Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebebasan Pers

Myanmar Bebaskan Dua Jurnalis Reuters

Foto : AFP/ANN WANG

Keluar Penjara l Dua jurnalis Reuters, Wa Lone (kiri) dan Kyaw Soe Oo, berjalan keluar dari gerbang penjara Insein dekat Yangon pada Selasa (7/5). Kedua jurnalis itu bebas setelah diberi amnesti oleh Presiden Myanmar, Win Myint.

A   A   A   Pengaturan Font

YANGON - Dua wartawan Reuters yang dipenjara karena melaporkan krisis Rohingya di Myanmar, akhirnya keluar dari balik jeruji besi pada Selasa (7/5). Mereka dibebaskan dalam amnesti massal yang diberikan Presiden Myanmar Win Myint, dan juga berkat kampanye global yang giat untuk pembebasan mereka.

Dua jurnalis itu, Wa Lone, dan Kyaw Soe Oo, keluar dari penjara Insein di Yangon, setelah mereka mendekam lebih dari 16 bulan di tahanan. Penangkapan mereka terjadi pada Desember 2017 dan penahanan mereka menjadi sensasi internasional, karena menandakan bahwa kebebasan pers di Myanmar yang memburuk di bawah kepemimpinan sipil dan peraih Nobel, Aung San Suu Kyi.

Saat dibebaskan, Wa Lone, 33 tahun, mengucapkan ungkapan terima kasih kepada orang-orang dari seluruh dunia karena mengadvokasi pembebasan mereka dan bersumpah ia akan kembali bekerja.

"Saya benar-benar bahagia dan bersemangat melihat keluarga dan kolega saya. Saya tidak sabar untuk pergi ke ruang kerja saya," kata Wa Lone.

Pemimpin redaksi Reuters, Stephen Adler, mengatakan mereka sangat senang bahwa Myanmar telah membebaskan dua jurnalis pemberani ini. "Sejak penangkapan mereka 511 hari yang lalu, mereka telah menjadi simbol pentingnya kebebasan pers di seluruh dunia. Kami menyambut pembebasan mereka," kata Adler.

Sebelumnya Wa Lone dan Kyaw Soe Oo dinyatakan bersalah atas tuduhan melanggar rahasia negara dan masing-masing diancam hukuman tujuh tahun penjara. Pada saat penangkapan, mereka tengah melaporkan pembantaian 10 Muslim Rohingya pada September 2017 di Negara Bagian Rakhine yang dilanda konflik, di mana tentara Myanmar memaksa sekitar 740.000 minoritas tanpa kewarganegaraan Rohingya untuk kabur melewati perbatasan ke Bangladesh.

PBB dan kelompok-kelompok hak asasi manusia lainnya menuduh Myanmar melakukan pembersihan etnis dan genosida dalam konflik tersebut.

Pada April, Mahkamah Agung Myanmar menolak upaya banding terakhir terhadap hukuman mereka.

Raih Pulitzer

Kasus ini memicu protes di seluruh dunia dan menghancurkan perjuangan Suu Kyi sebagai pembela hak asasi manusia.

Dalam pembelaannya, Reuters mengatakan kedua awak jurnalisnya tidak melakukan kejahatan apa pun sehingga menyerukan pembebasan mereka.

Selama mendekam di penjara, jurnalis Reuters ini dihujani banyak penghargaan sebagai tanggapan atas dedikasi profesi mereka.

Bulan lalu, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, memenangkan anugerah bergengsi, Pulitzer 2019, untuk pelaporan internasional.

Sebelumnya wajah mereka pun terpampang di sampul majalah TIME sebagai sosok jurnalis yang jadi korban penindasan. ang/AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top