Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pertanian

Negara Mesti Lindungi Petani

Foto : ANTARA

Memetik Kopi - Petani memetik biji kopi arabika di perkebunan Desa Nyalindung, Cipatat, Bandung Barat, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah mesti hadir melindungi petani di tengah ancaman masuknya produk pangan impor. Pemerintah juga mesti konsisten mengembangkan pertanian sebagai pertahanan negara.

"Bila pemerintah ingin pertanian menjadi alat pertahanan negara, sektor pertanian harus dibangun mencapai competitiveness, itu kata kuncinya.

Untuk mencapai competitiveness dibutuhkan keberpihakan, karena sampai sekarang keberpihakan pemerintah masih kurang," kata pengamat pertanian dari UPN "Veteran" Jatim, Surabaya, Ramdan Hidayat, saat dihubungi, Senin (3/9).

Menurut Ramdan, bila pemerintah ingin memulai, titik ungkitnya adalah good governence, tegas pada pengusaha yang cari untung, ditertibkan, dan afirmatif pada petani. "Bersihkan permainan-permainan yang merugikan petani.

Saya pernah cek pupuk subsidi, kadar ureanya tidak sesuai. Hal-hal ini yang membuat daya tahan petani kita lemah, mereka malas berproduksi karena kalah dengan produk impor yang lebih efesien," ujarnya.

Sementara itu, Guru Besar Ekonomi Pertanian UGM, Dwijono Hadi Darwanto, menambahkan, kopi, kakao, beras, dan komoditas pangan lainnya merupakan produk pertanian unggulan Indonesia. "Produk pertanian itu adalah pertahanan nasional.

Seperti di negara-negara maju, hasil pertanian pangan, bukan hanya daya saing pertanian saja tapi kunci pertahanan nasional. Jadi, dimulainya dari pangan. Percuma punya senjata canggih kalau rakyatnya kelaparan," katanya.

Harus Serius

Terkait turunnya harga kopi di pasar internasional, Dwijono mengatakan jangan sampai membuat kopi produksi petani tidak terserap di pasaran. Kondisi ini juga jangan membuka peluang bagi kopi produk impor masuk ke pasar dalam negeri.

"Di sinilah pentingnya negara hadir melindungi petani kopi. Kalau semuanya dibiarkan mengikuti mekanisme pasar, nasib petani kopi hanya tinggal menunggu waktu saja. Untuk produk pertanian, seharusnya pemerintah serius berpihak kepada petani dalam negeri," katanya.

Seperti diketahui, Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) melaporkan harga kopi di pasar global menunjukkan penurunan dalam beberapa waktu terakhir, yakni 1.500 dollar AS per ton untuk kopi robusta, padahal di awal Agustus masih 1.700 dollar AS per ton, dan di awal tahun masih sekitar 1.800 dollar AS per ton.

Sementara itu, harga kopi dalam negeri di tingkat eksportir tahun ini berkisar 24.000 rupiah per kilogram, sementara tahun lalu bisa mencapai 28.000 rupiah per kilogram.

Dihubungi terpisah, Ketua AEKI DPD Lampung Juprius berharap pengusaha tidak impor kopi namun membeli kopi produk dalam negeri untuk membantu petani.

"Kalau bisa perusahaan di Lampung tidak melakukan impor kopi. Serap dulu kopi di dalam negeri," ujarnya. Ant/YK/SB/AR-2

Penulis : Antara, Eko S, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top