Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Komoditas Impor

Minim Insentif bagi Petani untuk Menanam Kedelai

Foto : ANTARA/MUHAMMAD BAGUS KHOIRUNAS

PRODUKSI TAHU I Pekerja memproduksi tahu di Rangkasbitung, Lebak, Banten.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kenaikan harga kedelai akibat terganggunya sistem logistik selama pandemi Covid-19 berimbas cukup besar bagi ketersediaan kedelai di Indonesia. Dengan jumlah konsumsi mencapai 3-3,5 juta ton per tahun dan tingkat produksi dalam negeri hanya 950 ribu ton per tahun, maka Indonesia sangat bergantung kepada impor kedelai.

Kelangkaan kedelai tersebut pada gilirannya berdampak pada industri tahu tempe yang merupakan salah satu makanan paling banyak dikonsumsi masyarakat karena kandungan gizinya yang tinggi dengan harga yang murah.

Dalam seri analisis ekonomi, bertajuk "Trade and Industry Brief" yang dilaporkan tim dari Pusat Kajian Iklim Usaha dan Rantai Nilai Global, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menyebutkan kinerja dan produktivitas kedelai di Indonesia sangat rendah karena minimnya insentif bagi petani untuk menanam kedelai.

"Rendahnya produktivitas petani juga menandakan gagalnya swasembada kedelai yang dicanangkan pemerintah enam tahun yang lalu," kata Mohamad D Revindo, salah seorang penulis analisis tersebut di Jakarta, Selasa (19/1).

Organisasi Pangan Sedunia (FAO), pada 2018, jelas Revindo, mencatat produksi kedelai Indonesia hanya mencapai 1,32 ton per hektare. Sebagai perbandingan, di tahun yang sama, produksi Tiongkok mencapai 1,90 ton per hectare, sedangkan produksi Amerika Serikat (AS) mencapai 3,40 ton per hektare.

"Produktivitas yang terbatas ini salah satunya terkait skala usaha petani lokal yang kecil sehingga berdampak pada harga kedelai lokal di pasaran yang lebih tinggi dari kedelai impor. Petani lebih memilih menanam padi dan jagung yang keuntungan per hektarenya lebih tinggi dibanding kedelai," kata Revindo.

Di sisi lain, penggunaan benih berkualitas tinggi masih rendah, di samping kendala-kendala lain, seperti iklim dan kelembapan tanah Indonesia yang cenderung tidak optimal untuk produksi kedelai.

Dengan kondisi tersebut, maka perlu mengubah kebijakan agar masalah ini tidak berlarut-larut terjadi setiap saat.

Dalam situasi kelangkaan, pada jangka pendek pemerintah dapat mencoba memaksimalkan produksi lokal. Namun, perlu diingat bahwa dengan nilai produksi yang kecil suplai kedelai lokal tidak akan mencukupi permintaan.

"Mendorong produksi lokal bisa dilakukan melalui pemberian subsidi untuk menekan ongkos produksi di tingkat petani dengan harapan petani terdorong menanam kedelai jika margin keuntungan lebih besar," katanya.

Subsidi juga bisa dimaksudkan sebagai perlindungan harga untuk menutupi selisih jika harga kedelai dunia anjlok.

Selain itu, pemerintah sebaiknya fokus memastikan ketersediaan stok di gudang pedagang.n bud/P-4


Redaktur : Khairil Huda
Penulis : Vitto Budi

Komentar

Komentar
()

Top