Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 22 Jun 2019, 05:00 WIB

Mohammad Nuh

Foto:

Sembilan anggota Dewan Pers terdiri dari Arif Zulkifli, Hendry Ch Bangun, dan Jamalul Insan, dari unsur wartawan. Ahmad Djauhar, Agung Darmajaya, dan Asep Setiawan, dari unsur perusahaan pers. Agus Sudibyo, Hassanein Rais, dan Mohammad Nuh dari unsur masyarakat.

Untuk mengetahui apa saja yang akan dilakukan jajaran Dewan Pers dalam tiga tahun ke depan, wartawan Koran Jakarta, Eko Nugroho, berkesempatan mewawancarai Ketua Dewan Pers, Mohammad Nuh, pada acara pisah sambut anggota Dewan Pers, di Jakarta, Rabu (12/6), dan sosialisasi pedoman pemberitaan media ramah anak, di Jakarta, Rabu (20/6). Berikut petikan selengkapnya.

Apa visi dan misi Anda selaku Ketua Dewan Pers?

Jadi yang pertama dan fungsinya tidak bisa dilepaskan dari misi besar Indonesia. Apa misi besar Indonesia, itu yang ada di Pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap tumpah darah, mencerdaskan, menyejahterakan, dan perdamaian abadi. Seluruh kegiatan pers muaranya ke situ.

Oleh karena itu, kenapa tadi saya sampaikan bahwa media itu punya tujuan mencerdaskan bangsa atau meng-educate the people. Tujuan pers itu meng-educate the people. Untuk itu, pers harus melakukan pemberdayaan pilar-pilar yang ada di masyarakat. Dengan pemberdayaan itu muaranya kepada kesejahteraan. Pers harus memberikan pencerahan karena dengan pencerahan itu, kami dapat melakukan perdamaian dunia. Itu muaranya, ke situ.

Apa tantangan media saat ini?

\Tantangan media sekarang itu, ikuti saja pola kaidah keilmuan. Mulai dari data, informasi, knowladge. Kami sangat yakin informasi yang dihasilkan itu ibaratnya oksigen. Kalau oksigen terkontaminasi justru bukan menyehatkan, tapi akan menyakitkan siapa yang menghirupnya. Jadi, tidak mungkin mendapat informasi atau oksigen yang fresh, kalau datanya tidak jelas. Karena itu, informasi harus didapat dari data, baru dari situ informasi, diolah jadi knowledge.

Apa yang akan Anda prioritaskan untuk bisa segera diwujudkan dalam tiga tahun mendatang?

Dalam tiga tahun ke depan bersama delapan anggota Dewan Pers lainnya, saya akan memperkuat tiga fungsi pers. Pertama, edukasi, yang dengan pemberitaan pers, masyarakat semakin cerdas dan dewasa. Karena cerdas dan dewasa ini masyarakat dapat melakukan selfcensoring dan selffiltering. Jadi, masyarakat mampu membedakan mana berita yang benar dan mana yang hoaks.

Kedua, fungsi empowering. Media harus memperkuat lembaga atau tatanan yang sudah ada di masyarakat, bukan malah melemahkanya, termasuk, media harus memperkuat resources dan hubungan antarmasyarakat sehingga semakin kokoh.

Yang tak kalah pentingnya adalah fungsi ketiga yaitu mencerahkan (enlightening). Di tengah berseliwerannya beragam informasi menerpa masyarakat, harus ada media yang memberikan pencerahan dan menjelaskan duduk permasalahan sehingga memperkuat nasionalisme bangsa Indonesia.

Dengan itu semua sudah cukupkah?

Belum. Masih harus diakukan langkah berikutnya yaitu memformulasikan ketiga fungsi itu dalam konsep 3E+N (Education, Empowering, Enlightening, dan Nationalism). Jadi, ketika masyarakat semakin cerdas dan dewasa, dia tahu berita yang tidak beres, dia sudah punya self sensoring. Karena saat ini berita itu macam-macam, dan pemikiran macam-macam, ada media yang bisa mencerahkan. Itu untuk memperkuat nasionalisme.

Apa dampaknya jika media tidak bisa memberikan edukasi kepada masyarakat?

Apabila media tidak bisa memberikan fungsi edukasi maka akan timbul kegaduhan di masyarakat. Hal tersebut karena masyarakat bakal menelan setiap informasi yang beredar tanpa mencari tahu apakah itu benar atau tidak. Kalau media tidak bisa mendidik masyarakat secara keseluruhan maka nanti masyarakat zaman sekarang, tidak bisa menyaring.

Dengan tingkat edukasi yang baiklah, masyarakat secara otomatis melalui dirinya sendiri, bisa melakukan filter. Media harus menjadi pendingin. Kalau fungsi media menjadi pemanas, situasi bangsa panas. Media harus jadi pendingin. Kalau fungsi media menjadi pemanas, situasi bangsa panas maka media harus jadi pendingin.

Dengan semakin banyaknya media daring yang bermunculan, bagaimana sikap Dewan Pers?

Ini kan peradaban baru, yang pada 20 tahun lalu tidak ada. Sering kali kehadiran media online, termasuk media sosial, belum masuk rumah besar Dewan Pers. Karena rumah besar ini didesain pada tahun 1999. UU yang ada kan lahir pada tahun 1999. Sekarang zamannya sudah berubah. Pilihannya, ya satu harus memperluas rumah Dewan Pers.

Tidak harus mengubah UU, tapi fungsi ekspansinya yang kami lakukan, sehingga tidak ada lagi istilah anak haram. Ini anak kami sendiri. Caranya bukan memperkecil rumah, tapi rumahnya diperbesar sehingga setiap anak jadi bagian anak kami.

Apakah Dewan Pers akan merancang dan membuat peraturan baru atas masalah tersebut?

Tentu. Kalau tidak, akan menjadi liar. Jika liar, padahal anak kami sendiri. Jadi siapa pun yang memerankan fungsi media dan karena perubahan peradaban teknologi maka kami harus menyelesaikan,

Kapan itu akan Anda selesaikan?

Masalah tersebut akan dituntaskan sebelum saya selesai menjabat sebagai Ketua Dewan Pers.

Detailnya program Dewan Pers dalam tiga tahun ke depan apa?

Melanjutkan program yang sudah ada.

Apa yang akan dilakukan Dewan Pers terhadap media yang melakukan hal-hal di luar fungsi jurnalistik, apa perlu diberi sanksi yang tegas?

Ada fungsi eduksi. Kami ingin melakukan fungsi edukasi di kawan-kawan pelaku, insan pers, supaya tahu profesionalitas. Bisa jadi, dia melakukan itu karena tidak tahu. Untuk itu, kami akan melakukan penguatan fungsi profesionalitas dari kawan-kawan jadi program kami.

Ke depan, uji kompetisi wartawan apakah masih perlu dilakukan?

Bukan perlu lagi, tapi harus dilakukan uji kompetensi kepada semua wartawan.

Biayanya ditentukan Dewan Pers?

Gampanglah....

Berarti media harus terverifikasi?

Ya iyalah. Kalau tidak terverifikasi, siapa yang harus bertanggung jawab.

Anda sudah memetakan persoalan di dunia pers?

Jadi kesimpulan saya, kalau ngurusin media itu, janganlah khawatir. Khawatir apa? Khawatir kehabisan persoalan.

Jadi selalu ada persoalan?

Jangan khawatir.

Bagaimana cara Dewan Pers menangani pengaduan dari mantan Komandan Tim Mawar Komando Pasukan Khusus TNI AD, Mayjen TNI (Purn) Chairawan Nusyirwan, yang mempunyai sengketa pers dengan Majalah Tempo?

Tidak apa-apa, memang tugasnya Dewan Pers begitu. Kalau ada yang beda pendapat, yang bersengketa, tugas kami memediasi. Syarat mediator yang baik, independen. Sehingga kemarin ada laporan yang masuk, minggu depan kami undang Tempo, Selasa. Dari situ, lalu cocok-cocokkan apa yang dikeluhkan pelapor dan apa yang dilakukan Tempo.

Jadi, tidak ada delik pidana dan perdata buat sengketa ini?

Sepanjang itu urusannya terkait dengan pers maka larinya ke UU Pers. Tugas kami itu AC, bukan kompor. Karena AC itu maka yang tadinya berkeringat menjadi nyaman. Jangan sampai pers itu ikut memanas-manasi. Kalau panas, bajunya dicopot, kelihatan udelnya nanti.

Di Dewan Pers, ada perwakilan Tempo. Bagaimana cara menangani sengketa pers antara mantan Komandan Tim Mawar Kopassus, Mayjen TNI (Purn) Chairawan Nusyirwan dan Tempo?

Jadi, pada saat urusan yang terkait dengan pekerjaan dia maka dia tidak boleh ikut. Jadi akan diselesaikan oleh mereka yang bukan terkait dengan Tempo. Itu sudah menyangkut kode etik kami. Jadi untuk media x, yang terkait dengan media x, akan off.

Bagaimana hasil mediasi Dewan Pers antara Majalah Tempo dan Mayjen TNI (Purn) Chairawan?

Ada tahapan-tahapan, kemarin (Selasa) itu tahap kedua, di mana mendengarkan dari kedua belah pihak. Dari A bagaimana pendapatnya dan dari B bagaimananya pendapat. Itu tujuan dari mediasi. Kalau bisa diselesaikan secara baik, tentu akan lebih baik diselesaikan secara damai. In case kalau tidak bisa, baru Dewan Pers memberikan judgement bahwa kami harus begini. Kamu harus begitu. Tapi sekarang di mediasi dulu, karena itu kan asas kami.

Apa ada intervensi?

Siapa yang mau intervensi. Justru kami mewanti-wanti betul, kepercayaan publik ke Dewan Pers itu karena independensinya. Itu di pengantar saya, media itu kerjanya in between. Ketika dia nempel, terkooptasi maka fungsi medianya hilang. Dewan Pers harus memastikan bahwa media itu kerjanya in between maka ini menjadi bagian dari integritas kami, komitmen kami. Yang penting itu jangan manas-manasin.

Di mana posisi media di masyarakat?

Media itu posisinya in between, di antara, di tengah-tengah. Tidak berada di salah satu pihak sehingga tidak terkooptasi oleh pihak yang satu atau pihak yang lain.

Bagaimana dengan peran berita yang ditulis wartawan ke masyarakat?

Profesi di bidang media, kalau kita mengaitkan semata hanya sebagai profesi maka yang didapat hanyalah sebagai profesi. Tetapi, kalau dikaitkan dengan nilai maka akan sangat sayang kalau itu hanya semata sebagai profesi.

Coba bayangkan kalau tulisan panjenengan bisa memberikan inspirasi pada anak-anak dan masyarakat sehingga mereka dapat menjaga lingkungan agar anak-anak dapat tumbuh baik, menjadi dewasa dan berkepribadian baik. Jika itu yang terjadi, panjenengan berkontribusi menjadikan anak-anak sebagai anak dan orang dewasa yang baik. Kita membangun generasi.

Membangun generasi itu wajib. Ada masa lalu, masa kini, dan masa depan. Siapa saja yang tidak memikirkan masa depan maka dia tidak akan punya masa kini. Anak itu adalah masa depan. Oeh karena itu, kita bertekad menyekolahkan mereka karena mereka adalah masa depan kita.

Kalau anak-anak ini, yang merupakan anak biologis kita dan ke depan, berekspansi dari anak biologis menjadi anak bangsa maka ganjaran yang diterima panjenengan akan sangat luar biasa. Karena itu, kami sangat berterima kasih pada media yang memberikan atmosfer positif menjadi lebih baik.

N-

Redaktur:

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.