Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Gagasan

Musibah di Danau Toba

Foto : koran jakarta/ ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Dr Joyakin Tampubolon, MSi

Kapal Rakyat Sinar Bangun (SB) tenggelam di Danau Toba Senin (18/6) pukul 17.15 WIB. SB angkat jangkar dari Pelabuhan Simanindo Samosir menuju pelabuhan Tigaras di Parapat, Kabupaten Simalungun. Kapal berukuran 17 GT. Bobot kapal seperti itu dilarang memuat penumpang dengan kapasitas banyak.

Nakhoda SB paham benar peraturan keselamatan pelayaran. Dari keterangan korban selamat dikatakan, penumpang SB mencapai 100 lebih dan mengangkut sekitar 60 sepeda motor. Mengapa nakhoda membiarkan penumpang berlebihan? Praktik buruk kerap kali berlangsung di berbagai pelayaran rakyat yang membawa penumpang umum.

ABK menjual karcis di atas kapal, bukan daratan. Maka, sukar bagi nakhoda bisa mengetahui jumlah penumpang. Operator atau pemilik kapal, agen, nakhoda, dan ABK mengingkari bahwa muatan barang atau penumpang tidak boleh melebihi kapasitas kapal. Kapal harus mempunyai pelampung (life jackets) sesuai dengan jumlah penumpang dan ABK.

Nakhoda SB mengetahui kewajiban formal tersebut. Aneh jika pura-pura tidak paham karena hal itu pekerjaan rutin seorang nakhoda. Mengapa SB tenggelam? Dugaan sementara karena hantaman angin besar atau gelombang besar. Penumpang selamat mengatakan angin puting beliung menghantam kapal hingga oleng, lalu terbalik.

Penumpang panik saat kapal tiba-tiba oleng dihantam gelombang dan angin keras. Kepanikan penumpang biasanya berakibat fatal bagi kapal yang sedang berlayar. Apalagi puluhan penumpang bergerak serentak dalam kepanikan. Para penumpang bisa berlarian/berpindah tempat. Kapal akan miring ke kiri atau kanan, berisiko terbalik lalu tenggelam.

Kejadian sebenarnya bisa diperoleh dari saksi hidup. Sebaiknya masyarakat dan keluarga penumpang menunggu informasi Kementerian Perhubungan atau Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Instansi KNKT sedang investigasi untuk mengetahui penyebab kapal karam. KNKT perlu membuka hasil investigasi.

Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) belum memperoleh data pasti jumlah penumpang. Persoalannya, SB tidak mempunyai daftar manifes jumlah penumpang. Ini pelanggaran standard operating procedure (SOP) pelayaran. Manifes penumpang seharusnya dilaporkan pada otoritas pelayaran setempat agar kapal diizinkan atau tidak berlayar. Tak ada manifes penumpang, faktor utama kesulitan mendapat informasi jumlah penumpang. Nakhoda kapal pun sulit membeberkan data penumpang, kecuali jujur, terbuka informasi tentang jumlah tiket yang dijual.

Faktor Kenal

Kultur ketimuran, saling kenal, tolong-menolong, ikut menyulitkan penemuan data penumpang secara benar. Informasi yang beredar penumpang terdiri dari banyak perempuan dan anak-anak kecil. Mereka saling kenal, tolong menolong, "tau sama tau". Jadi, kemungkinan hanya orang dewasa yang membeli tiket.

Anak-anak kecil gratis. Maklum, karcis dibeli di atas kapal. Informasi keluarga penumpang tentang anggota keluarga juga bisa menjadi sumber data. Kiranya petugas KNKT bisa memastikan jumlah penumpang. Dalam UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan, memuat ketentuan yang mengatur antara lain kewajiban pelayaran rakyat, agen, dan nakhoda.

Peraturan harus ditaati agar pelayaran selamat. Peraturan wajib dibaca operator kapal: pemilik, agen, dan nakhoda. Khususnya tentang nakhoda, dikatakan, dia wajib mengecek kesesuaian antara jumlah penumpang dalam manifes dan yang berada di atas kapal pemegang tiket. Pemilik dan nakhoda SB melanggar peraturan-peraturan tadi.

Nakhoda kapal milik perorangan atau pelayaran rakyat, berkewajiban menaati peraturan formal Kemenhub tersebut. Kelemahan umum nakhoda pelayaran rakyat sering tak disiplin. Mereka mengejar profit untuk perusahaan dan tambahan penghasilan ABK. SB tidak menjual karcis di darat, tapi di atas kapal.

Ketidakpedulian dan perilaku negatif ABK, agen, dan pemilik kapal sering terjadi. Mereka kerap melanggar peraturan. Kapal tetap "tarik jangkar" walaupun tanpa manifes penumpang, fasilitas pelampung penyelamat jumlahnya tidak sama denga npenumpang. Pelampung sering kurang. Aparat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) Kementerian Perhubungan jauh hari telah "membaca" perilaku para agen, pemilik, dan nakhoda tentang ketidakdisiplinan, ketidaktaan mereka sebagai operator.

Maka, dikelurkan Instruksi Ditjen Hubla Nomor tanggal 3 Januari 2017 tentang Kewajiban Nakhoda dalam Penanganan Penumpang selama Pelayaran. Instruksi ini rinci, mendetail, tegas, penjabaran praktis atas substansi UU Nomor 17/2008 dan PP Nomor 7/2000. Tiga produk hukum tersebut untuk menjamin keselamatan pelayaran, asal agen, pemilik, nakhoda berdisiplin.

Keselamatan pelayaran sebetulnya melekat dengan keselamatan aset pemilik kapal, kelancaran bisnis pelayaran, keuntungan agen, karir dan masa depan nakhoda beserta seluruh ABK. SOP pelayaran mewajibkan nakhoda menginformasikan keadaan cuaca di perairan sekitar selama berlayar. Ini termasuk upaya darurat "buang jangkar" sebagai perlindungan saat cuaca buruk.

Nakhoda pun wajib menginformasikan waktu tiba di pelabuhan tujuan. Alih-alih SOP efektif, mungkin peralatan navigasi dan radio komunikasi kurang berfungsi saat berlayar. Markonis kapal tidak bekerja efektif mengirimkan berita ke otoritas pelayaran setempat karena fasilitas komunikasi seadanya. Kita prihatin dan berduka bersama keluarga para korban.

Pemerintah berkewajiban menangani secepatnya pembayaran asuransi kecelakaan para keluarga korban. Ke depan diperlukan penataan dan perbaikan total pengelolaan pelayaran di Danau Toba. KNKT kiranya mempublikasi hasil investigasi agar semua pihak introspeksi. Danau Toba salah satu destinasi wisata menarik dan sumber penghasilan rakyat lokal yang berbisnis atau bekerja di bidang pariwisata, operator pelayaran, dan pemerintah daerah. Karena itu, perlu segera memprioritaskan perbaikan layanan seluruh fasilitas keselamatan dan kenyamanan kepariwisataan Danau Toba.

Penulis adalah Widyaiswara Madya Kementerian Sosial, lulusan S3 IPB

Komentar

Komentar
()

Top