NU dan Muhammadiyah Surabaya Kompak Dukung Wacana PPKM Dicabut Jelang Ramadan
Dokumentasi - Umat muslim melaksanakan shalat Idul Adha saat pandemi COVID-10 di Masjid Al Akbar, Surabaya, Jawa Timur pada Juli 2020.
Surabaya - Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Surabaya, Jatim, mendukung
adanya wacana anggota DPR RI agar Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) jelang Ramadhan dicabut.
"Saya setuju tidak ada aturan PPKM, tetapi stakeholder (pemangku kepentingan) semua harus punya komitmen yang sama untuk menyikapi situasi pandemi dengan arif dan bijaksana," kata Ketua Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya Ahmad Muhibbin Zuhri kepada ANTARA di Surabaya, Jumat.
Sebelumnya anggota DPR RI Muhammad Sarmuji mengusulkan agar PPKM jelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri dicabut dengan pertimbangan pemerintah sudah berhasil mengatasi pandemi COVID-19. Selain itu, agar umat Muslim yang menjalankan ibadah puasa Ramadhan bisa khusyuk dan tidak khawatir melanggar PPKM.
Menurut dia, ada dua kepentingan yang perlu ditangani secara bersama yakni pertama, kesehatan dan kedua, pemulihan ekonomi dampak pandemi.
Untuk yang pertama, lanjut dia, capain dari vaksinasi khususnya di Kota Surabaya sudah melampaui target Nasional. Hal itu, lanjut dia, ditopang dari kesadaran masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan (prokes) yang semakin tinggi.
"Juga sudah terbiasa menghadapi situasi seperti ini. Jadi sudah familiar apa yang harus dilaksanakan," ujarnya.
kedua, lanjut dia, pemulihan ekonomi, memang saat diperlukan aturan yang tidak kaku khususnya menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, dimana kebutuhan pokok masyarakat meningkat.
"Kalau itu nanti diterapkan PPKM bisa meningkatkan inflasi, daya beli masyarakat turun karena banyaknya pembatasan. Konsekwensi harga naik, sebaliknya pendapatan akan turun. Jadi itu situasi tidak ideal," katanya.
Saat ditanya apakah umat Islam khawatir adanya PPKM saat Ramadhan, Muhibbin mengatakan, sebetulnya tidak terlalu khawatir karena faktanya masing-masing tempat memiliki kearifan sendiri-sendiri. Ia mencontohkan untuk tempat ibadah yang luas sampai sekarang shalatnya masih berjarak.
"Kalau soal masker rata-rata jamaah memakai masker. Jadi ini sudah mengarah terciptanya normal baru. Masyarakat juga bisa memilih masjid mana saja yang tidak padat jamaahnya," katanya.
Apalagi, lanjut dia, PPKM level 3 sudah mengatur 75 persen untuk jamaah di tempat ibadah. "Jadi tidak ada pelanggaran. Kalau tidak dibolehkan ada kegiatan A,B, dan C, masyarakat sudah mengikutinya. Kalau ada, itu cuma dua atau tiga itu kasus aja," katanya.
Sementara itu, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Surabaya Hamri Al Jauhari mengatakan, pihaknya setuju usulan dari anggota DPR RI untuk mencabut PPKM menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
"Karena ini juga untuk memberikan keleluasaan umat Islam dalam melaksanakan ibadah Ramadhan. Walaupun demikian tetap harus mematuhi prokes (protokol kesehatan)," katanya.
Menurut dia, prokes di kalangan masyarakat tetap harus dijalankan karena pandemi COVID-19 saat ini masih berlangsung.
"Prokes tetap jalan. Jadi belum bersih sama sekali. Untuk Varian Omicron ini cepat menelur tidak seperti Delta. Tidak terlalu berlebihan khawatirnya, jadi kayak flu. Tapi tetap diwaspadai," katanya.
Selain itu, lanjut dia, agar umat Islam bisa melaksanakan ibadah Ramadhan dengan khusyuk tanpa rasa khawatir melanggar aturan PPKM. "Itu yang jadi pertimbangan," ujarnya.
Redaktur : Marcellus Widiarto
Komentar
()Muat lainnya