Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sengketa Hasil Pemilu - Integritas Tinggi Masih Melekat di Institusi Mahkamah Konstitusi

MK Dapat Redam Gejolak Rakyat

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) rentan akan sengketa, terutama setelah perhitungan suara. Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, MK merupakan lembaga yang memiliki fungsi peradilan yang terakhir atas sengketa hasil Pemilu, sehingga dapat meredam gejolak atas ketidakpercayaan masyarakat terhadap hasil Pemilu.

"MK, di dalam sejarah perjalanannya berhasil meredam gejolak atas ketidakpercayaan masyarakat. Begitu MK memutus semua menjadi reda, sudah selesai," ujar Mahfud saat diskusi Peluncuran Buku "Strategi Memenangkan Sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi", di Universitas Paramadina, Jakarta, Jumat (1/2).

Mahfud menuturkan, pada saat Pemilu 2009, Pasangan Megawati - Prabowo dan Jusuf Kalla - Wiranto datang ke PP Muhammadiyah tengah malam dan berencana untuk walk out dan tidak ikut Pemilu, karena masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT), padahal ketika itu hari pencoblosan hanya kurang 4 hari.

Namun, ia menceritakan bagaimana MK berhasil membuat keputusan yang melegakan semua pihak. "MK mengambil keputusan waktu itu, hari ini MK memutuskan seluruh warga negara yang punya KTP dan punya paspor tetapi tidak ada di DPT, abaikan DPT, itu anda bisa datang ke TPS," tuturnya. Mahfud melanjutkan, ketika MK membuat keputusan tersebut, suasana jadi reda.

Ia pun membayangkan akan kekacauan yang terjadi jika kedua Pasangan Calon (Paslon) tersebut mundur, padahal ketika itu belum ada undang-undang yang mengatur jika ada Paslon ada yang mengundurkan diri. "Coba bayangkan betapa akan terjadi perang yang mungkin sangat panas kalau sudah 4 hari calon hanya muncul 1 dari 3, yang 2 mundur. Padahal tidak ada UU yang mengatur, sekarang kan tidak boleh," sambungnya.

Kemudian, Ahli Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, mengatakan bahwa MK merupakan salah satu lembaga peradilan yang memiliki integritas tinggi, sehingga keputusannya dapat meredam gejolak di masyarakat sendiri. "Justru Mahkamah Konstitusi yang tahan terhadap godaan suap maupun ancamanancaman," tegasnya.

Bivitri menuturkan, dunia hukum memiliki potensi suap yang tinggi karena menyangkut nama baik dan status politik seseorang, sehingga harus ada lembaga yang berintegritas dan profesional yang dapat menghadapi tantangan dan ancaman tersebut.

"Mahkamah Konstitusi itu ada keinginan yang besar bahwa dia tetap berintegritas, jadi dasarnya memang harus light listening yang kuat, penularan hukum yang kuat, bukti-bukti yang kuat, bukan dengan menyuap," katanya.

Siap Legowo

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan bahwa peserta Pemilu jangan hanya mengharapkan soal memenangkan sengketa di MK, tapi seharusnya siap untuk legowo menerima hasil pilihan rakyat.

"Bukan hanya soal menang di MK, tetapi ada pesan baik yaitu yang disebut pemenang sengketa Pemilu bukan hanya yang dikukuhkan oleh MK karena persiapan yang matang, tetapi juga yang legowo tidak maju ke MK karena menghormati esensi pilihan rakyat," ujarnya.

Selanjutnya, Titi mengajak masyarakat untuk menaruhkan kepercayaan kepada penyelenggara Pemilu yang sudah independen dan profesional. Ia menjelaskan saat ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) bukan dari anggota partai, selain itu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kini fungsinya bukan hanya pengawas, tetapi juga dapat menangani pelanggaran administrasi Pemilu yang sifatnya final dan mengikat.

"Kemudian, jika KPU dan Bawaslu masih curang, ada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang dapat memberikan sanksi kepada penyelenggara Pemilu," tambahnya.

tri/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top