Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Psoriatic Arthritis

Mewaspadai Penyakit yang Menyerang Radang Sendi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Berdasarkan laporan Global Report on Psoriasis pada 2016, sampai dengan 34,7 persen pasien penderita Psoriasis mengalami radang sendi kronis atau Psoriatic Arthritis (PsA) yang dapat mengarah pada deformasi sendi dan kecacatan. Sementara, Ankylosing Spondylitis (AS) memiliki prevalensi 0,2 persen di Asia Tenggara menurut penelitian yang dilakukan pada 2016.

Pasien AS ataupun PsA memiliki keterkaitan secara genetik dan klinis karena keduanya termasuk pada penyakit Reumatik Inflamasi yang diakibatkan gen HLA-B27, gen kuat yang meningkatkan risiko beberapa penyakit reumatik. Hal itu didukung penelitian pada 2017 di mana sekitar 85 - 95 persen penderita AS dan PsA menunjukkan positif pada gen HLA-B27. Namun, gen tersebut bukanlah penyebab penyakit itu, melainkan membuat orang menjadi rentan terkena dan menderita AS dan PsA.

"Kebanyakan pasien penderita AS dan PsA tidak menyadari mereka menderita penyakit tersebut. Mereka baru mengetahuinya setelah merasakan peradangan dan rasa sakit yang terus menerus dan tidak tertahankan lagi hingga menyebabkan gangguan fungsi gerak tubuh," kata Rudy Hidayat, dokter spesialis penyakit dalam dan konsultan reumatologi.

PsA merupakan penyakit autoimun, di mana sistem kekebalan tubuh mulai menyerang sel dan jaringan yang sehat. Respon imun yang abnormal itu menyebabkan peradangan pada persendian serta kelebihan produksi sel-sel kulit. Ada sekitar 1,3 sampai 34,7 persen pasien penderita Psoriasis yang mengalami radang sendi kronis dan sampai dengan 40 persen pasien Psoriasis yang menderita PsA.

Sampai saat ini, penyebab PsA masih belum diketahui secara pasti. Namun para ahli menduga, faktor genetik dan sistem kekebalan tubuh kemungkinan memainkan peranan besar dalam menentukan seseorang terkena PsA.

Meskipun begitu, faktor lingkungan juga dapat menyebabkan seseorang menderita PsA. Semisalnya ada trauma fisik, infeksi virus, atau bakteri yang dapat memicu PsA pada seseorang yang rentan secara genetik. "Seperti rokok, paparan zat kimia, infeksi dapat memicu orang terkena PsA tetapi masih dalam penelitian," tambah Rudy.

Untuk itu, seseorang harus mulai mendeteksi dini jika mengalami PsA agar tidak bertambah parah. Biasanya gejala umum PsA adalah terjadi pembengkakan dan rasa sakit pada persendian, terutama persendian perifer, serta terjadi kelainan kulit berupa Psoriasis.

Selain itu, bagian sendi yang meradang biasanya akan terasa lebih hangat dan mengalami kekakuan sendi pada saat bangun tidur. "Gejala awalnya ada Psoriasis kemudian pergi ke dokter kulit namun makin lama makin sulit berjalan. Jalannya menjadi pincang, kemudian membengkak hingga nyeri di persendian kaki setiap bangun tidur," cerita Rio Suwandi, salah satu penderita PsA.

Jika tidak ditangani dengan benar, PsA akan mengalami beberapa komplikasi lain seperti kerusakan permanen pada sendi yang berkembang menjadi Artritis Mutilans, kondisi menyakitkan dan melumpuhkan seperti dapat mematahkan tulang-tulang kecil di tangan terutama di jari yang mengakibatkan cacat permanen, penyakit kardiovaskuler hingga gangguan mata seperti uveitis yang menyebabkan nyeri pada mata, mata yang memerah dan penglihatan kabur.

gma/R-1

Ruas Tulang Belakang Menyatu

Sementara itu, penyakit Autoimun yang menyerang ruas tulang belakang Anylosing Spondylitis (AS) merupakan penyakit autoimun, di mana sistem kekebalan tubuh mulai menyerang sel dan jaringan yang sehat, sama seperti PsA. Namun, respon imun yang abnormal itu menyebabkan peradangan pada sendi tulang belakang. Penyakit ini dapat membuat ruas tulang belakang menyatu sehingga penderitanya akan mengalami kesulitan bergerak, menjadi bungkuk dan kesulitan bernapas.

Penelitian menunjukkan kalau AS lebih sering diderita pria dibandingkan wanita bahkan memiliki peluang tiga kali lipat lebih tinggi. Selain itu, penyakit ini juga bisa terjadi di segala usia dan hanya sekitar 5 persen saja mengalami gejala setelah umur 45 tahun.

"Pada AS, sakit bisa pada tangan, bahu, engkel, tetapi sebagian besar mengenai tulang belakang dari leher, punggung hingga ke tulang ekor," tutur Rudy.

Menurutnya, gejala AS mirip dengan gejala pada PsA, yaitu pasien juga mengalami peradangan, rasa sakit dan kekakuan di bagian tulang belakang serta sendi lain, seperti bahu, pinggul, tulang rusuk atau tumit terutama di pagi hari. Gejala ini akan terjadi selama berbulan-bulan bahkan menahun.

"AS ini gejala awalnya nyeri pinggang biasa, tetapi terjadi terus menerus dan biasanya diabaikan. Bukan di Indonesia saja yang terkadang sampai terlambat dalam pengobatan, di Australia saja biasanya mereka mengalami keterlambatan hingga 8 tahun," timpalnya.

Maka dari itu, ketika mengalami nyeri pinggang di usia kurang dari 40 tahun, masyarakat dianjurkan untuk lebih peduli dan waspada. Karena nantinya, saat melakukan terapi tubuh akan sulit merespon karena kalau tulang belakang sudah menyatu tidak bisa dikembalikan lagi.

"Itu kondisinya Bamboo Spine, di mana salah satu tulang pada tulang belakang bergeser dari posisi normal dan condong ke depan menutupi tulang di bawahnya, umumnya terjadi pada punggung bagian bawah," jelas Rudy.

Menurut Rudy hingga saat ini belum ada pengobatan yang mampu menyembuhkan PsA maupun AS. Namun ada beberapa alternatif penatalaksanaan yang tersedia saat ini untuk AS dan PsA yag bertujuan memperbaiki kelainan pada postur tubuh, mencegah kecacatan, meningkatkan kemampuan pasien untuk kembali beraktivitas secara normal dan mengurangi serta menekan rasa sakit dan peradangan.

"Saat ini, jenis pengobatan yang banyak digunakan untuk menangani, baik penyakit

AS maupun PsA diantaranya obat-obatan non-stereoid anti-inflamasi (NSAID), obat anti reumatik (DMARDs) dan yang terbaru adalah agen biologik," katanya.

Berbeda dengan obat-obatan konvensional, agen biologik bekerja lebih ke tepat penyebab radang pada persendian sehingga dapat dihambat. Agen biologik pun dapat diinjeksi ke tubuh setidaknya sebulan sekali agar tubuh tidak kaku. Namun sayangnya, untuk melakukan pengobatan ini sangatlah mahal. Disebutkan Rudy, dalam sebulan pengobatan agen biologik bisa menghabiskan biaya mencapai 12 sampai 18 juta rupiah, berbeda dengan obat-obatan konvensional yang hanya sekitar 500 ribu sampai 2 juta rupiah.

"Tetapi tergantung kasusnya, kalau untuk AS hampir tidak ada manfaatnya meminum obat konvensional jadi tidak ada pilihan lain selain agen biologik. Sedangkan PsA masih bisa mengonsumsi obat-obatan konvesional," lanjutnya.

Apalagi mengingat tipe pengobatan ini masih belum tercakup dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Untuk itu, di samping tengah berusaha agar kasus berat

AS dan PsA dapat dibantu JKN, keberadaan pilihan lain agen biologik sangat dibutuhkan.

"Tersedianya Secukinumab sebagai salah satu pilihan terapi agen biologik diharapkan dapat membantu menjawab kebutuhan pengobatan pasien AS dan PsA di Indonesia agar mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik," tutupnya. gma/R-1

Komentar

Komentar
()

Top