri.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan hanya 3 persen obat-obatan diproduksi di dalam negeri, sementara sisanya sebanyak 97 persen dipenuhi melalui impor. "Untuk obat-obatan, hanya 3 persen yang diproduksi dalam negeri. 97 persen masih kita impor, padahal dari 1.809 item obat di e-katalog (milik LKPP), hanya 56 item obat yang belum diproduksi di dalam negeri," katanya dalam konferensi pers virtual Upaya Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Bidang Alat Kesehatan, Selasa (15/6).

Budi menuturkan dari 10 bahan baku obat terbesar, baru dua yang diproduksi di dalam negeri, yakni Clopidogrel dan Paracetamol, sedangkan sisanya masih impor. Untuk alkes, sampai saat ini sebanyak 358 jenis produk sudah diproduksi di dalam negeri, dalam sistem Registrasi Alat Kesehatan (Regalkes) Kemenkes. Sementara itu, berdasarkan e-katalog 2019-2020, tercatat dari 496 jenis alkes yang ditransaksikan, sebanyak 152 jenis alkes sudah mampu diproduksi di dalam negeri.

Menurut Budi, tingginya porsi importasi pengadaan alkes, obat-obatan hingga bahan baku obat tentu tidak baik dalam upaya Indonesia untuk mendukung kemandirian sektor kesehatan. Budi mengatakan pihaknya telah menyiapkan sejumlah upaya untuk bisa meningkatkan penyerapan produk alkes dalam negeri, diantaranya memastikan regulasi yang pro pada produksi dalam negeri; segera melakukan penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) alkes dan menjadikan TKDN sebagai syarat utama dalam e-katalog; serta melakukan promosi terutama ke kementerian/lembaga pemerintah pusat maupun daerah untuk memprioritaskan pembelian dalam negeri.

Untuk jangka panjang, Budi mengatakan pihaknya akan membangun kompetensi sumber daya dalam rangka memfasilitasi transfer teknologi dan membangun ekosistem riset yang lebih baik.

Pada kesempatan sama, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menilai dengan memproduksi alkes di dalam negeri, Indonesia akan dapat menghemat anggaran negara hingga 300 triliun rupiah dalam setahun.

"Alkes ini, dana yang kita keluarkan hampir 490 triliun rupiah satu tahun. Jadi kalau sekarang kita bisa hemat 200-300 triliun rupiah setahun, itu sama dengan investasi kita 25 miliar dollar AS per tahun," katanya.

Dukungan Kebijakan

Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen memacu pengembangan industri (alkes) dalam negeri. Untuk menyerap produk dalam negeri secara optimal, diperlukan dukungan kebijakan dari Kementerian/ Lembaga terkait dalam melaksanakan program substitusi impor termasuk Penerapan P3DN secara tegas dan konsisten.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut potensi sebesar 607,7 triliun rupiah merupakan peluang pasar produk dalam negeri yang dapat dioptimalkan. Produsen dalam negeri, terang dia, mempunyai kapasitas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Pemerintah mengupayakan agar 79 produk prioritas alat kesehatan dalam negeri dapat dimanfaatkan dalam belanja APBN di bidang kesehatan," kata.

Dia menjelaskan, beberapa produk di antaranya telah memiliki nilai TKDN di atas 40 persen yang artinya produk dalam negeri tersebut wajib dibeli dan produk impor dilarang untuk dibeli. Bagi alat kesehatan produksi dalam negeri yang belum memiliki nilai TKDN, Kemenperin memberikan fasilitasi sertifikasi TKDN secara gratis untuk sekurangkurangnya 9.000 produk di tahun anggaran 2021

Kemenperin mendorong peningkatan belanja produk dalam negeri melalui Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) serta Program Subtitusi Impor 35 persen pada 2022. Program ini dilaksanakan melalui penurunan impor dengan nilai terbesar yang simultan dengan peningkatan utilisasi produksi sampai dengan 85 persen pada 2022.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top