NU dan Muhammadiyah Kedepankan Toleransi
Membangun peradaban manusia -- Wakil Ketua Umum PBNU Zulfa Mustofa saat menjadi pembicara kunci dalam Silaturahim Nasional Pokja Majelis Taklim bertema Majelis Taklim sebagai Basis untuk Membangun Peradaban Umat Manusia di Jakarta, kemarin.
NU dan Muhammadiyah dinilai memiliki semangat sama dalam mengedepankan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan.
JAKARTA - Wakil Ketua Umum PBNU Zulfa Mustofa mengibaratkan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah seperti adik dan kakak yang memiliki semangat yang sama dalam mengedepankan nilai-nilai toleransi dalam berkehidupan.
"NU tidak pernah puasa duluan. Muhammadiyah puasa duluan karena di mana-mana kakak itu duluan. Adik itu ngalah. Tarawih juga begitu, kakak pulangnya duluan karena rakaatnya lebih sedikit," ujar Zulfa dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (4/8).
Pernyataan Kiai Zulfa tersebut disampaikan saat memberikan pidato kunci dalam kegiatan Silaturahim Nasional Pokja Majelis Taklim bertema "Majelis Taklim sebagai Basis untuk Membangun Peradaban Umat Manusia" di Jakarta.
Muhammadiyah lahir lebih dahulu yakni pada 1912, sementara NU lahir belakangan (1926). Namun demikian, jumlah jemaah NU lebih banyak sehingga Kiai Zulfa menyebut NU dengan adik bongsor.
Ia berpendapat NU dan Muhammadiyah berbeda di aspek cabang (furu'), bukan pokok (ushul). Jika demikian, yang perlu dimunculkan adalah semangat toleransi (tasamuh).
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Sriyono
Komentar
()Muat lainnya