Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kinerja BUMD l Sejumlah BUMD Tak Berikan Deviden ke Pemprov

Modal Besar, Minim Keuntungan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Dewan menemukan sejumlah BUMD DKI Jakarta tidak memberikan kewajiban deviden kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sebagai pemegang saham.

JAKARTA - Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi, mempermasalahkan keuntungan yang diperoleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta. Padahal, sejumlah BUMD sering kali mendapat suntikan penyertaan modal pemerintah daerah (PMD) melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI setiap tahunnya.

"Setelah dikasih PMD. Keuntungannya mana? PMD jangan buat main-main. Kalau dapat PMD, jangan main-main dengan bunga. Kalau ada kendala proyek macet, laporkan segera ke dewan," ujar Prasetio dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Jakarta, di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (6/12).

Dari laporan yang diterimanya, PMD yang diberikan sejak 2008 hingga saat ini, masih ada yang tersisa. Jumlahnya mencapai 4,4 triliun rupiah. Ironisnya, saat masih ada dana modal yang mengendap, sejumlah BUMD itu masih saja mengajukan tambahan modal kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Buat analisa investasinya yang betul. Kalau terjadi seperti itu lagi, nggak akan jelas. Kalau untuk Jakpro, bangun stadion BMW sebaik-baiknya. Jangan sampai ada perjanjian-perjanjian dengan pihak ketiga yang tidak benar. Perjanjian itu jangan main copas-copas (copy paste, asal salin)," katanya.

Deviden

Sekretaris komisi C DPRD DKI Jakarta, James Arifin Sianipar, mengungkapkan, sejumlah BUMD DKI Jakarta tidak memberikan kewajiban deviden kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sebagai pemegang saham. Beberapa BUMD, katanya, memberikan mewajiban deviden itu, namun di bawah batas dari seharusnya.

"Kemarin juga kita bahas masalah deviden mereka. Salah satunya, kewajiban deviden dari Jakpro (PT Jakarta Propertindo) ke Pemprov DKI Jakarta itu seharusnya 72 miliar rupiah. Tapi, Jakpro tidak menyanggupinya. Dia hanya sanggup sebesar 1,7 miliar rupiah ," kata James.

Selain itu, ungkapnya, beberapa BUMD lain diduga sengaja tidak memberikan deviden agar bisa mendapatkan PMD lagi pada tahun berikutnya. Dia berharap, setiap laporan keuangan BUMD ini diusut satu per satu agar perusahaan daerah itu berkembang lebih baik.

"Yang perlu kita lihat ini dari sisi keuangan dulu nih. Kemarin juga, sudah tiga tahun ini PAM Jaya tidak pernah memberikan deviden. Totalnya bisa mencapai 123 miliar rupiah. Tapi kemarin saya pertanyakan, kok tiba-tiba deviden itu sekarang diserahkan. Apakah ini pura-puranya PAM Jaya bisa dapat PMD lagi? Padahal deviden PAM Jaya selama tiga tahun ini nol sama sekali," jelasnya.

Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar), Sugiyanto menduga terjadi penyimpangan atas dana PMD yang tersisa cukup besar itu. Dia berharap, Pemprov DKI Jakarta mengaudit setiap laporan keuangan BUMD sebelum diberikan lagi tambahan PMD.

"Setiap tahun minta PMD terus, tapi PMD yang sudah diberikan malah disimpan begitu saja di perbankan. Dana yang mengendap atau didepositokan juga harus di audit, boleh jadi didepositokan pada bank lain selain bank DKI, ini juga penyimpangan," katanya.

Dengan mengendapnya dana modal BUMD tersebut, ungkapnya, bakal merugikan rakyat Jakarta. Sebab, salah satu pilar pembangunan di Jakarta adalah BUMD yang diberikan penugasan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Saat ini, banyak program kegiatan BUMD terhenti ditengah jalan.

"Apalagi, PMD yang diberikan kepada BUMD ini rawan disalahgunakan dan berpotensi pidana. Contohnya, Jakpro ditugaskan untuk membeli Palyja diberikan modal 650 miliar, tapi malah dialihkan untuk yang lain. Padahal gubernur telah meminta agar modal itu dikembalikan ke kas daerah. Ini yang harus diusut tuntas," tegasnya. pin/P-5


Redaktur : M Husen Hamidy
Penulis : Peri Irawan

Komentar

Komentar
()

Top