Mikroba Pemakan Logam untuk Daur Ulang Baterai Lithium-ion
Dari kiri: Ketua tim proyek, Madhavi Srinivasan, rekanan NTU Cao Bin, dan peneliti senior di ERI, Joseph Jegan.
Foto: ISTIMEWASINGAPURA - Para ilmuwan dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura bekerja sama dengan beberapa perusahaan, baru-baru ini menjajaki pemrosesan daur ulang satu hingga lima ton bahan baku baterai lithium-ion.
Direktur Eksekutif Energy Research Institute (ERI), NTU, Madhavi Srinivasan, mengatakan daur ulang tersebut mengikutsertakan mikroba pemakan logam berharga.
Dikutip dari The Straits Times, pemrosean diawali dengan pencampuran bahan baku bubuk yang disebut sebagai massa hitam dengan biakan mikroba cair. Proses yang disebut bioleaching, menghasilkan metabolit yang mengekstrak bahan berharga, seperti lithium, mangan, nikel, kobalt, besi, dan grafit.
Menurut Madhavi, tingkat pemulihan logam ini dapat berkisar dari 85 persen hingga 92 persen dalam enam jam, dengan hingga 150 g massa hitam dicampur ke dalam setiap liter biakan. "Ini adalah salah satu proses bioleaching yang lebih efisien yang dikembangkan sejauh ini," kata Madhavi. "Alasan penggunaan mikroba tidak diadopsi di industri adalah jumlah massa hitam yang dimetabolisme terlalu rendah," ungkapnya.
Rekan pemimpin proyek dan Cao Bin, dari Singapore Centre for Environmental Life Sciences Engineering mengatakan massa hitam beracun bagi mikroba. "Dan dalam penelitian lain di mana para peneliti mencoba menambahkan lebih banyak massa hitam, mikroba juga mati," ujar dia.
Penelitian 5 Tahun
Menurut peneliti senior ERI, Joseph Jegan, triknya terletak pada apa yang diumpankan ke mikroba sebelum massa hitam dapat ditambahkan untuk pemulihan materi. Selama lima tahun penelitiannya, dia telah mencari mikroba yang cocok dan memberi mereka kombinasi zat anorganik dan organik, dari amonia sulfat hingga limbah kentang dan tebu.
"Ketika saya memperoleh mikroba lima tahun lalu, saya melatih mereka dengan bereksperimen dengan rasio nutrisi berbeda yang mereka perlukan untuk menghasilkan metabolit dan bertahan lama, terutama dalam kondisi yang tidak menguntungkan seperti keasaman tinggi dan konsentrasi logam berat," katanya.
Madhavi mengatakan cara mendaur ulang baterai lithium-ion seperti itu akan menghasilkan lebih sedikit sumber daya daripada menambang bahan mentah. Dia menunjukkan untuk menghasilkan satu ton lithium dengan penambangan tradisional, diperlukan 250 ton bijih lithium dan 750 ton air asin.
Untuk menghasilkan jumlah lithium yang sama melalui proses bioleaching hanya membutuhkan 28 ton baterai lithium-ion bekas.
Proses tersebut juga hemat energi karena mikroba membutuhkan suhu 40 derajat Celsius untuk proses daur ulang. Sebagai perbandingan, metode pirometalurgi memanaskan baterai bekas hingga lebih dari 1.000 derajat Celsius, yang menghasilkan gas berbahaya dan gas rumah kaca.
Madhavi menambahkan, karena bahan baku seperti lithium, mangan, kobalt, dan nikel mungkin tidak tersedia luas secara global, pemulihan sumber daya untuk memproduksi baterai lithium-ion dapat membantu mengamankan kepastian sumber energi yang lebih bersih dan transportasi dari kendaraan listrik.
"Jika Anda dapat memulihkan elemen-elemen ini maka itu akan menjadi pasar yang benar-benar baru atau paradigma yang benar-benar baru untuk konsep ekonomi sirkular ini," tambahnya.
Berita Trending
- 1 Ini Gagasan dari 4 Paslon Pilkada Jabar untuk Memperkuat Toleransi Beragama
- 2 Irwan Hidayat : Sumpah Dokter Jadi Inspirasi Kembangkan Sido Muncul
- 3 Trump Menang, Penanganan Krisis Iklim Tetap Lanjut
- 4 Jerman Percaya Diri Atasi Bosnia-Herzegovina
- 5 Disbun Kaltim Fasilitasi Alih Fungsi Lahan Tambang Menjadi Perkebunan
Berita Terkini
- Presiden Prabowo Tegaskan Komitmen Indonesia pada Energi Terbarukan
- Presiden Prabowo Dukung Sinergi Ekonomi Lewat Indonesia-Brazil Business Forum
- BPBD Penajam Lakukan Mitigasi Banjir Rob di Wilayah Pesisir
- Tren Negatif Masih Berlanjut, Senin 18 November 2024
- Mendag: Indonesia Komitmen Dukung Pertumbuhan Pasar Kredit Karbon di Asia Pasifik