Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Layanan Perbankan - BI Targetkan Semua Kartu ATM /Debit Sudah Beralih ke “Chip” pada 2022

Migrasi ke Kartu "Chip" Terlalu Lama

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Bank Indonesia(BI) mendorong percepatan migrasi kartu ATM/ debit perbankan dari pita magnetik ke chip. Bahkan, bank sentral menargetkan pada 2022, semua perbankan mengganti kartu ATM/ debit ke chip. Namun, target itu dinilai terlalu lama. Maraknya kejahatan perbankan belakangan ini membuat kalang kabut semua pihak, terutama nasabah.

Sementara di pihak perbankan harus rela mengeluarkan sebagian pendapatannya untuk mengganti semua kerugian nasabah. "Target kami 30 persen chip itu harus diganti sampai dengan akhir tahun ini. Namun, semangatnya kami ingin dorong mereka lebih cepat," kata Direktur Financial Surveillance Departement BI, Y Budiatmaka di Jakarta, Selasa (10/4).

Budiatmaka memperingatkan tantangan ke depan semakin nyata di depan mata. Bahkan, tantangan ini semakin sulit dihadapi manakala kejahatan perbankan, seperti skimming melibatkan antarnegara. Ini juga nantinya semakin membuat perbankan berpikir dua kali.

Artinya, kalau perbankan mengabaikan aspek keamanan nasabah, maka dengan sendirinya bank tersebut akan tutup dengan sendirinya lantaran tidak adanya likuiditas. "Yang penting adalah perbaikan terus menerus dan juga aspek service (layanan) ke nasabah itu bisa dipelihara dengan baik.

Misalnya, kalau nasabah tak bersalah, harus diganti dan sebagainya. Jadi nasabah tidak dirugikan," jelas dia. Sementara itu, pengamat perbankan dari Universitas Nasional, Hilmi Rahman Ibrahim, mengatakan target BI untuk mengganti semua kartu AT M dengan chip pada 2022 teralu lama.

Di sisi lain, publik tentu sangat dirugikan karena butuh waktu sembilan tahun sejak dikeluarkannya Peraturan BI. "Datanya itu kan 30 persen pada 2018 ini, kemudian naik berjenjang menjadi 50 persen, 80 persen sampai 100 persen, selesai pada 2021. Itu cukup lama!" kata dia.

Apalagi, kata Hilmi, kalau kejadian serupa terjadi berkalikali, dampaknya bukan saja ke nasabah, tapi menyangkut reputasi perbankan itu sendiri. Kalau reputasinya buruk maka menjadi alamat yang tidak baik. "Saya kira itu pesan saya sebagai pengguna," kata dia.

Konsekuensi Logis

Menyangkut alokasi anggaran yang dibutuhkan, sebesar dua dollar US per chip, menurut Hilmi, seberapa pun anggaranya, itu merupakan konsekuensi logis regulasi yang ditetapkan. Bahkan, lanjut dia, kalau tidak dilakukan, pertaruhannya kredibilitas institusi.

"Kalau bank sudah tidak dipercaya, hanya gara-gara pelaku skimming berulang-ulang, ya ini menjadi tidak baik untuk kita," kata dia. Biaya itu, menurut Hilmi, seharusnya menjadi tugas dari bank untuk menyediakannya. Karena secara kelembagaan, hal itu sudah menjadi tanggung jawab penyelanggara layanan jasa keuangan.

Pada kesempatan sama, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto menyatakan pihaknya selalu berusaha mengantisipasi dengan meningkatkan kemampuan dengan mempelajari modus-modus kejahatan. "Dan bekerja sama dengan negara-negara yang menangani dengan langkah lebih maju," kata dia.

ahm/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail

Komentar

Komentar
()

Top