Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sengketa Pilkada

MK Harus Gali Pokok Permohonan

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA- Perhelatan Pilkada serentak 2018 telah selesai, tapi bagi sebagian kontestan hasil pilkada, rekapitulasi yang telah ditetapkan KPU Kab/Kota pada 4-7 Juli lalu dan penetapan hasil provinsi pada 7-9 Juli mendatang rawan dijadikan objek perselisihan hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi.

Jalur menuju Mahakamah Konstitusi atau MK dianggap sebagai bagian penting dari upaya memperoleh keadilan bagi kontestan yang kalah. MK dianggap sebagai benteng terakhir untuk memperjuangkan hasil pemilu sebagai puncak dari suatu kontestasi.

Secara teknis, berdasarkan UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada dan Peraturan MK Nomor 1 tahun 2017 terdapat syarat untuk mengajukan permohonan ke MK.

Adapun syarat permohonan ke MK tersebut yakni; pertama, legal standing. Di mana yang dapat mengajukan permohonan perselisihan hasil pilkada adalah pasangan calon. Namun khusus daerah yang melaksanakan pilkada dengan calon tunggal, yang menjadi legal standing adalah pasangan calon atau pemantau yang telah teregister di di KPU.

Kedua, adanya daluarsa waktu pengajuan, dimana permohonan diajukan paling lambat tiga hari kerja sejak diumumkan penetapan oleh KPU daerah.

Kemudian ketiga, ambang batas suara harus memenuhi syarat pengajuan perselisihan perolehan suara sebagaimana diterangkan pada Pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) UU Pilkada dimana selisih suara antar peroleh suara terbanyak dengan pemohon berkisar antara 0,5 persen hingga 2 persen dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir sesuai jumlah penduduk dalam daerah yang ditetapkan oleh KPU provinsi/kab/kota.

Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KoDE) Inisiatif Veri Junaidi mengungkapkan, bahwa ada yang menarik dari penerapan ambang batas untuk mengajukan sengketa hasil ke MK, yakni adanya perbedaan cara pandang penerapan ambang batas oleh MK pada putusan seperti yang terjadi di empat kabupaten di Papua.

Melihat hal tersebut kata Veri, membuktikan bahwa dalam proses pemeriksaan pendahuluan, Mahkamah sejatinya dapat menggali pokok permohonan yang disampaikan oleh para pemohon, tidak hanya berpegang teguh oleh syarat formil semata. rag/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top