Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pemanasan Global

Negara Kaya dan Berkembang Berselisih soal Dana untuk Penanganan Iklim

Foto : ISTIMEWA

Sultan Al Jaber, Presiden COP28

A   A   A   Pengaturan Font

PARIS - Negara-negara kaya dan berkembang dalam perundingan Jumat (20/10) dilaporkan berselisih mengenai dana untuk dampak pemanasan global yang semakin merusak, ketika pemimpin perundingan iklim PBB, Conference of the Parties 28 (COP- 28), mendesak negara-negara untuk melaksanakannya.

Dikutip dari The Straits Times, kesepakatan untuk membentuk dana khusus guna membantu negara-negara rentan mengatasi kerugian dan kerusakan iklim merupakan pencapaian utama dalam perundingan COP-27 tahun lalu di Mesir. Namun, negara-negara masih menyisakan rinciannya untuk diselesaikan nanti.

Serangkaian pembicaraan yang diadakan tahun ini telah mencoba untuk mencapai konsensus mengenai hal-hal mendasar, seperti struktur, penerima manfaat, dan kontributor, sebuah isu utama bagi negara-negara kaya yang ingin Tiongkok membayar dana itu.

Pada hari terakhir pertemuan, hanya beberapa minggu menjelang perundingan COP-28 pada 30 November hingga 12 Desember di Dubai, banyak negara masih mengalami kebuntuan, dan negara-negara berkembang menuduh Amerika Serikat (AS) dan negara-negara lain menghambat kemajuan.

"Kita kehabisan waktu. Saya berharap Anda menyampaikannya," kata Sultan Al Jaber, Presiden COP-28.

Menjanjikan Pendanaan

Ia mengulangi seruan kepada negara-negara untuk mengambil langkah awal dalam menjanjikan pendanaan, untuk memastikan dana tersebut bukan rekening bank kosong.

Dalam pidatonya di depan para perunding, ia mengatakan jutaan orang terus menderita dampak buruk perubahan iklim sejak COP terakhir, dan pada tahun ini terjadi dampak ekstrem yang terus menerus terjadi di seluruh dunia.

"Apa yang kita lakukan mengenai hal itu? Kami terus berunding, kami terus bernegosiasi, kami terus berputar-putar," kata Jaber, yang juga merupakan pimpinan perusahaan minyak milik negara di Uni Emirat Arab, ADNOC (Abu Dhabi National Oil Company).

"Jika saya tidak melihat hasil yang nyata dan nyata, hal itu tidak dapat diterima".

Seorang pengamat dalam pertemuan tersebut mengatakan pembahasan tersebut menghadapi "jalan buntu", dengan diskusi-diskusi yang terutama tersendat mengenai lokasi dana itu.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top