Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus

Ngeri! Satwa Liar di Jepang Jadi Lebih Ganas Serang Warga karena Perubahan Iklim, Bagaimana Bisa?

Foto : gethiroshima

Kota Yamaguchi mengalami serangan dari kera-kera liar, 8 orang diserang dalam satu minggu pada Juli 2022.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Beruang, babi hutan, monyet, hingga lumba-lumba menjadi lebih agresif akibat perubahan iklim yang memengaruhi habitat mereka, bahkan memaksa mereka berkonfrontasi dengan manusia. DW melaporkan, Kamis (11/8).

Perubahan signifikan terhadap lanskap pedesaan di Jepang telah menyebabkan perubahan perilaku hewan liardi negara itu, yang mengarah pada pemberontakan mereka terhadap manusia, menjadi lebih ganas, dan lebih sering terjadi.

Di tahun-tahun sebelumnya, beruang mendominasiserangan terhadapmanusia, bersamaan dengan amukan dari babi hutan sesekali. Namun, terdapat peningkatan tajam dari jumlah laporan serangan kawanan monyet pada musim panas ini. Sementara itu, pihak berwenang di salah satu kota pesisir juga telah memperingatkan adanya perlawanan agresif dari kawanan lumba-lumba terhadap para perenang.

Sedangkan di masa lalu, konfrontasi semacam itu hanya terjadi ketika manusia tengah tersesat di hutanatau saat para pencari jamur dan sayuran di gunung yang diserang oleh beruang. Namun, sekaranginsiden semacam itu justru semakin banyak terjadi di pinggiran beberapa kota terbesar di Jepang.

Beruang Ditembak Mati

Pada Juni 2021, pemburu dipanggil untuk menembak beruang coklat yang telah melukai empat orang di wilayah pinggiran Sapporo, kota terbesar di pulau utara Hokkaido. Pihak berwenang bahkan sampai menutup bandara kota,42 sekolah, dan mengunci pangkalan militer mereka, sebelum akhirnya beruang setinggi 2 meter itu dieksekusi.

Di selatan Jepang, penduduk pulau kecil Kakara tengah mempertimbangkan untuk mengungsi karena babi hutan telah mengambil alih teritorial mereka, hingga menghancurkan tanaman labu dan juga ubi jalar milik warga, bahkan babi hutan itu juga menjadi semakin agresif.

Otoritas setempat di Prefektur Yamaguchitelah melaporkan sebanyak 66 insiden yang terjadi hanya pada bulan Juli lalu dan mengimbau kepada penduduk setempat untuk tidak melakukan kontak mata dengan monyet-monyet, karena dapat dianggap sebagai tantangan dan menjadi faktor pemicu serangan.

Pihak berwenang juga telah memasang beberapa perangkap dan melakukan patroli. Alhasil, dua monyet yang sangat agresif berhasil ditangkap dan disuntik mati.

"Saya pikir, statistik telah mengonfirmasi bahwa kita melihat lebih banyak kasus dalam beberapa tahun terakhir daripada tahun-tahun sebelumnya," kata Mariko Abe, perwakilan dari Masyarakat Konservasi Alam Jepang.

Dampak Perubahan Iklim

"Tampaknya ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan insiden-insiden ini, tapi saya pikir salah satu faktor terbesar, terutama yang terjadi pada tahun ini adalah efek dari perubahan iklim," tambah Abe kepada tim DW.

"Selama sekitar satu dekade terakhir, musim hujan bulan Juni yang biasanya berlangsung selama sekitar satu bulan itu menjadi lebih pendek dan curah hujan pun menurun," katanya. "Dan tahun ini sangat ekstrem."

"Ada tutupan awan selama bulan Juni, tetapi tidak cukup curah hujan dan sekarang kita berada pada rekor suhu tertinggi di seluruh negeri," ungkap Abe lebih lanjut.

Akibatnya sumber makanan di hutan dan pegunungan belum menghasilkan jumlah yang cukup untuk populasi kera-kera tersebut. Itu artinya, mereka harus pergi mencari makan. Dan hal itu yang membawa mereka ke daerah tempat tinggal manusia.

Menurut Abe, pinggiran kota yang terus-menerus merayap lebih jauh ke dalam habitat hewan-hewan liar menjadi salah satu faktor penyebab lainnya. Kevin Short, seorang profesor yang ahli dalam pendidikan lingkungan di Universitas Ilmu Informasi Tokyo, setuju bahwa hilangnya habitat asli mereka adalah alasan utama meningkatnya jumlah intrusi hewan liar ke daerah perkotaan.

Short juga menunjukkan bahwa akibat dari menyusutnya populasi pedesaan di Jepang, ada lebih sedikit pemburu untuk memusnahkan satwa liar tersebut.Hal itu mengakibatkan ledakan populasi beruang, babi hutan, dan monyet dalam beberapa tahun terakhir.

"Dulu, desa-desa ini berfungsi sebagai semacam zona penyangga antara hutan dan pinggiran kota, dan penduduk desa akan memusnahkan hewan yang mengambil tanaman mereka dan sebagainya," kata Short.

"Dengan menghilangnya semua anak-anak muda dari desa-desa ini dan secara bertahap terus menyusut, semakin sedikit pula yang menghentikan satwa liar untuk mengambil alih (wilayah)," tambah Short.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top