Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Malaria Resisten

Mewaspadai Penyakit Parasit yang Kebal terhadap Obat

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Saat ini tengah menyebar penyakit malaria terbaru yang diduga resisten terhadap obat-obatan di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan dua penelitian terbaru, malaria jenis ini akan berpotensi terhadap kedaruratan kesehatan dunia.

Sebuah laporan yang dirilis pada Senin (22/7) di The Lancet mewaspadai adanya malaria yang resisten terhadap banyak obat-obatan yang menyebar di negara-negara seperti Thailand, Kamboja, Laos dan Vietnam.

Penemuan tersebut datang dari negara-negara dan para ahli kesehatan yang tengah berjuang untuk melawan penyakit parasit ini. Sebelumnya, sudah ada beberapa negara yang sukses melawannya, seperti Algeria dan Argentina yang menyatakan bahwa negara tersebut sudah terbebas dari malaria pada Mei lalu. Namun di lain tempat, kasus malaria malah melonjak tajam.

Perkembangan malaria resisten obat-obatan di Asia Tenggara memiliki konsekuensi yang cukup serius, menurut para peneliti. Itu karena penggunaan obat-obatan yang biasanya dipakai untuk menyembuhkan penyakit tersebut menjadi tidak efektif, sehingga kemungkinan besar pengobatan tersebut itu gagal pun menjadi sangat tinggi.

Obat-obatan seperti Dihydroartemisinin-piperaquine (DHA-PPQ) sudah mencapai kegagalan hingga 62 persen di Kamboja barat, 27 persen di Kamboja timur laut, 53 persen di selatan Vietnam dan 87 persen di timur laut Thailand berdasarkan penelitian yang mereka lakukan.

Sebenarnya, malaria yang resisten obat ini pertama kali menyebar melalui barat Kamboja pada 2008. Sejak saat itu, parasit itu pun semakin mengalami evolusi dan bermutasi. Perubahan tersebut membentuk subgrup baru untuk parasit yang resisten obat-obatan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wellcome Sanger Institute dan Universitas Oxford.

Kecepatan subgrup parasit resisten ini menyebar ke negara-negara tetangga dipercaya karena adanya kemampuan yang baik dalam parasit itu dan meningkatnya kemampuan mereka untuk bertahan hidup. Para peneliti pun menghimbau negara-negara yang telah terjangkit untuk berhenti menggunakan DHA-PPQ.

"Parasit yang resisten ini sangat sukses karena mereka mampu berinvasi pada wilayah baru dengan memiliki sifat genetik yang baru. Akibatnya meningkatkan kemungkinan akan menyebar ke Afrika, di mana kasus malaria banyak terjadi di sana, seperti resisten terhadap chloroquine di era 1980an yang menyebabkan jutaan orang meninggal," kata Olivo Miotto, peneliti dari Universitas Oxford dan Wellcome Sanger Institute.

Saat ini, obat DHA-PPQ pun mengalami kemunduran sehingga dibutuhkan pengobatan alternatif di negara-negara lain yang dapat mempercepat penyembuhan parasit resisten ini sebelum mereka menyebar di seluruh dunia. n gma/R-1

Bukan Hal Baru

Permasalahan malaria resisten obat bukan merupakan hal yang baru. Sebelumnya, malaria telah resisten terhadap beberapa obat-obatan seperti chloroquine dan atemisinin dan tidak jarang ditemukan di Asia Tenggara.

Malaria, penyakit yang diakibatkan dari parasit yang ditransmisi oleh gigitan nyamuk betina Anopheles sebenarnya bisa dicegah dan disembuhkan. Namun sayangnya, karena perawatan yang terlambat dan kurang tepat, diperkirakan 435 ribu orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini.

Dari tahun 2000 hingga 2015, berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) ditemukan bahwa 62 persen terjadi penurunan kematian akibat malaria. Sementara kasus malaria sendiri menurun hingga 41 persen. Meskipun begitu, penyakit ini kemudian mengalami peningkatan pada 2018. Data WHO menunjukkan kasus malaria meningkat secara signifikan di 13 negara dan naik hingga 2 juta kasus di seluruh dunia sepanjang 2016 dan 2017.

"Malaria merupakan penyakit yang sulit ditangani. Peralatan yang kita miliki sudah cukup efektif, tetapi obat-obatan dan insektisida tidak. Setelah 10 - 20 tahun, nyamuk semakin resisten," ujar Adrian Hill dari Jenner Institute di Universitas Oxford.

Ia juga semakin khawatir jika malaria akan semakin menyebar pada 2020 mendatang dan kasusnya akan semakin meningkat.

Malaria sebenarnya bisa sembuh total dengan pengobatan yang tepat disertai dengan diagnosis yang dini. Namun, adanya resistensi malaria terhadap obat-obatan semakin marak khususnya di daerah Asia Tenggara tentunya cukup mencemaskan.

Beruntungnya, kasus malaria resisten ini belum sampai ke Indonesia. Hal itu dikatakan oleh Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Menurutnya ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya resistensi parasit malaria terhadap obat-obatan. "Ada banyak faktor terkait terjadinya resistensi, seperti pengobatan yang tidak standar, tidak teratur, pasien tidak minum obat lengkap, dan adanya obat malaria yang dijual bebas," ungkapnya.

Namun untuk kasus malaria resisten yang sudah terjadi di negara-negara tetangga, kasus tersebut belum ada. Meskipun begitu, Nadia menambahkan kalau Kemenkes akan terus mengantisipasi kemungkinan adanya penyebaran parasit malaria resisten tersebut. Pihaknya juga akan melakukan pengawasan resistensi terhadap obat anti malaria. Dirinya juga menjamin, obat malaria tidak akan dijual bebas agar terhindar dari pemakaian obat yang tidak sesuai aturan yang menyebabkan terjadinya resistensi terhadap obat-obatan. Obat tersebut nantinya hanya bisa didapatkan di puskesmas dan rumah sakit saja. gma/R-1

Vaksin Pertama untuk Malaria

Vaksinasi menjadi salah satu upaya pencegahan terjangkitnya penyakit malaria. Pada Pekan Imunisasi Dunia tahun ini, WHO berhasil membuat vaksin malaria pertama di dunia. Program vaksinasi global ini tentunya sangat bermanfaat, terlebih untuk mengurangi angka kasus kejadian penyakit malaria. Belum lagi belakangan ini muncul malaria resisten obat di sekitaran Asia Tenggara.

Vaksin secara efektif memberantas penyakit cacar dan gencar dilakukan untuk mengakhiri penyakit polio, yang setiap tahunnya membuat sekitar 350 ribu orang lumpuh.

Meskipun sebagian besar penyakit yang dapat dicegah oleh vaksin adalah penyakit yang disebabkan oleh virus, tetapi saat ini sudah tersedia vaksin untuk memberantas parasit yang menyebabkan penyakit malaria. Malawi, Ghana dan Kenya, menjadi negara pertama yang diberikan vaksin malaria ini karena malaria merupakan penyakit yang paling banyak terjadi di dataran Afrika.

"Ini adalah vaksin pertama terhadap parasit penyebab malaria. Parasit merupakan organisme yang sangat rumit, jauh lebih rumit dibandingkan dengan virus atau bakteri. Itulah sebabnya, dibutuhkan waktu 30 tahun untuk mengembangkan vaksin pertama ini," ujar Dr. Pedro Alonso, perwakilan dari WHO.

Diharapkan, vaksin tersebut benar-benar efektif untuk mencegah parasit penyebab penyakit malaria sehingga angka kasus penyakit itu dapat menurun. gma/R-1

Komentar

Komentar
()

Top